Liputan6.com, Jakarta - Sebuah isu beredar tentang pemerintah menggiring Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk mendukung petahana. Kabar itu pun dibantah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
"Kami tidak menanggapi isu. Pemerintah tidak mungkin melakukan itu apalagi di era keterbukaan saat ini," tegas Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kemenpan-RB Mudzakir kepada Liputan6.com, Jumat (31/5/2019).
Terkait survei yang menyebut 72 persen Aparatur Sipil Negara (ASN) justru mendukung pasangan Prabowo-Sandi, pihak Kemenpan-RB juga menolak ikut berspekulasi mengenai pilihan para PNS.
Advertisement
Baca Juga
"Kami belum pernah menerima secara resmi hasil dan info tentang metodologi tersebut. Kami tidak bisa menduga-duga," jelas Mudzakir.
Ia pun menekankan bahwa yang penting adalah para PNSÂ harus tetap netral dalam berpolitik. Bila tidak, akan ada sanksi yang membayangi.
Mudzakir menjelaskan, berdasarkan SE Menpan tanggal 26 Maret 2019, PNS yang melanggar netralitas dapat dilaporkan ke Panwas setempat. Selanjutnya, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat terancam kena sanksi bila terbukti tidak netral.
"Hasilnya direkomendasi ke instansi terkait. Jika ada bukti, instansi tersebut membentuk majelis kode etik atau tim peneriksa hukuman disiplin," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Moeldoko Sebut 78 Persen Pegawai BUMN Pilih 02
Ketua Harian Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf, Moeldoko menegaskan, tuduhan yang menyebut pihaknya menyalahgunakan BUMN untuk pemenangan Pilpres 2019 adalah tidak benar.
Moeldoko mengatakan, berdasarkan hasil survei, ada 78 persen pegawai BUMN memilih pasangan calon 02 Prabowo-Sandiaga.Â
"Menggerakkan BUMN? Tahu enggak (pegawai) BUMN yang milih 02? 78 persen. Menggerakkan ASN? ASN 72 persen yang milih (Prabowo-Sandi). Di mana menggerakkan?" ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Moeldoko heran, dengan tuduhan tersebut. Sebab, dari hasil rekapitulasi suara KPU, pasangan Jokowi-Ma'ruf mengalami kekalahan telak di Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sumatera Barat.
"Dimana menggerakan? Buktinya di Aceh, NTB, Sumbar kalah telak. Mana yang digerakkan? Kalau digerakkan 100 persen semua," jelas dia.
Kepala Staf Kepresidenan itu menambahkan, pasangan Jokowi-Ma'ruf juga kalah di perumahan Paspampres dan Sekretariat Negara. Hal itu disampaikannya berdasarkan survei internal TKN.
"Iya, di Paspampres kalah. Di perumahan Setneg kalah. Terus mana yang digerakkan?" ujar Moeldoko.
Advertisement
PNS Harus Netral di Medsos
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilarang memberikan dukungan kepada aksi massa 22 Mei yang tengah berlangsung pada hari ini. Pasalnya, itu melanggar asas netralitas yang wajib dianut PNS.
Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN). M Ridwan, menjelaskan bahwa PNS sah-sah saja memiliki pilihan politik. Akan tetapi, preferensi politik PNS tidak boleh diumbar ke ranah publik.
"PNS itu kan harus tetap netral terhadap pilihan politik praktisnya, jadi netral itu dia tidak menunjukan preferensi pilihan politiknya," ujar M. Ridwan kepada Liputan6.com, Rabu, 22 Mei 2019.
Ridwan menegaskan bentuk dukungan kepada demo 22 Mei juga dilarang di media sosial (medsos). Ini termasuk like atau dislike di sebuah platform karena sama saja menunjukan preferensi di depan umum.
"Tidak boleh (dukung aksi lewat medsos). Jadi prinsipnya, menunjukan keberpihakan terhadap presiden misalnya atau capres, cawapres, juga tidak boleh. Keberpihakan itu termasuk like dan dislike, apalagi demonya," ujar Ridwan.
Bila PNSÂ ketahuan mendukung demo 22 Mei, maka PNS tersebut wajib diperiksa oleh atasan mereka. Mekanisme yang dilalui adalah berdasarkan PP 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS.
Pemeriksaan pun perlu dilakukan secara per kasus untuk dilihat apakah PNS itu tidak bekerja karena sibuk berdemo atau memberi dukungan lewat medsos karena melanggar asas netralitas.
"PNSÂ yang melakukan itu kalau memang sudah ada buktinya, itu oleh atasan langsung harus diperiksa dan dilakukan mekanisme atau implementasi PP 53 2010 tentang disiplin PNS karena dia melanggar asas netralitas. Kemudian, mungkin demonya kalau di jam kerja berarti dia tidak mengerjakan tugas di jam kerja tersebut. Dan itu harus diperiksa," tegas Ridwan.