Indonesia dan Chile Sepakat Segera Mulai Perjanjian Dagang

Perjanjian dagang Indonesia dengan Chile ini sebenarnya sudah ditandatangani sejak 14 Desember 2017 di Santiago, Chile.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Jun 2019, 14:31 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2019, 14:31 WIB
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Bidang Perdagangan Chile Rodrigo Yanes Benitez di Kantor Kementerian Perdagangan. Liputan6.com/Ilyas Istianur P
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Bidang Perdagangan Chile Rodrigo Yanes Benitez di Kantor Kementerian Perdagangan. Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita hari ini bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Bidang Perdagangan Chile Rodrigo Yanes Benitez di Kantor Kementerian Perdagangan.

Pertemuan ini dalam rangka pertukaran Instrument of Ratification (IoR) Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA).

Enggar mengatakan, dengan penyerahan IoR ini maka perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan Chile bisa segera terlaksana.

"Ini adalah momentum penting, di mana ini akan menjadi perjanjian dagang pertama dengan negara di wilayah Amerika Selatan," kata dia di kantornya, Selasa (11/6/2019).

Perlu diketahui, pertujaran IoR ini merupakan prosedur legal penting sebelum pemberlakuan IC-CEPA. Sesuai mandat yang disepakati dalam perjanjian IC-CEPA akan berlaku 60 hari setelah pertukaran IoR, tepatnya pada 10 Agustus 2019.

Perjanjian dagang Indonesia dengan Chile ini sebenarnya sudah ditandatangani sejak 14 Desember 2017 di Santiago, Chile. Melalui perjanjian ini ke dua negara akan saling mendapat tarif preferensi untuk ekspor ke pasar masing-masing negara.

"Saya fikir peluang pasar di Indonesia sangatlah besar, karena Indonesia adalah begara terbesar di ASEAN Jadi ini bagus untuk perluasan produk kami," kata Rodrigo.

Melalui IC-CEPA, sebanyak 89,6 persen pos tarif Chile akan dieleiminasi untuk produk-produk Indonesia yang masuk ke pasar Chile, sedangkan Indonesia akan menghapus 86,1 persen pos tarifnya untuk produk impor dari Chile.

Adapun produk utama Indonesia yang mendapat preferensi di antaranya minyak sawit dan turunannya, kertas, produk perikanan, makanan dan minuman, produk otomotif, alas kaki, mebel, perhiasan, tekstil dan masih banyak lainnya.

Perang Dagang Bikin Pertumbuhan Ekspor Global Anjlok

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Iskandar Simorangkir mengatakan, dampak perang dagang mengakibatkan pertumbuhan ekspor negara-negara di dunia ikut menurun.

Kendati begitu, pasca melunaknya tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) terhadap dua mitra dagangnya yakni Kanada dan Meksiko diharapkan dapat menurunkan panasnya tensi perang dagang yang tinggi kedepanya terhadap China.

"Terkait global ekspor itu semua mengalami penurunan akibat (perang dagang). Untuk growth ekspor sendiri tampaknya baru Vietnam dan India saja yang masih belum turun," ujar dia di Gedung Kemenko, Senin (10/6/2019).

Dia melanjutkan, kelanjutan perang dagang AS-China ke depan akan ditentukan dari hasil pertumbuhan ekonomi AS kuartal II 2019.

"Kepastiannya itu setelah pertumbuhan triwulan kedua, kalau hasilnya pertumbuhan ekonomi AS menurun, itu pasti nggak akan berlangsung lama ketegangan AS-China. Tapi kalau turun, saya termasuk yakin nggak mungkin AS ngotot terus menerus perang dagang tensi tinggi seperti sekarang ini," kata dia.

Sementara itu, untuk Indonesia, pihaknya menilai pemerintah sebaiknya mengurangi impor terlebih dahulu untuk produk-produk berpengaruh langsung. Produk itu ialah barang belanja modal yang bisa diproduksi di dalam negeri.

"Karena impor kita kontraksinya lebih besar dari ekspor akibat perang dagang ini maka salah satu caranya ialah mengerem dulu impor yang tidak berpengaruh langsung dan bisa diproduksi dalam negeri," kata dia.

"Berpengaruh langsung itu misalnya barang-barang belanja modal, kalau mesin-mesin bagus tuh untuk investasi, ya jangan di rem. Bisa mengenerate lapangan pekerjaan, output baru dalam ekonomi," ia menambahkan.

 

China Ungkap Jurus Baru Tekan AS Terkait Perang Dagang

Sebelumnya, Pemerintah China disebut telah meningkatkan tekanan pada Amerika Serikat (AS) guna memaksakan langkah-langkah ekonomi, sebagai tanggapan atas buntunya negosiasi perdagangan antara kedua negara.

Dalam beberapa hari terakhir, sebagaiman dikutip dari CNN pada Jumat, 7 Juni 2019, China telah mengimbau warga negaranya untuk tidak mengunjungi atau belajar di AS, yang berpotensi merugikan universitas dan destinasi wisata Negeri Paman Sam.

Kusutnya hubungan diplomatik antara kedua negara disebut terkait gagalnya pembicaraan perdagangan bulan lalu.

Negosiasi telah ditangguhkan tanpa batas waktu sejak Donald Trump meningkatkan tarif terhadap semua impor China, yang dituduhnya gagal mempertahankan komitmen dalam kesepakatan dagang sebelumnya.

Sebaliknya, China juga merespons dengan versi hukumannya sendiri terhadap barang-barang AS, yang mulai berlaku pekan lalu.

Kini, banyak pihak menerka-nerka apakah kedua negara dapat melanjutkan pembicaraan dagang pada akhir pekan ini, ketika Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menghadiri KTT ekonomi G-20 di Jepang.

Sejauh ini, pemerintahan Trump enggan berkomitmen apakah Mnuchin akan bertemu dengan mitranya dari Tiongkok, Wakil Perdana Menteri Liu He, di sela-sela KTT.

Di antara pertemuan-pertemuan bilateral yang akan dilakukan oleh Mnuchin di Fukuoka adalah pertemuan dengan pada menteri keuangan Jepang, Jerman, Prancis dan Italia, bersama dengan Gubernur Bank Rakyat China Yi Gang.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya