Liputan6.com, Atherton - Pendiri WhatsApp, miliarder Jan Koum, menghabiskan dana fantastis dalam usahanya untuk menyatukan rumah-rumah untuk menjadi rumah compound (gabungan).
Properti yang ia bangun pun ditaksir sebagai yang termahal di kota terkaya di Amerika Serikat (AS), yaitu Atherton, negara bagian California.
Melansir Business Insider, Jan Koum menghabiskan USD 77 juta atau Rp 1,1 triliun (USD 1 = Rp 14.329) demi memenuhi hasratnya. Total ada lima rumah dan setidaknya dua mansion yang ia beli untuk proyek ini.
Advertisement
Baca Juga
Uang USD 57 juta dihabiskan dalam tempo empat tahun untuk membeli dan merenovasi lima rumah. Sisa USD 20 juta lagi untuk menambah dua mansion dan garasi bertingkat seluas 929 meter persegi.
Praktik membangun compound seperti yang dilakukan Jan Koum ternyata cukup lumrah di kalangan miliarder Silicon Valley yang meraup banyak uang dari sektor teknologi.
Wilayah Atherton tersebut berdekatan dengan markas Facebook, Google, Tesla, dan Universitas Stanford. Berbagai miliarder teknologi seperti Meg Whitman dan Eric Schmidt juga tinggal di sana.
Jan Koum juga sebetulnya sudah punya rumah di wilayah itu, yakni seharga USD 8,8 juta atau kini setara Rp 154,7 miliar jika disesuaikan inflasi. Berdasarkan data Forbes, kekayaan Jan Koum sebesar USD 9,8 miliar (Rp 140,4 triliun).
Jan Koum merupakan salah satu pendiri WhatsApp yang kemudian dibeli Facebook. Tahun lalu, ia keluar dari Facebook karena protes masalah perlindungan data. Sang miliarder berkata ingin menghabiskan waktunya untuk menjalankan hobinya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bukan Soal Duit, Ini Pesan Miliarder Michael Bloomberg buat Generasi Muda
Ternyata uang bukanlah sesuatu yang kerap didengungkan miliarder dunia. Seperti Michael Bloomberg yang menegaskan jika uang bukanlah segalanya. Bahkan buat generasi muda, miliarder ini berkata banyak hal yang lebih bermakna ketimbang gaji semata.
Pemimpin perusahaan Bloomberg itu menyampaikan pesannya pada sebuah acara yang berlangsung di Harvard Business School. Begitu mencari kerja setelah lulus, Bloomberg mengimbau untuk fokus pada kebahagiaan dan kesempatan untuk berkembang.
"Ketika kamu menimbang pilihan kerja, bahkan jika di masa depan ketika kamu ingin mengubah karier, buanglah gaji dari pertimbangan," ujar Bloomberg seperti dikutip The Ladders.
"Apa yang penting bagi kariermu bukanlah gaji awal, melainkan perkembangan dan kebahagiaan. Uangnya akan menyusul kelak," lanjutnya.
Berdasarkan pengalaman Bloomberg selama setengah abad di dunia politik dan bisnis, ia turut berkata bahwa masyarakat lebih menaruh hormat kepada orang yang bisa membuat perubahan ketimbang sekadar punya uang.
"Dan saya bisa memberitahumu, setelah 50 tahun lebih di dunia bisnis dan pemerintahan, orang-orang lebih banyak respek ke mereka yang menciptakan perbedaan di masyarakat ketimbang kepada orang yang hanya menghasilkan uang," ujar Bloomberg ke para mahasiswa.
Nasihat lain yang miliarder itu tawarkan ke para pemuda adalah ajakan jujur, dermawan, menghindari sifat rakus, dan agar jangan meremehkan nilai pegawai.
Kepada para calon pemimpin bisnis, ia mengingatkan bahwa banyak perusahaan yang justru menggaji karyawan dengan kecil, sementara gaji CEO terlampau besar. Bloomberg menilai hal itu justru tidak tepat.
"Di Bloomberg, kami membayar pegawai dengan baik, kami berinvestasi pada pelatihan dan pendidikan mereka, dan kami menawarkan benefit terbaik dari industri. Sebagai gantinya, pegawai kami membayar balik sepuluh kali lipat lewat pengabdian dan loyalitas mereka," ujar Bloomberg.
Advertisement
Miliarder Uang Kripto Amalkan Setengah Kekayaan
Miliarder Ben Delo (35) asal Inggris masuk jajaran miliarder yang menyumbangkan sebagian besar kekayaannya demi kemanusiaan. Ia mengaku ingin menjaga masa depan generasi selanjutnya, melalui amal yang diberikan.
Delo juga merupakan salah satu pemuda terkaya di Inggris. Amal ini diberikan melalui The Giving Pledge, yakni sebuah inisiatif yang diprakarsai Warren Buffett dan Bill Gates agar para orang kaya raya mau menyumbang harta mereka.
"Ambisi saya sekarang adalah melakukan hal sebaik mungkin dengan kekayaan saya. Bagi saya, ini berarti mendanai tugas untuk menjaga generasi masa depan dan melindungi prospek jangka panjang umat manusia," ujar Delo di situs resmi The Giving Pledge.
Tahun lalu, Sunday Times menyebut Ben Delo adalah miliarder termuda yang meraih kekayaan dengan hasil sendiri (self-made). Kekayaannya ditaksir sekitar USD 3,6 miliar.
Menurut miliarder itu, meski zaman sekarang amat sejahtera, tetapi terdapat hal-hal yang membahayakan manusia seperti senjata nuklir dan perubahan iklim. Delo juga memandang teknologi seperti kecerdasan buatan dan biologi sintetis juga membawa tantangan tersendiri.
Bermacam faktor kritis itulah yang menginspirasi Delo agar semua orang bekerja sama dan membuat rencana yang memikirkan masa yang akan datang. Oleh karenanya, ia tertarik berkolaborasi dengan para tokoh yang berkontribusi di The Giving Pedge.
"Saya berterima kasih pada Bill dan Melinda Gates dan Warren Buffett untuk menciptakan inisiatif penting ini," ujar Delo.
The Giving Pledge pertama berdiri pada tahun 2010 dan para miliarder pun banyak yang ikut bergabung. Nama lain yang ikut menjadi pledger termasuk Pangeran Alwaleed bin Talal, Michael Bloomberg, Vladimir Potanin, Mark Zuckerberg dan istri, serta yang terbaru yakni MacKenzie, mantan istri Jeff Bezos.