Huawei: Kami Rugi Rp 423,4 Triliun tapi Tak Bakal Mati

Huawei masih percaya diri meski akan kehilangan ratusan triliun dalam penjualan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 21 Jun 2019, 20:01 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2019, 20:01 WIB
Logo Huawei
Huawei (Foto: Huawei)

Liputan6.com, Shenzhen - CEO Huawei Ren Zhengfei angkat bicara mengenai dampak perang dagang ke perusahaan yang ia bangun. Ia berkata Huawei akan kehilangan USD 30 miliar atau Rp 423,4 triliun dalam pertumbuhan penjualan akibat perang dagang (USD 1 = Rp 14.113).

Dampak itu akan terasa selama 2019 dan 2020. Akibatnya, pemasukan Huawei akan tetap stagnan meski tahun lalu sempat naik 19,5 persen menjadi USD 107,1 miliar (Rp 1.511 triliun), demikian laporan South China Morning Post.

"Kami memperkirakan total pendapatan penjualan kami akan hilang sebanyak USD 30 miliar (Rp 423,4 triliun), maka (pendapatan) kami akan sekitar USD 100 miliar (Rp 1.411 triliun) di tahun 2019 dan 2020," ujar Ren Zhengfei dalam diskusi bertajuk A Coffee With Ren di Shenzhen.

Pada pertengahan Mei lalu, Amerika Serikat (AS) memasukan Huawei sebagai daftar hitam sehingga menyulitkan perusahaan untuk berbisnis di AS. Kondisi ini diperparah karena Android dan Windows juga mensuspensi layanan mereka ke Huawei.

Meski demikian, ia menyatakan bahwa Huawei tidak akan mati dengan mudah. Usai 2020, ia berkata Huawei akan kembali bangkit dan lebih baik dari sebelumnya.

"Setelah semua ini, kita akan menjadi tambah kuat. Kita adalah burung-burung yang tidak akan mati," ujarnya. "Kami tidak akan mati dengan mudah," lanjutnya.

Ren pun menekankan bahwa Huawei masih tetap memimpin 5G. Dia menambahkan pihaknya masih terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai negara termasuk dengan AS. Ia percaya hubungan ke depan antara AS dan Huawei akan cerah.

"Kami mungkin sekarang dikekang, tetapi belum tentu begitu di masa depan. Para generasi ke depan akan bekerja sama, bukan pada 5G, tapi mungkin pada 8G atau 100G. Saya pikir pada akhirnya kami tetapi ingin melayani rakyat Amerika," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Huawei Pangkas Pengapalan Smartphone Premium

Huawei HQ
Device Laboratory milik Huawei di Beijing, Tiongkok. Liputan6.com/Andina Librianty

Pemblokiran AS, membuat Huawei mengubah banyak rencananya, termasuk untuk produk flagship. Menurut laporan, Huawei memangkas pengapalan smartphone flagship.

Dilansir Phone Arena, Huawei pada awal bulan ini mulai memangkas pesanan untuk lini P30, termasuk P30 Pro. Huawei P30 Pro merupakan handset paling premium perusahaan saat ini.

Tak hanya itu, Huawei juga dilaporkan mulai memangkas pesanan untuk seri Mate 30, yang dijadwalkan rilis pada Oktober tahun ini.

Seri terbaru itu juga akan hadir dengan varian Mate 30 Pro. Pemangkasan ini berarti jumlah pengapalan awal yang direncanakan juga akan dikurangi.

Masalah pemblokiran membuat Huawei tidak bisa bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan AS, termasuk tak lagi bisa menggunakan OS Android. Masalah ini juga berdampak pada performa perusahaan.

Pihak Huawei memperkirakan pengapalan smartphone miliknya di pasar internasional akan turun 40 hingga 60 persen pada tahun ini. Pada 2018, perusahaan mengapalkan 206 juta unit ponsel dengan setengahnya di luar Tiongkok.

Huawei Akui Tak Bisa Kuasai Pasar Smartphone Tahun Ini

Huawei Nova 3i dan Xiaomi Mi A2
Huawei Nova 3i dan Xiaomi Mi A2 (Liputan6.com/ Agustin Setyo W)

Huawei mengakui tak bisa merealisasikan targetnya untuk merajai pasar smartphone pada akhir tahun ini. Masalah pemblokiran perdagangan oleh AS, membuat perusahaan membutuhkan waktu lebih lama untuk merealisasikannya.

Hal tersebut disampaikan oleh Chief Strategy Office Consumer Business Group Huawei, Shao Yang. Namun, Yang tidak mengungkapkan soal target perusahaan untuk tahun ini.

Yang mengatakan, Huawei saat ini menjual sekitar 500 ribu hingga 600 ribu unit smartphone di pasar global setiap hari. Jika bisa mempertahankan angka penjualan tersebut, maka Huawei dapat mengapalkan antara 101 dan 121 juta unit tambahan smartphone sepanjang sisa tahun ini.

Kendati demikian, hal tersebut kemungkinan sulit dicapai. Pasalnya, pemblokiran perdagangan terhadap Huawei membuat sejumlah perusahaan teknologi memutus kerja sama.

Dalam hal ini termasuk aplikasi Google dan OS Android, yang kemungkinan besar tidak bisa lagi digunakan oleh Huawei jika masalahnya dengan pemerintah AS tak kunjung mendapatkan jalan keluar.

Adapun pasar smartphone pada tahun ini masih dikuasai oleh Samsung. Perusahan asal Negeri Ginseng tersebut merupakan salah satu yang diuntungkan dengan terganggunya bisnis Huawei sebagai kompatitor utama di pasar smartphone.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya