Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menegaskan, pemerintah tidak memiliki utang ke Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya senilai USD 138,23 juta.
Hal ini terkait penyataan Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya yang‎ akan membayar utang ke pemerintah, atas dana antisipasi untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga yang terdampak luapan lumpur Sidoarjo sebesar Rp 773,3 miliar.
Untuk meluniasi utang tersebut, Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya masih menunggu piutangnya kepada pemerintah sebesar USD 138 juta atau Rp 1,9 triliun dibayar.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher ‎ngatakan, utang yang dianggap Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya, ‎merupakan unrecovered cost atau biaya penggantian kegiatan pencarian migas (cost recovery) ke operator oleh negara. Dalam hal ini, biaya atas operasi ‎migas Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya‎ di Wilayah Kerja Migas Brantas.
"Atas unrecover cost tersebut masih subject to be audit," kata Wisnu, di Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Menurut Wisnu, pembayaran cost recovery ‎dari negara ke operator Wilayah Kerja Migas, harus sesuai dengan kontrak Kerjasama yang telah disepakati antara Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya, dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
"Hanya bisa dibayarkan dari hasil operasi dengan jangka waktu sesuai kontrak WK Brantas," tegasnya.
Wisnu melanjutkan, mekanisme pembayaran biaya tersebut, dilakukan sepanjang ada produksi dari wilayah kerja, dibatasi jangka waktu kontrak wilayah kerja atas pendapatan yang diperoleh.
"Mekanisme nya, sepanjang ada produksi dari WK tersebut dengan dibatasi jangka waktu WK, atas pendapatan yang diperoleh dapat digunakan untuk bayar unrecover cost, yang nilainya akan subject to be audit," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PPLS Jamin Warga Bebas dari Rembesan Lumpur Lapindo
Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) hari ini mulai melakukan perbaikan tanggul di titik 67 Kedungbendo, Tanggulangin, Sidoarjo. Perbaikan tanggul diharapkan bisa mengantisipasi melubernya air dan lumpur ke permukiman warga.
Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Hengki Listria Adi mengungkapkan saat ini pihaknya mendatangkan material pasir dan batu (sirtu), dan alat pengeruk di titik 67. Selain itu, pihaknya juga akan menutup sementara akses di titik 68.
"Karena ini kan sumber air dan lumpurnya mengalir dari titik 68. Jadi, sementara ini harus ditutup dulu alirannya yang mengarah ke Utara," tutur Hengki, Selasa (9/10/2018).
Semenjak terjadinya penurunan tanggul, pihaknya terus berupaya untuk mengatasi permasalahan tanggul dengan cara menurunkan debit air terlebih dahulu. Elevasi yang sebelumnya mencapai 8-9 meter, menurun menjadi 6 meter.
"Memang, air dan lumpur kemarin sempat tinggi. Makanya kita buang dengan cara overflow dan diteruskan menggunakan pompa paku ke titik 83, lalu menggunakan kapal keruk. Dan selanjutnya dilakukan penanganan tanggul utama," jelasnya.
Di sisi lain, pihaknya juga melakukan pembuatan alur dari pusat semburan ke arah selatan, meski sebagian air dan lumpur mengarah ke Utara. "Pembuatan alur itu untuk mengurangi beban air dan lumpur yang ada di titik Utara. Makanya kita arahkan ke selatan, kemudian dialirkan ke Sungai Porong," terangnya.
Sejauh ini, lanjutnya belum ada air dan lumpur yang meluber ke permukiman warga. Petugas melakukan pengukuran dan mengupayakan untuk perbaikan tanggul. Nantinya, juga akan dilakukan peninggian dan penguatan tanggul.
Â
Advertisement
Trauma Terjebak Lumpur Lapindo, Warga Tanggulangin Mengungsi Malam-malam
Sepuluh kepala keluarga di Dusun Pologunting Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, mengungsi malam-malam. Hal itu menyusul amblesnya tanggul penahan lumpur Lapindo yang ada di titik 27 Kedungbendo, Tanggulangin, Sidoarjo.
Ketua RT 11, RW 3 Dusun Pologunting, Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Khoirul Anam mengatakan, sebagian warga mengungsi ke rumah sanak saudaranya. Warga khawatir akibat penurunan tanggul, lumpur mengalir dan kembali membanjiri pemukiman warga.
"Sembilan kepala keluarga sudah mengungsi tadi. Ditambah satu lagi kepala keluarga akan mengungsi juga," kata Khoirul Anam yang juga mengungsi ke rumah saudaranya, Jumat 5 Oktober 2018 malam.
Warga masih trauma dan dihantui peristiwa semburan lumpur Lapindo pada tahun 2006. Saat itu desa di Kecamatan Porong dan Tanggulangin tenggelam.
"Waktu itu kan kejadiannya saat warga tengah tertidur yakni menjelang shubuh. Nah, kita khawatir, kejadian itu terulang kembali. Salah satunya, ya tanggul jebol," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Mustofa (60), ia mengaku memboyong istri dan tiga anak serta dua cucunya mengungsi malam-malam. Alasannya, menjaga keselamatan keluarganya dari hal-hal yang membahayakan. Ingatan soal lumpur Lapindo yang menenggelamkan rumah warga masih membekas kuat.
"Untuk sementara waktu kita mau pindah. Kita juga enggak tahu kejadian apa nantinya setelah tanggul jebol," ungkap Mustofa.
Dirinya belum memperkirakan sampai kapan akan mengungsi. Dia berencana akan tinggal di perumahan Puri Sidoarjo, tempat tinggal anaknya. "Yang jelas kita menunggu sampai aman," kata Mustofa.
Tanggul Jebol, Petugas Usung 'Prajurit' Halau Lumpur Lapindo
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo berencana mengalirkan air dari sebelah Utara ke Selatan. Pihaknya juga sudah menyiapkan empat pompa di desa Ketapang dan tiga pompa di Desa Glagah Arum, Kecamatan Tanggulangin.
Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Hengki Listria Adi mengatakan, volume debit air di pusat semburan lumpur saat ini memang cukup tinggi. Sehingga tanggul penahan lumpur Lapindo tidak kuat menahan dorongan air.
"Volume debit air ini kan mengarah ke Utara. Sedangkan tanggul mungkin tidak kuat menahan air. Sehingga lama-lama mengalami penurunan, miring dan mengenai samping tanggul dan tanggul pun jadi turun," tutur Hengki, Jumat 5 Oktober 2018.
Menurutnya, longsor terjadi dititik 67 Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, dengan kedalaman mencapai 5 meter sepanjang 100 meter. Ini bukan kali pertama mengalami penurunan tanah. Sebelumnya, penurunan tanah juga terjadi di titik 68 Kedungbendo lantaran tidak bisa menahan dorongan air.
"Dulu juga sama seperti ini. Tidak bisa menampung air yang sangat banyak. Fluktuatif. Perhari bisa mencapai 70.000 meter kubik perhari dari pusat semburan," katanya.
Saat ini, pihaknya bersama petugas BPLS sedang berupaya mengalirkan air dari sebelah Utara (titik tanggul jebol) ke sebelah Selatan. Hal itu sebagai langkah antisipasi agar air tidak meluber kebawah dan mengenai pemukiman warga.
"Hari ini kita optimalkan untuk pembuangannya (air). Kemudian akan dilakukan perbaikan tanggul," tambahnya.
Pihaknya sudah menyiapkan tujuh pompa. Bak prajurit, pompa itu diletakkan di titik rawan melubernya lumpur Lapindo. Masing-masing berada di titik Desa Ketapang sebanyak empat pompa dan tiga pompa lainnya di titik Desa Glagah Arum Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo.
Kemudian pihaknya juga meminta agar warga tetap tenang terkait tumpahnya lumpur Lapindo. Sehingga petugas bisa bekerja dengan baik agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan.
Advertisement