Negosiasi AS-China Cegah Dampak Terburuk Perang Dagang

Kesepakatan AS-China untuk kembali berunding penting untuk memastikan trade war tidak semakin meruncing.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Jul 2019, 10:30 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2019, 10:30 WIB
Perang Dagang China AS
Perang Dagang China AS

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha menyambut baik kesepakatan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping untuk memulai kembali perundingan tentang perang dagang. Hal ini dinilai akan memberikan angin segar bagi negara lain termasuk Indonesia.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, dengan keinginan kedua negara untuk kembali melakukan perundingan, diharapkan mampu menahan dampak perang dagang menjadi lebih luas.

"Ini berita baik bahwa komitmen untuk melanjutkan negosiasi penyelesaian perang dagang datang langsung dari kedua kepala negara AS dan China Komitmen politik tersebut penting untuk memastikan trade war tidak semakin meruncing atau meluas dalam waktu dekat," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta.

Menurut Shinta, meskipun perang dagang membuka peluang perolehan akses pasar atau potensi peningkatan investasi bagi Indonesia, namun secara keseluruhan berpotensi merugikan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Namun, perlu diperhatikan bahwa Presiden Trump dan Presiden Xi hanya memberikan komitmen politik untuk melanjutkan negosiasi penyelesaian trade war bukan trade war itu sendiri. Komitmen untuk terus negosiasi dan komitmen untuk menyelesaikan perang dagang adalah dua hal yang berbeda. Jadi penyelesaian perang dagang itu sendiri tetap akan tergantung pada mandat negosiasi dan negotiator kedua negara," kata dia.

Untuk itu, lanjut Shinta, Indonesia perlu mengelola ekspektasi penyelesaian perang dagang dengan bijak.

"Tidak bisa terlalu hopeful tapi juga tidak bisa terlalu pesimis, terlebih karena hal yang sama pernah terjadi sebelumnya di tahun 2018 yang melahirkan negosiasi penyelesaian perang dagang itu sendiri namun berakhir dengan stagnasi negosiasi AS-China pada Maret-April lalu," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bank Dunia Harap Segera Tercipta Resolusi Perang Dagang AS-China

Presiden AS Donald Trump didampingi Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutannya di Beijing
Presiden AS Donald Trump didampingi Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutannya di Beijing (AP Photo/Andrew Harnik)

Amerika Serikat (AS) telah sepakat untuk tidak memberlakukan tarif dagang baru untuk China. Selain itu, AS dan China kini sedang melakukan pembahasan terkait masalah ketegangan dagang yang sudah terjadi beberapa waktu lalu.

Lead Economist World Bank Indonesia, Frederico Gil Sander, mengatakan bahwa turunnya tensi perang dagang AS-China merupakan dampak positif dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Sebagai informasi pertemuan tersebut diselenggarakan di Osaka, Jepang.

"Apa dampak dari pertemuan G20 bagi hubungan, perdagangan global dan sektor eksternal Indonesia. Sangat jelas itu merupakan perkembangan yang sangat positif," kata dia, di Jakarta, Senin (1/7/2019).

Meredanya tensi perang dagang, lanjut dia memberikan sinyal positif bagi turunnya ketidakpastian dalam ekonomi global.

"Resolusi tensi perdagangan antara AS dan China bisa merupakan perkembangan yang sangat yang sangat positif bagi ekonomi global," jelas dia.

Dia menjelaskan, ketidakpastian dalam ekonomi global bakal mengganggu para investor yang hendak menanamkan modal. Ketidakpastian tentu mengganggu rencana bisnis dan investasi. Hal ini tentu akan berdampak negatif bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia.

"Investor, baik investor yang melakukan FDI maupun yang financial investor, ketidakpastian merupakan sesuatu yang merugikan," urai dia.

Karena itu, pihaknya berharap agar perkembangan positif tersebut dapat terus berlanjut sehingga tensi perang dagang terus menurun dan pihak yang bertikai dapat menemukan solusi dari masalah yang sedang terjadi.

"Kita harap akan terjadi resolusi (perang dagang)," tandasnya.

Rupiah Menguat Usai Donald Trump Bertemu Presiden China

Perang Dagang AS vs China
Perang Dagang AS vs China

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini. Sentimen positif pendorong penguatan rupiah adalah pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping.

Mengutip Bloomberg, Senin (1/7/2019), rupiah dibuka di angka 14.082 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.126 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.082 per dolar AS hingga 14.119 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mampu menguat 1,97 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.117 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.141 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah di pada awal pekan ini menguat usai pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.

Analis Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto mengatakan, bertemunya kedua pemimpin negara dengan ekonomi terbesar itu memang berdampak positif bagi rupiah.

"Sangat positif sekali. Terutama karena adanya semacam 'gencatan senjata' perang dagang. Penundaan pengenaan tarif 25 persen terhadap sisa produk impor asal Tiongkok sebesar 300 miliar dolar AS," ujar Rully dikutip dari Antara.

Ketegangan perang dagang AS dan China sedikit mengendur setelah kedua pemimpin negara bertemu di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Osaka, Jepang.

Kedua negara sepakat akan merundingkan kembali isu perang dagang yang telah membuat tatanan perekonomian global mengalami guncangan.

Seusai pertemuan tersebut Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menegaskan akan mengurangi ketegangan atas perang dagang dengan meningkatkan kerja sama lebih lanjut.

Pernyataan tersebut diharapkan dapat meredam dampak perang dagang antar kedua negara yang berlangsung setahun lebih.

AS dan China Damai, Harga Emas Bakal Tertekan?

20170406-Donald Trump Bertemu dengan Xi Jinping di Florida-AP
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum melakukan pertemuan di resor Mar a Lago, Florida, Kamis (6/4). Isu perdagangan dan Korea Utara diperkirakan menjadi isu utama pembahasan kedua pemimpin negara tersebut. (AP Photo/Alex Brandon)

Harga emas diperkirakan tertekan setelah KTT G20 di Osaka, Jepang, berjalan dengan lancar dan diakhiri gencatan senjata perang dagang Amerika Serikat (AS)-China. Harga emas pun terpantau turun ke 1.410 per ounce.

"Harga emas mencapai target estimasi saya yaitu 1.423 terhadap dolar selama perdagangan Jumat, namun harga mulai menurun mengikuti persetujuan Presiden AS Donald Trump dan pemimpin China Xi Jinping pada pertemuan G20. Keduanya mengakhiri pekan perdagangan menjadi 1.410 di bawah zona support 1.411, sekarang menjadi zona resistance," ujar analis independen FX Street, Denis Joeli Fatiaki.

Sebelumnya, hasil KTT G20 disorot analis karena hubungan AS dan China bisa memberi dampak ke emas. Ini mengikuti sinyal dari the Fed yang urung menurunkan suku bunga, padahal sebelumnya harga emas naik karena kabar suku bunga akan dipangkas.

Ross Strachan, ekonomi komoditas senior di Capital Economist berkata sentimen positif setelah pertemuan G20 dapat dijadikan alasan bagi beberapa trader untuk mengambil untung dari emas, demikian laporan Kitco.

Analis komoditas dari Bank of America Merrill Lynch menyebut ada risiko pada emas dalam jangka pendek, namun kondisi makroekonomi global yang memburuk bisa mendorong emas ke harga USD 1.500 per ounce.

Meski saat ini G20 berakhir dengan damai tanpa tarif, para ekonom di Nomura mengatakan dampak positif hanya berlangsung dalam jangka pendek. Ekonom Nomura memperkirakan akan ada tarif baru dari AS ke China pada September mendatang, dan itu akan berdampak baik ke harga emas. 2 dari 4 halaman

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya