Donald Trump Putuskan Embargo Total, Venezuela Makin Menderita

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan akan melakukan embargo total bagi Venezuela.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 06 Agu 2019, 13:14 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2019, 13:14 WIB
Ribuan warga Venezuela mengantre masuk ke wilayah Kolombia untuk berbelanjan (AP/Ferley Ospina)
Ribuan warga Venezuela mengantre masuk ke wilayah Kolombia untuk berbelanjan (AP/Ferley Ospina)

Liputan6.com, Washington D.C. - Venezuela sedang menghadapi banyak masalah: krisis listrik dan air, rakyat terpaksa membeli daging busuk, menjual rambut demi uang, dan jutaan rakyatnya kabur ke negara lain.

Masalah tersebut terus bertambah seiring Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengerahkan embargo total bagi Venezuela. Dengan ini, Venezuela sudah satu level dengan Korea Utara, Iran, Suriah, dan Kuba yang mendapat sanksi serupa.

Dilaporkan The Wall Street Journal, Selasa (6/8/2019), keputusan ini berdasarkan perintah eksekutif (executive order) yang membekukan seluruh aset pemerintah Venezuela dan juga melarang transaksi dengan negara tersebut. Langkah ini selaras dengan pernyataan Presiden Trump sebelumnya untuk lanjut memberi sanksi ke Venezuela yang didukung Iran dan China.

Sanksi akan menimpa semua individu atau perusahaan, baik perusahaan asing atau asal AS, yang berbisnis atau memberi dukungan bagi siapa pun yang terafiliasi dengan pemerintahan Nicolás Maduro.

Pemilu Venezuela pada 2018 yang dianggap curang juga dijadikan Presiden Trump sebagai basis untuk mengerahkan embargo. AS telah mendeklarasikan dukungan kepada tokoh oposisi Juan Guaidó sebagai presiden interim.

"Mengingat adanya perebutan kekuasaan oleh rezim Nicolás Maduro yang tidak sah, serta pelanggaran HAM di rezimnya, adanya penahanan sewenang-wenang terhadap warga Venezuela, dan pembatasan kebebasan pers, dan usaha terus-menerus untuk menjegal Presiden interim Juan Guaidó," jelas Trump dalam suratnya kepada Kongres AS.

Pemerintah Trump juga sedang bekerja untuk mengajak berbagai negara untuk mengisolasi rezim Maduro demi menggesernya dari kekuasaan. Australia, Britania Raya, Kanada, Australia, Belanda, Korea Selatan, Jepang, Jerman, Portugal, Swedia, dan berbagai negara Amerika Selatan seperti Argentina, Brasil, dan Chile, ikut mendukung Guaidó. Tetapi negara seperti Rusia, China, dan Turki masih mendukung Maduro.

Penasihat Kemananan Nasional AS, John Bolton, juga mendukung embargo besar-besaran ini. Ia menilai langkah yang sama telah sukses di Panama dan Nikaragua, dan ia percaya juga akan berfungsi di Kuba dan Venezuela.

Pemerintahan sosialis Venezuela telah gagal membangun ekonomi berkelanjutan Inflasi besar-besaran terjadi, ada krisis energi, dan tercatat ada empat juga rakyatnya yang kabur ke negara lain. Ini menjadikan kondisi Venezuela sebagai krisis kemanusiaan terburuk di belahan bumi Barat.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Akankah Negara Lain Mengikuti?

Presiden Venezuela Nicolas Maduro (AP/Ariana Cubillas)
Presiden Venezuela Nicolas Maduro (AP/Ariana Cubillas)

Sanksi baru AS juga memiliki sanksi sekunder yang menargetkan bank, perusahaan asuransi, dan firma lainnya yang ikut terlibat melayani klien di Venezuela. Akan tetapi, belum jelas apakah sekutu Venezuela mau mengikut sanksi AS.

"Gedung Putih saja kesulitan untuk menegakkan sanksi Iran. Untuk sanksi Venezuela, bahkan para sekutu yang setuju posisi AS, seperti negara-negara Eropa dan Amerika Latin, belum berkoordinasi pada kebijakan sanksi," jelas Benjamin Gedan, mantan penasihat Barack Obama yang kini menjadi penasihat di Wilson Center, sebuah think tank di Washington, D.C.

Embargo serupa bagi Iran dan Kuba juga tidak mencegah China dan Rusia untuk berbisnis dengan dua negara tersebut. Pengamat lain juga mengingatkan bahwa sanksi seperti ini justru bisa "mengungtungkan rezim Maduro. Pasalnya, Maduro bisa terus menyalahkan AS atas kegagalan negaranya.

Tekanan komunitas internasional membuat sistem produksi minyak Venezuela menurun hampir 50 persen tahun lalu. Maduro juga menolak lengser dan terus bergantung pada militer dan membuka tangan bagi negara yang mau membantunya.

Menjual Rambut demi Segenggam Asa

Puluhan Ribu Demonstran Tuntut Presiden Venezuela Mundur
Puluhan ribu demonstran antipemerintah menuntut pengunduran diri Presiden Venezuela Nicolas Maduro di Caracas, Venezuela, Sabtu (2/2). Krisis kekuasaan internal di Venezuela tengah mencapai titik terpanasnya. (AP Photo/Juan Carlos Hernandez)

Pada awal tahun ini, dikabarkan wanita Venezuela sampai harus berjuang ekstra demi bertahan pada situasi sulit. Bagaikan Fantine di cerita Prancis Les Miserables, wanita di Venezuela sampai menjual rambutnya.

Dilansir dari BBC, harga rambut yang dipotong langsung dari pemilikinya dibanderol hingga 45 pound sterling Pembeli adalah pria paruh baya bernama Luis Fernando. Ia berharap, uang yang para perempuan dapat lewat menjual rambut dapat meningkatkan hajat hidup mereka.

"Ketika mereka datang untuk memotong rambut, itu karena kemiskinan mereka sangan ekstrim, dan mereka melakukan ini sebagai cara terakhir mendapatkan uang," ujar pria berkumis itu.

Luis menawarkan jasanya di tengah jalan dan memanggil-manggil calon pembelinya. Dia sudah memotong ratusan rambut perempuan Venezuela yang tengah mengungsi.

Rambut-rambut itu ia kemudian jual ke tukang rambut palsu dan ekstensi. Luis pun memahami betul perasaan para perempuan yang sampai harus memotong rambutnya.

"Para wanita Venezuela pasti sangat sakit ketika harus menjual rambut mereka. Rambut itu bagian dari mereka," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya