Pemerintah Siapkan Insentif Pembangunan Pembangkit Panas Bumi

Demi mempercepat pembangunan PLTP, pemerintah siapkan insentif bagi para pengusaha

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 13 Agu 2019, 19:20 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2019, 19:20 WIB
20160330- Progres Pembangun PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso-Sulut-Faizal fanani
Tiang pemancang terpasang di pembangunan PLTP Unit 5 & 6 di Tompaso, Sulut, Rabu (30/3). PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) terus mengembangkan energi yang berfokus pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang merencanakan pemberian insentif untuk mendorong pengembangan panas bumi di Indonesia.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) FX Sutijastoto mengatakan, untuk mendorong pengembangan energi panas bumi dibutuhkan terobosan. Salah satunya pemberian insentif agar investasi pada proyek panas bumi lebih kompetitif.

"Pemerintah akan mengupayakan menyiapkan insentif, sehingga harga panas bumi itu kompetif‎,"‎ kata Sutijastoto dalam pembukaan The 7 th Indonesia International Geothermal, Convention and Exebition 2019, di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (13/8/2019).

Menurut Sutijastoto, insentif yang sedang disiapkan untuk pengembangan panas bumi adalah penggantian biaya infrastruktur dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) oleh pemerintah.

“Kita lihat, seperti infrastruktur mestinya bisa enggak di-reimburse pemerintah untuk panas bumi," ‎tuturnya.

‎Sutijastoto menyebutkan, salah satu infrastruktur dari PLTP yang biaya pembangunannya bisa ditanggung negara adalah transmisi kelistrikan.

"Karena sebagian pembangunan infrastruktur sudah ditanggung developer,” tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

JK: Pengembangan Energi Panas Bumi di Indonesia Sangat Lambat

20170419-Wapres JK Nyoblos Pilkada Jakarta di TPS 03-Herman
Wapres Jusuf Kalla (JK) mendatangi TPS 03 Kelurahan Pulo, Jakarta Selatan, Rabu (19/4). Ditemani istri, Mufidah Kalla dan sang cucu, JK memberikan suaranya pada Pilkada DKI putaran kedua di TPS bernuansa Betawi tersebut. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengkritik pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Menurutnya, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) tersebut berjalan sangat lambat.

Dia bercerita, pembangkit panas bumi yang terpasang saat ini baru mencapai 1.948,5 MW. Angka tersebut sangat mnim mengingat energi ini sudah dikembangkan sejak 35 tahun lalu.

Diketahui, pembangkit panas bumi pertama di Indonesia, yakni pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang, telah dikembangkan puluhan tahun lalu. 

"Jadi kalau kita bisa mengatakan bahwa walaupun sudah 7 kompers Pak Ketua ini kemajuannya lambat sekali. 7 kali bikin pameran, hasilnya baru 2000 Mw," kata JK di The 7th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE), Selasa (13/8/2019).

Dia juga mengkritik terkait kerja sama EPC antara Geodipa operator panas bumi dan kontraktor. Untuk pembangunan PLTP Dieng Small Scale 10 MW.

"Kalau mau tandatangan perjanjian dibuka Wapres dan Menteri masa 10 MW. Harusnya 200 MW gitu kek, dengan asing lagi. Kalau kerja sama dengan pengusaha lokal boleh lah ya, 10 MW. Pakai perjanjian diteken aduh kelewatan itu tidak percaya diri," kata JK.

 

Energi Terbarukan Lainnya Juga Lambat

Pemanfaatan Tenaga Surya Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif
Teknisi melakukan perawatan panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap yang dibangun sejak 8 bulan lalu ini mampu menampung daya hingga 20.000 watt. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Dia juga mengatakan bukan hanya geotermal saja yang lambat. Puluhan tahun, kata dia, energi terbarukan sudah berkembang tetapi belum ada kemajuan yang signifikan. Sebab itu menurut dia, teknologi bukan masalah karena bisa dikuasai.

"Karena itu kelambatan ini harus sama-sama diperbaiki prosesnya, Pak Wamen dengan asosiasi, dengan PLN, duduk, apa masalahnya karena tahun 2025 kita, 5 atau 6 tahun ke depan, kalau selama 35 tahun ini saja baru mencapai 8 ribu sedangkan ini harus 3 kali lipatnya dalam waktu enam tahun," kata JK.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya