Rugi Banyak, Miliarder Hong Kong Ingin Demo Akbar Segera Berakhir

Aksi demonstari besar-besaran ini bikin duit orang terkaya Hong Kong ludes hingga USD 1 miliar.

oleh Athika Rahma diperbarui 16 Agu 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2019, 18:00 WIB
Aksi protes warga Hong Kong menolak RUU ekstradisi ke China daratan (AFP Photo)
Aksi protes warga Hong Kong menolak RUU ekstradisi ke China daratan (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan masyarakat Hong Kong terkait rancangan undang-undang (RUU) Ekstradisi menyebabkan kerugian bagi banyak pihak.

Salah satunya, orang terkaya ke-8 di Hong Kong ini, yang dikabarkan kehilangan harta hingga USD 1 miliar atau Rp 14,2 triliun (asumsi kurs 1 Dolar = Rp 14,268) selama protes berlangsung.

Mengutip laman Business Insider, Jumat (16/08/2019), adalah Peter Woo, miliarder real estate Hong Kong yang mengalami nasib apes itu. Dirinya yang tidak terima menuntut agar protes segera dihentikan.

Hilang duit, akhirnya harta orang terkaya ini 'hanya' tinggal sebesar USD 11 miliar.

"Ini waktunya untuk memikirkan lebih dalam tentang hal ini. Perlawanan ini merupakan 'pohon besar', dan pohon ini harus segera tumbang," ungkapnya.

Bukan cuma Woo, keluarga kaya raya lainnya, Merlin Swire (pemilik maskapai penerbangan Cathay Pacific) dan keluarga Kwok juga menuntut agar aksi demonstrasi segera dihentikan agar kekayaan mereka bisa utuh.

"Swire Pacific sangat prihatin terhadap kerusuhan dan kericuhan yang terjadi di Hong Kong," ungkap konglomerat itu.

Sebagai informasi, aksi ini menyebabkan volatilitas pasar dan mengganggu penerbangan di negara tersebut. Kekayaan para miliarder Hong Kong langsung terjun bebas hingga 13 persen di tahun 2018. Hingga saat ini, belum diketahui kapan protes akan berakhir.

Miliarder Hong Kong Memohon Agar Protes Akbar Berakhir

Ribuan PNS Hong Kong Ikut Demo Tolak RUU Ekstradisi
Demonstran menunjukkan pesan tuntutan mereka saat ribuan pegawai negeri sipil (PNS) mengikuti unjuk rasa menolak RUU Ekstradisi di Hong Kong, Jumat (2/8/2019). Banyak PNS yang memakai topeng hitam untuk menyembunyikan identitas mereka. (LAUREL CHOR/AFP)

Taipan Hong Kong akhirnya angkat suara menolak protes besar-besaran di negerinya yang dinilai sudah melewati batas hukum. Miliarder Peter Woo Kwong-ching (73) menyebut tindakan anarkis yang terjadi sudah mirip tindakan terorisme.

"Tindak kekerasan yang melanggar hukum dan intimidasi terhadap masyarakat sipil demi mengejar tujuan politik, beberapa orang bilang itu adalah definisi terorisme di Kamus Bahasa Inggris Oxford. Saya meminta kepada setiap kelompok: baik yang merah, kuning, biru, putih atau hitam, tolong jangan menggunakan kekerasan," ujar Woo seperti dikutip South China Morning Post.

Untuk diketahui, pendemo anti-pemerintah China di Hong Kong identik dengan pakaian hitam, sementara pro-pemerintah China mengenakan warna putih. Mayoritas pendemo juga anak muda, yakni 60 persen, yang notabene kalangan kelas menengah terdidik.

Para taipan properti di Hong Kong mulai dari CK Hutchison, Henderson Land Development, Sun Hung Kai Properties, dan New World Development, juga menyiarkan petisi agar masyarakat menyetop semua protes ilegal. CK Hutchison sendiri adalah perusahaan milik miliarder terkaya Hong Kong, Li Ka-shing.

Pasar properti angkat suara karena mall-mall di Hong Kong sedang dilema, sebab mereka perlu memilih antara melarang polisi masuk ke mall untuk meringkus pendemo atau membiarkan polisi masuk mall. Mall milik miliarder Peter Woo kena damprat media pemerintah China karena "melindungi" pendemo. Sebaliknya, jika pengelola mall membiarkan polisi masuk mall, maka pihak pendemo akan murka.

Peter Woo berkata demo mestinya sudah berakhir karena tuntutan membatalkan RUU Ekstradasi sudah berhasil. Namun, kini pendemo ingin Pemimpin Eksekutif Carrie Lam mundur sebagai satu dari lima tuntutan mereka.

Demo sekarang pun dinilai hanya mengulang gerakan Occupy Central yang terjadi di Hong Kong pada 2014 lalu. Gerakan itu juga dikenal bernama Gerakan Payung sebagai simbol melawan gas air mata polisi.

"RUU Ekstradisi sudah game over. Lima tuntutan yang ada hanyalah pretensi untuk memperjuangkan apa yang gagal pada gerakan Occupy Central yang sudah melewati apa yang diizinkan hukum," ujar miliarder itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya