Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) memastikan, kegiatan produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari kilang Cilacap tetap Aman, meski sumber pasokan minyak mentah dari Arab Saudi menghentikan produksi akibat serangan drone.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, pasca peristiwa serangan drone yang terjadi di fasilitas Saudi Aramco Sabtu (14/9/2019), Pertamina telah melakukan koordinasi dengan Saudi Aramco, untuk memastikan pengiriman minyak mentah berjalan sesuai jadwal.
Â
Advertisement
Baca Juga
"Hingga saat ini tidak ada perubahan jadwal untuk shipping ke Pertamina," kata Fajriyah, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Fajriyah mengungkapkan, dari Arab Saudi melalui perusahaan minyaknya Saudi Aramco, Pertamina mengimpor minyak jenis Arabian Light Crude, untuk diolah di kilang Cilacap sebesar 110 ribu barel per hari.
"Terkait pasokan minyak mentah, jenis Arabian Light Crude," ujarnya.
Menurut Fajriah, Pertamina telah berupaya, untuk memastikan Arabian Light Crude yang diolah di Kilang IV Cilacap tetap aman.
"Pertamina terus memantau dan berkomunikasi intensif dengan pihak Saudi Aramco," tandasnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kilang Arab Saudi Diserang Drone, Sri Mulyani Waspadai Kenaikan Harga Minyak
arga minyak melonjak mencapai level tertinggi sejak Mei pada perdagangan Senin kemarin. Hal tersebut terjadi di tengah kekhawatiran gangguan pasokan menyusul serangan pesawta tanpa awak terhadap fasilitas minyak Arab Saudi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mewaspadai pengaruh kenaikan harga minyak dunia tersebut terhadap Indonesia. Dia menyebut, pemerintah terus mencermati kondisi politik yang saat ini terjadi antara Amerika Serikat (AS), Iran dan Arab Saudi.
"Kami belum tahu nanti akan seperti apa, karena ini akan merupakan sesuatu yang akan kita lihat reaksinya dari Saudi, dari Amerika Serikat, Iran, dan segala macam yang merupakan suatu kombinasi. Yang tidak hanya akan punya sentimen tapi betul-betul konstelasi politik dan keamanan. Jadi itu yang akan menjadi fokus kami," ujarnya di Kemenkeu, Jakarta, Selasa (16/9/2019).
Sri Mulyani melanjutkan, selama ini asumsi harga minyak dalam negeri memang lebih rendah dari minyak dunia. Secara jangka pendek hal tersebut akan menjadi upaya untuk mengatasi pengaruh kenaikan minyak dunia.
"Kalau dilihat dari APBN asumsi selama ini kan malah lebih rendah. Kami melihat bahwa, pertama kalau koreksi yang sifatnya jangka pendek mungkin masih bisa akan terabsorb," jelasnya.
Meski demikian, pemerintah akan terus melihat perkembangan kondisi politik dan keamanan di setiap negara penghasil minyak tersebut untuk jangka panjang. "Yang harus kita perhatikan mungkin lebih kepada dampak jangka menengah panjang, yaitu dinamika stabilitas keamanan dan politik di Timur Tengah," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Harga Minyak Melonjak Imbas Serangan Drone ke Kilang Arab Saudi
Serangan drone yang menghantam kilang minyak di Arab Saudi akhir pekan lalu membuat negara tersebut terpaksa kehilangan pasokan minyak.
Insiden yang membuat 50 persen pasokan minyak negara tersebut terhenti itu mau tak mau berdampak pada harga minyak dunia. Mengutip Reuters, Senin (16/09/2019), harga minyak sempat melonjak belasan persen, bahkan mencapai titik tertinggi sejak Mei.Â
Dilaporkan, harga minyak jenis Brent berjangka sempat naik hingga 19 persen menjadi USD 71,95 per barel, tertinggi sejak 14 Januari 1991. Sedangkan untuk harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) sempat naik 15 persen ke level tertinggi di angka USD 63,34 per barel, tertinggi sejak 22 Juni 1998.
Hingga pukul 09.40 waktu setempat, harga minyak Brent berada di posisi USD 65,77 per barel, naik 8,4 persen dari posisi sebelumnya.
Begitu pula dengan harga minyak mentah WTI yang melonjak ke posisi USD 59,54, naik 7,88 persen dari posisi sebelumnya.Â