Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, pembangunan fasilitas pengolahan mineral (smelter) Gresik sesuai dengan rencana, hal ini berdasarkan evaluasi enam bulan.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, berasarkan hasil evaluasi dilakukan secara langsung, pencapaian kemajuan pembangunan smelter sebear 3,8 persen, hal ini sesuai dengan rencana kerja yang direncanakan.
"Saya kira sudah sesuai (rencana kerja). Ya walaupun (progresnya)," kata Yunus, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/9/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Yunus, saat ini realisasi pembangunan smelter Freeport sudah sampai pada tahap pematangan lahan, dengan menyiapkan pengerasan tanah.
"Sudah kelihatan banyak kegiatan. Sampe diborin untuk menghilangkan airnya karena di dalamnya ada lapisan lumpurnya supaya dia tidak goyang, supaya stabil. Dan itu kegiatannya banyak sekali," papar Yunus.
Evaluasi kemajuan pembangunan smelter dilakukan setiap enam bulan, untuk mendapat rekomendasi Surat Persetujuan Ekspor (SPE). Untuk Freeport telah mendapat SPE pada Maret 2019, dengan begitu ekspor konsentrat perusahaan tersebut diperpanjang selama satu tahun.
Kapasitas smelter yang dibangun Freeport di Gresik sebesar 2 juta ton konsentrat tembaga, fasilitas tersebut ditargetkan dapat beroperasi pada 2020.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menunggu Smelter Freeport di Gresik
Menteri BUMN, Rini Soemarno mengatakan, PT Freeport Indonesia (PTFI) akan memiliki pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dengan kapasitas hingga empat juta ton konsentrat tembaga per tahun di Gresik, Jawa Timur.
"Jadi smelter itu sekarang sudah ada (pembangunan) di Gresik untuk satu juta ton. Dan kita akan tambah lagi di Gresik sampai empat juta ton," kata Menteri BUMN Rini Soemarno di Tambang Grasberg bawah tanah, Mimika, Papua, Minggu 28 Juli 2019, dilansir Antara.
PT Freeport Indonesia yang kini 51 persen sahamnya dimiliki BUMN dan pemerintah daerah Papua sedang membangun smelter di Gresik yang ditargetkan dapat beroperasi pada 2022. Hingga Februari 2019, progres pembangunan smelter Freeport baru mencapai 3,86 persen. Investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian itu sebesar USD 2,8 miliar.
Rini berharap PT FI juga akan membangun smelter di Papua. "Tentunya kami juga berharap, kami ingin bangun juga smelter di Papua," ujarnya.
Pembangunan smelter di Gresik ini amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba). Agar tidak mengekspor bahan mentah, perusahaan tambang diwajibkan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk hasil pertambangan.
Melalui tim pengawasan independen (independent verificator), pemerintah akan mengevaluasi progres pembangunan dalam rentan waktu enam bulan sekali. Jika tidak mencapai target yang telah ditentukan setiap enam bulan, maka izin ekspor perusahaan tersebut akan dicabut.
Advertisement