Indonesia Bersiap Hadapi Krisis Global, Ini Harapan Pengusaha

Upaya Indonesia agar terhindari dari dampak terburuk krisis dengan cara menggencarkan investasi masuk dan ekspor.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 06 Okt 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2019, 19:00 WIB
krisis-ekonomi-130912b.jpg
Ilustrasi krisis.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengungkap laporan Bank Dunia yang menyebutkan jika dalam satu atau satu setengah tahun, dunia akan dilanda krisis keuangan global.

Upaya Indonesia agar terhindari dari dampak terburuk krisis dengan cara menggencarkan investasi masuk dan ekspor.

Dunia usaha pun menanggapi langkah pemerintah tersebut, dengan harapan ada konsistensi dalam segi kebijakan.

Pemerintah diharap berjuang meyakinkan pasar mengenai kejelasan, stabilitas, efisiensi, dan daya saing ekonomi Indonesia. Namun hal tersebut sulit tercapai akibat masih ada peraturan yang tidak sinkron dari sisi birokrasi.

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengakui bahwa dalam satu-dua tahun ke depan akan makin banyak ancaman resesi.

Tetapi, ia yakin jika kebijakan pemerintah konsisten, maka akan tercipta efek domino yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap stabil meski ada krisis global. Sayangnya, konsistensi itu belum tercapai.

"Banyaknya perizinan usaha, ekspor, impor, investasi yang diwajibkan UU atau peraturan berbagai kementerian, kebijakan pemerintah daerah yang tidak sinkron, sistem birokrasi seperti OSS yang tidak siap, dan lain-lain sehingga tidak memberikan dampak yang diinginkan terhadap peningkatan efisiensi, produktivitas, ekspor dan investasi," ujar Shinta Kamdani kepada Liputan6.com, Minggu (6/10/2019).

Shinta juga meminta agar pemerintah mampu menghadapi gejolak sosial dengan cara yang tidak represif atau anti-demokrasi.

Hal itu penting agar menunjukan kepada dunia internasional bahwa Indonesia memiliki ekonomi yang stabil, sehat, dan produktif.

Pemerintah serta diminta memprioritaskan percepatan reformasi kebijakan ekonomi nasional dan konsistensi pelaksanaan agar pelaku pasar domestik dan internasional bisa yakin untuk berbisnis di Indonesia.

Alhasil, bisa terjadi trickle-down effect seperti investasi, peningkatan output produksi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya beli masyarakat dan konsumsi domestik yang secara langsung memperkuat ketahanan ekonomi nasional dari ancaman resesi.

"Pada dasarnya di Indonesia paket-paket kebijakan yang lalu, termasuk kebijakan insentif pajak, pembangunan infrastruktur, kebijakan pembangunan SDM, dan lain-lain itu sudah bagus dan menarik untuk investor," jelas Shinta.

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

 

Hal Lain

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menyebut penting menahan efek negatif krisis global lewat memperkuat industri dalam negeri. Pemerintah pun diminta agar APBN diarahkan untuk fokus pada kandungan dalam negeri.

"Usaha kita kan dorong penggunaan dalam negeri. Terus ini TKDN kan masih rendah. APBN kita untuk membeli spending yang ada relasinya dengan dalam negeri harus dinaikin. Itu kan mendorong investasi nanti," ujar Benny.

Ia pun meminta pemerintah melakukan follow-up dari program-programnya. Benny mencatat ada beberapa program yang sudah baik seperti European Free Trade Association (EFTA) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), tetapi perlu ada kejelasan agar diikuti pelaku usaha..

"Jangan sampai perjanjian, tanda tangan, selesai," ucap Benny yang meminta agar pemerintah menunjang komunikasi dengan dunia usaha mengenai hal ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya