Indonesia Bakal Produksi Minyak 1 Juta Barel per Hari, Kapan?

SKK Migas memperkirakan buah dari upaya peningkatan produksi minyak ‎baru dirasakan dalam jangka panjang.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 10 Okt 2019, 15:49 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2019, 15:49 WIB
20160405- Rahasia Sukses Dirut Pertamina Dwi Soetjipto-Jakarta- Yoppy Renato
Dirut PT Pertamina, Dwi Soetjipto saat menjadi pembicara dalam tayangan Inspirato di Liputan6.com, Jakarta, Selasa (5/4). Salah satu hal yang mengantarnya meraih puncak karir adalah gemar melakukan kegiatan sosial. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan buah dari upaya peningkatan produksi minyak ‎baru dirasakan dalam jangka panjang.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan sejumlah upaya telah dilakukan untuk mendorong produksi migas, di antaranya dengan menerapkan teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) pada sumur tua.

"Pemanfaatan EOR jangka menengah kami terus mendorong implementasi EOR," kata Dwi, di Kantor SKK Migas, Jakarta, Rabu (10/10/2019).

Menurut Dwi, jika EOR diterapkan 2020 maka akan membawa dampak pada peningkatan produksi minyak Indonesia. Diperkirakan akan mencapai 1 juta barel per hari pada 2030.

"Gambaran demikian yang 2020an speed up kita berharap ini mungkin sudah sama-sama saling tau target 1 juta kita harap 2030-2033 demikian. EOR bisa berpengaruh 2033," ungkap Kepala SKK Migas tersebut.

‎Menurut Dwi, penahan laju penurunan produksi minyak juga terus diupayakan. Dia pun meminta para produsen migas menaati rencana kerja anggaran atau Work Plant and Budget (WPnB) yang sudah disepakati agar proyek yang digarap tidak terlambat pengoperasiannya.

"Kami meihat project yang ada terlmabat cukup panjang. Contoh Tangguh Train 3 delay 1 tahun mestinya tidak terjadi dalam proyek waktu 3-4 tahun delay 1 tahun ini sudah 30 persen biayanya cukup besar dan berujung pada cost recovery," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

SKK Migas Yakin Indonesia Raih Kembali Masa Keemasan Produksi Minyak dan Gas

20160405- Rahasia Sukses Dirut Pertamina Dwi Soetjipto-Jakarta- Yoppy Renato
Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto saat menjadi pembicara dalam tayangan Inspirato di Liputan6.com, Jakarta, Selasa (5/4). Dwi Soetjipto berbagi cerita tentang kisah suksesnya. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ‎optimistis masih ada masa keemasan produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia untuk kedua kalinya. Setelah mengalami penurunan sejak era 1990-an.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, masih ada harapan produksi migas Indonesia kembali meningkat, sebab dari 128 cekungan yang ada di Indonesia yang baru tereksplorasi baru 54 cekungan sedangkan sisanya 74 belum disentuh. Dari 54 cekungan sebanyak 19 cekungan yang baru berproduksi.

"Saya kira kita bangun optimisme ini, mungkin ini bisa jadi hal sangat penting adalah era keemasan kedua migas Indonesia," kata Dwi, saat menghadiri sarasehan migas nasional ke 2, di Kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (10/10/2019).

Dwi melanjutkan, dari 54 cekungan yang sudah dieksplorasi terdapat potensi minyak sebanyak 3,8 miliar barel, sedangkan 74 cekungan yang belum tersentuh ada potensi menyimpan kandungan minyak 7,5 miliar barel.

"Jadi masih ada potensi yang sangat besar," ibuh Dwi.

Menurut Dwi, terjadi perubahan paradigma pencarian migas di Indonesia, dengan bergesernya pencarian kandungan migas dari darat (onshore) menjadi di lautan dalam (offshore), kemudian dari wilayah barat ke‎ timur Indonesia.

"Offshore itu ada POD dari Blok Masela jadi gambaran penting potensi laut dalam dan bergerser ke daerah timur, maka potensi sangat besar," tuturnya.

Tantangan

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Mantan Direktur Utama Pertamina ini mengungkapkan, dalam kegiatan pencarian migas kedepannya akan menemukan beberapa tantangan, yaitu tingginya biaya investasi dan risiko, sehingga membutuhkan tingkat pengembalian modal (Internal Rate of Return/IRR) ‎yang besar serta waktu eksplorasi yang lama.

"Risiko yang banyak IRR harus masuk angka besar dan periode eksplorasi yang cukup panjang ini jadi kendala," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya