Sri Mulyani Terus Berjuang Atasi Defisit Neraca Perdagangan

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sendiri sudah mengambil langkah untuk menekan defisit neraca perdagangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Nov 2019, 17:02 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2019, 17:02 WIB
Rapat Perdana, Sri Mulyani - DPR Evaluasi Kinerja 2019 dan Rencana 2020
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (4/11/2019). Ini merupakan rapat perdana Menkeu dengan Komisi XI DPR RI. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengakui defisit neraca perdagangan RI sejauh ini masih belum bisa diatasi. Hal itu dikarenakan, permintaan pada sektor minyak dan gas (Migas) setiap tahunnya terlampau tinggi, sehingga mau tidak mau impor di sektor tersebut terus dilakukan.

“Kalau dilihat dari neraca migas yang negatif memang transaksi perdagangan sulit untuk positif,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, di Gedung DPR Jakarta, Senin (4/11/2019).

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sendiri sudah mengambil langkah untuk menekan defisit neraca perdagangan. Salah satunya penerapan B20 atau campuran 20 persen biosolar pada solar. Namun dia tak menyebutkan berapa besar penerapan B20 untuk mengurangi defisit neraca perdagangan.

“Penerapan B20 untuk mengatasi ini. Yang lain meningkatkan ekspor di sektor lain,” kata dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Neraca Dagang Indonesia Defisit USD 160 Juta di September

Kinerja Kerja Ekspor dan Impor Menurun
Aktivitas pekerja bongkar muat peti kemas di Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/10/2019). Angka tersebut menurun 9,99% dibandingkan Agustus 2018 yang sebesar US$ 15,9 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada September 2019 sebesar USD 160 juta. Defisit tersebut disebabkan oleh defisit sektor migas sebesar USD 761 juta dan surplus non migas sebesar USD 601 juta.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit neraca perdagangan Indonesia sejak awal tahun hingga September 2019 telah mencapai USD 1,9 miliar. Angka ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kuartal III tahun ini. 

"Neraca dagang mengalami defisit sebesar USD 0,16 miliar atau USD 160 juta. Posisi tahun lalu periode yang sama surplus, tahun ini defisit. Angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal III akan dipengaruhi oleh defisit ini," ujarnya di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (15/10).

Suhariyanto mengatakan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus terbesar terhadap Amerika Serikat, kemudian India lalu disusul oleh Belanda. Sementara itu, neraca perdagangan mengalami defisit terhadap Australia, Thailand dan Tiongkok.

"Untuk Amerika Serikat kita surplus USD 6,8 miliar, India turun tipis menjadi USD 5 miliar dan juga Belanda. Tetapi kita juga masih defisit terbesar kepada Tiongkok, lalu terhadap Thailand dan juga Australia," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya