Jokowi Janji Masalah Defisit Transaksi Berjalan Selesai dalam 4 Tahun

Jokowi ingin adanya subsitusi bahan baku impor untuk mengurangi defisit transaksi berjalan.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Nov 2019, 11:26 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2019, 11:26 WIB
Presiden Jokowi Pimpin Rapat Perdana Kabinet Indonesia Maju
Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat kabinet paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019). Dalam rapat kabinet paripurna perdana tersebut mendengarkan arahan Presiden dan membahas anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi berjanji akan menyelesaikan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dalam 4 tahun ke depan. Penyelesaian defisit tersebut akan dilakukan melalui transformasi ekonomi.

"Kemudian ini yang 10 tahun belum bisa menurunkan current account defisit tapi, saya meyakini dengan transformasi ekonomi maksimal kita bisa selesaikan 4 tahun namanya defisit transaksi berjalan kita," ujarnya di Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Dia membeberkan penyakit penyebab membengkaknya defisit transaksi berjalan dalam 10 tahun terakhir. Pertama, karena Indonesia sebagian besar masih mengandalkan komoditas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, impor juga banyak dilakukan untuk migas.

"Kita tergantung bertahun-tahun di komoditas baik kuantitas maupun harganya, harga komoditas selalu turun dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, impor besar minyak dan gas, barang baku dan modal juga," jelasnya.

Ke depan, Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga menginginkan adanya subsitusi bahan baku impor. Dia juga ingin industri bergerak cepat untuk melakukan hilirisasi dan menambah nilai sumber daya alam serta komoditas ada di Indonesia.

"Pertama peningkatan ekspor dan substitusi impor hanya satu, hilirasi, industrialisasi, kita tidak mau lagi impor barang mentah keluar, sayang, nikel stop kita harus pindahkan ke barang setengah jadi atau barang jadi karena hilirisasi nikel ini akan jadi produk yang punya nilai tambah yang besar."

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Neraca Perdagangan Oktober 2019 Surplus Imbas Impor Susut

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statsitik (BPS) mencatat adanya surplus pada neraca perdagangan Oktober 2019. Realisasi ini membaik dari posisi neraca perdagangan Oktober 2018 yang mengalami defisit sebesar USD1,75 miliar.

Begitu pula bila dibandingkan secara bulanan, mengalami perbaikan dari September 2019 yang tercatat defisit USD163,9 juta.

Kepala BPS, Suhariyanto menjelaskan adanya surplus tersebut bukan karena kinerja ekspor yang moncer. Melainkan adanya penurunan tajam pada nilai impor. 

"Menjadi catatan, surplus ini tercipta bukan karena ekspor yang naik, tapi karena impor turun lebih dalam. Ekspor kan juga tercatat turun," kata dia dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, pada Jumat 15 November 2019.

Adapun surplus sebesar USD 161,3 miliar tersebut disumbang oleh sektor nonmigas sebesar USD 990,5 juta. Sektor minyak dan gas (migas) sendiri tercatat masih mengalami defisit sebesar USD 829,2 juta.

Nilai impor Oktober 2019 tercatat mencapai USD14,77 miliar. Realiasi ini mengalami penurunan tajam sebesar 16,39 persen dibandingkan dengan Oktober 2018 yang sebesar USD17,67 miliar. Namun bila dibandingkan dengan September 2019 terjadi peningkatan 3,57 persen dari USD14,26 miliar.

Kemudian nilai ekspor tercatat mencapai USD14,93 miliar. Realisasi ini mengalami penurunan 6,13 persen dari Oktober 2018 yang mencapai USD15,91 miliar. Tetapi dibandingkan dengan September 2019 mengalami peningkatan 5,92 persen dari USD14,10 miliar. “Laju ekspor-impor di Oktober 2019 dipengaruhi sejumlah dinamika ekonomi global,” ujarnya.

Di mana perdagangan internasional melemah dan harga komoditas bergerak fluktuatif. Seperti harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang tercatat menurun jadi USD59,82 per barel dari September 2019 yang sebesar USD60,84 per barel.

Di samping itu, ada pula komoditas nonmigas yang mengalami penurunan kinerja yakni karet, nikel, dan perak. Serta komoditas nonmigas yang mengalami peningkatan kinerja yakni coklat, batu bara, minyak sawit, juga seng. "Diharapkan surplus neraca dagang tercipta, karena kinerja ekspor tumbuh dan impor menurun," ujarnya.

Secara rinci, pada komoditas non migas tercatat mengalami surplus USD990,5 juta. Sedangkan pada migas terjadi defisit sebesar USD829,2 juta.

Defisit migas terdiri dari nilai minyak mentah yang mengalami defisit USD237,5 juta dan hasil minyak defisit USD1 miliar. Namun pada gas tercatat surplus USD409,4 juta.

Adapun sepanjang Januari-Oktober 2019 kinerja neraca perdagangan Indonesia masih tercatat defisit sebesar USD1,79 miliar. Realisasi ini lebih baik dari periode Januari-Oktober 2018 yang defisit sebesar USD5,5 miliar.

Sementara itu laju komoditas nonmigas sepanjang awal tahun hingga akhir Oktober 2019 tercatat surplus sebesar USD5,48 miliar. Lebih rendah dari posisi akhir Oktober 2018 yang surplus USD5,2 miliar.

Sedangkan untuk komoditas migas tercatat defisit sebesar USD7,2 miliar. Nilai itu lebih baik dari periode yang sama di tahun lalu yang mengalami defisit sebesar USD10,8 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya