Berkaca dari Kasus Jiwasraya, Lembaga Penjamin Polis Harus Dibentuk

OJK harus memastikan setiap perusahaan asuransi memiliki risiko bisnis, risiko likuiditas, dan risiko pasar yang aman dan terukur.

oleh Athika Rahma diperbarui 23 Jan 2020, 08:30 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2020, 08:30 WIB
Ilustrasi Jiwasraya
Ilustrasi Jiwasraya (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus gagal bayar yang dialami perusahaan asuransi Jiwasraya memberi dampak yang tidak remeh. Sedikit demi sedikit, meskipun tak terukur, kepercayaan masyarakat terhadap asuransi yang katanya bakal melindungi di masa depan memudar.

Publik harus terus mendorong agar penyelesaiannya tidak semata menggunakan pendekatan hukum, namun pendekatan korporasi dan ekonomi strategis. Salah satunya dengan mendorong pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP).

Pengamat Ekonomi Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita menyarankan agar pembentukan LPP oleh pemerintah dan DPR disegerakan.

"Dengan adanya lembaga tersebut, masyarakat tidak takut lagi dananya hilang akibat diselewengkan. Kepercayaan masyarakat terhadal industri nasional akan meningkat," ujar Ronny kepada Liputan6.com, Kamis (23/1/2020).

Lebih lanjut, jika memang serius ingin menyelesaikan kasus Jiwasraya, pemerintah harus segera mengajukan rancangan undang-undang (RUU) LPP ke DPR atau memasukkannya ke Omninuslaw yang segera dibahas di parlemen.

Jika menilik kebelakang, memang sejak krisis 1998, industri asuransi sudah digerogoti penyakit yang tak kunjung sembuh, bahkan semakin akut dari waktu ke waktu.

"Mau tak mau, sekarang momentum yang tepat bagi pemerintah untuk mereformasi industri asuransi. Reformasi harus dimulai dari pengelolaan risiko (risk management)," ujarnya.

OJK harus memastikan setiap perusahaan asuransi memiliki risiko bisnis, risiko likuiditas, dan risiko pasar yang aman dan terukur. Lalu menjamin penegakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG).

"(Oleh karenanya) pembentukan LPP harus menjadi bagian dari reformasi industri asuransi nasional," imbuhnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kejagung Blokir 35 Rekening Milik 5 Tersangka Kasus Jiwasraya

Ilustrasi Jiwasraya
Ilustrasi Jiwasraya (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah mengatakan, pihaknya sudah memblokir 35 rekening dari 5 tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Kami sudah mintakan untuk blokir rekening sebanyak 35 rekening milik 5 tersangka di 11 bank dan ada beberapa tindakan tetap di pelacakan aset yang akan terus kami upayakan tindakan penyitaanya," kata Febrie di Kompleks Kejagung, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Ia menyebut, 35 rekening yang diblokir tersebut berasal dari bank yang berada di dalam negeri.

"Dalam negeri semua (Bank-nya) dan kami juga masih dengan PPATK masih menelusuri di mana saja rekening yang terkait dengan transaksi Jiwasraya," ucap Febrie.

Meski begitu, Febrie mengaku, belum mengetahui secara pasti berapa jumlah atau nominal saldo dari masing-masing rekening milik para tersangka yang diblokir.

"Belum tahu dong kita (nilainya) kami baru minta pemblokiran. Nanti baru kami lihat untuk kami tindak lanjuti dengan penyitaan," ujarnya. 

Febrie menegaskan, semua rekening yang telah diblokir berkaitan dengan kasus dugaan korupsi Jiwasraya. "Kami indikasikan masuk uang dari hasil kejahatan yang sedang kami sidik, uang pembelian investasi saham oleh Jiwasraya," tegasnya.

Meski sudah memblokir 35 rekening milik lima tersangka, jaksa penyidik akan terus menelusuri keberadaan uang hasil kejahatan korupsi Jiwasraya.

"Sementara ini masih di 5 tersangka yang kami lakukan pelacakan asetnya. Tapi tidak tertutup kemungkinan nanti ke depan akan kami lihat pihak-pihak yang diduga berafiliasi, mana aset yang terkait dengan kepemilikan para tersangka akan tetap kami lakukan penyitaan," tutup dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya