Perlukah Fungsi OJK Dikembalikan ke Bank Indonesia?

Fungsi pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap industri keuangan sampai saat ini dinilai sudah baik dan tepat.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jan 2020, 19:40 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2020, 19:40 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kineja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belakangan tengah menjadi sorotan pasca mencuatnya kasus Jiwasraya dan banyaknya saham-saham gorengan. Bahkan sebagian pihak meminta fungsi da tugas OJK dikembalikan ke Bank Indonesia.

Menanggapi hal ini, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih menyatakan fungsi pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap industri keuangan sudah baik dan tepat.

Dia menuturkan, keberadaan OJK masih sangat penting dalam mengawasi industri jasa keuangan. Lantaran industri jasa keuangan memiliki kontribusi yang besar bagi pembangunan perekonomian.

"Yang penting OJK diberi ruang di penguatan pengawasannya lebih baik, nonbank diberikan satu pelajaran yang bisa memberi jaminan seperti LPS," ujar Lana kepada wartawan di Jakarta, Senin (27/1/2020).

Terkait rencana DPR yang ingin mengembalikan fungsi OJK ke BI buntut dari kasus Jiwasraya, menurutnya hal itu hanya akan menambah persoalan. Seharusnya saat ini seluruh pihak fokus untuk menyelesaikan kasus Jiwasraya.

"Keberadaan OJK sangat diperlukan. Jangan lah menambah panas suasana. Menurut saya, rencana itu hanya akan menambah persoalan. Perlu dikaji lagi lah, karena waktu membuat keberadaan OJK kan panjang, masa karena satu kasus langsung dihapus," kata Lana.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tak Akan Mudah

Ilustrasi OJK 2
Ilustrasi OJK

Lana melanjutkan, jika pengawasan dikembalikan ke BI pun tak akan mudah. Waktu transisi yang diperlukan pun tak cukup hanya 1-2 tahun.

"Enggak gampang, transisi enggak semudah itu. Ini semua kan saling terkait, sistem keuangan enggak bisa terkotak-kotak seperti itu. Walaupun secara instutusi tetap, beda dengan pensiun, asuransi, ini semua saling kait mengkait," jelasnya.

Lana menuturkan, OJK saat ini telah melakukan pengawasan secara tepat. Hanya saja, kasus Jiwasraya ini dimainkan secara apik oleh pihak internal. "Ibaratnya rumah tuh, OJK sudah pagerin, udah pasang CCTV, udah pakai kawat listrik segala, tapi yang maling ya orang dalam itu sendiri," kata Lana.

Lagi pula, kasus Jiwasraya merupakan kasus lama. Menurut Lana, OJK sebagai lembaga pengawas pun telah memberikan peringatan kepada pihak Jiwasraya. Meski demikian, Lana menyarankan agar OJK ke depan bisa lebih ketat memberikan pengawasan.

"Barangkali memang ke depan OJK perlu lebih disipilin terhadap SOP sendiri. Kalau SOP satu kali belum kena SP3 kan ibaranya, kalau sampe kena SP3, langsung ambil tindakan tegas ke perusahaan itu sesegera mungkin," katanya.

"Kemarin kan itu mungkin si pemilik Jiwasrayanya menjanjikan perbaikan-perbaikan setelah diperingatkan OJK, tapi mungkin sampai sekarang enggak juga, sehingga kasusnya seperti ini sekarang," pungas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya