Dianggap Tak Konsisten Atur Industri Asuransi, Ini Perbaikan OJK

Otoritas Jasa Keuangan melakukan penyempurnaan mengenai aturan mengenai industri asuransi

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Feb 2020, 17:03 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2020, 17:03 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghapus aturan perusahaan perasuransian wajib memiliki direksi yang memiliki fungsi kepatuhan. Sebagai gantinya, fungsi kepatuhan ini boleh bisa dirangkap direksi lain atau pejabat setingkat dibawah direktur.

Hal ini sekaligus menindaklanjuti temuan Ombudsman yang menyatakan OJK tak konsisten dalam hal aturan tersebut.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 43 tahun 2019 tentang Tata Kelola Perusahaan Asuransi Pasal 8. Pada ayat (1) tertulis Perusahaan wajibmenunjuk 1 (satu) orang anggota Direksi yangmembawahkan fungsi kepatuhan.

Pada ayat (2) disebutkan anggota direksi yang membawahkan fungsikepatuhan tidak boleh dirangkap oleh anggota Direksi yang membawahkan fungsi teknik asuransi, fungsikeuangan, atau fungsi pemasaran.

Lahirnya aturan yang ditetapkan pada 31 Desember 2019 ini menghapus kewajiban perusahaan asuransi memiliki direktur kepatuhan. Sebagaimana tertuang pada pasal 7 POJK Nomor 73 tahun 2016, direktur kepatuhan wajib ada dan tidak boleh merangkap fungsi lain.

Kepala Departemen Pengawasan IKBN 1A OJK Ariastiadi membantah lahirnya aturan ini malah melonggarkan perusahaan asuransi dalam menjalankan roda bisnisnya. Sebaliknya, OJK ingin prinsip kepatuhan menjadi kultur di perusahaan perasuransian.

"Tidak berarti menghilangkan esensi tapi prinsip kepatuhan dijadikan kultur, di organisasi itu tetap ada," kata Ariastiadi di Gedung Soemitro Djojohadikusumo, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kamis (13/2/2020).

Prinsip kepatuhan tetap bisa terpantau karena masih ada proses penilaian yang dilakukan OJK sebagai pengawas secara berkala. Terpenting kata Ari, sapaannya, perusahaan tetap menjalankan dan memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas dan independen.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Selanjutnya

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Dalam aturan revisi ini juga mengatur fungsi kepatuhan tidak boleh dirangkap atau dibawah direktur teknis asuransi. Tidak boleh juga dirangkap direktur keuangan atau direktur pemasaran.

"Artinya, fungsi secara langsung yang berkaitan dengan pengambilan kewenangan mengganti resiko investasi," kata Ari.

Idealnya, fungsi kepatuhan berada dibawah direktur manajemen resiko. Langkah ini pun memang dirasa bertentangan dengan kondisi perusahaan asuransi saat ini.

Namun, kata Ari, kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan manfaat dan mudaratnya. Dia menegaskan fungsi kepatuhan tetap ada, hanya saja kini menjadi tanggung jawab dibawah direksi lain.

Keputusan tak boleh dirangkap dengan direktur teknis pun jadi antisipasi konflik kepentingan. Lebih lanjut ini sekaligus upaya optimalisasi.

"Jadi ini tidak dilonggarkan," kata Ari.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

 

Temuan Ombudsman: OJK Tak Konsisten Atur Industri Asuransi

ombud
Gedung Ombudsman RI (Liputan6.com/Setkab.go.id)

Ombudsman RI mempertanyakan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang tentang tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan asuransi. Sebab, Ombusman menilai ada inkonsistensi OJK dalam mengatur jabatan Direktur Kepatuhan dalam sebuah perusahaan asuransi.

"Kami melihat ada regulasi yg makin hari makin lemah," kata Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu (22/1/2020).

Pada tahun 2014, OJK mewajibkan adanya Direktur Kepatuhan pada POJK Nomor 2 tahun 2014. OJK memberikan waktu sampai 3 tahun kepada perusahaan untuk memiliki direksi dengan jabatan tersebut lewat aturan POJK nomor 73 tahun 2016.

Pada tahun 2019, aturan tersebut kembali direvisi menjadi POJK nomor 43 tahun 2019. Dalam aturan tersebut OJK kembali mewajibkan perusahaan asuransi untuk memiliki Direktur Kepatuhan.

Melihat dari temuan awal ini, beberapa perusahaan perasuransian belum memiliki Direktur Kepatuhan. Ombudsman mengindikasikan pengawasan dan penegakan aturan OJK belum berjalan maksimal.

Lalu, kata Alamsyah OJK kembali merevisi aturannya yang menyebutkan tidak wajib bagi perusahaan asuransi memiliki Direktur Kepatuhan. Bahkan mempersilakan jabatan tersebut dirangkap oleh direktur lain.

"Jadi peraturan itu makin hari makin dilonggarkan. Saya enggak tahu ada apa," kata Alamsyah.

Tak hanya itu, dalam pemilihan direksi dan komisaris, Ombusman juga melihat ada kejanggalan lainnya. Pada tahun 2014, dinyatakan pemilihan direksi perusahaan perasuransian harus melalui uji kemampuan dan kepatuhan.

Namun saat aturan POJK 73/2106, aturan itu dihilangkan. Cukup hanya lewat pernyataan persetujuan dari OJK. Alamsyah menilai perubahan ini dapat menurunkan akuntabilitas prosedur dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

"Kalau persetujuan kan prosedur betul-betul wewenang ada di OJK," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya