Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana akan mulai menyosialisasikan rancangan Undang-undang Omnibus Law setelah mendapatkan jadwal pembahasan bersama DPR RI. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan sosialisasi akan dilakukan diberbagi daerah.
"Sosialisasi dan juga terkait dengan update prosedur di DPR.Tentu kita masih menunggu dijadwalkan di DPR, baru kita bisa lakukan perencanaan berbasis penjadwalan di DPR," kata Airlangga di Komplek Istana Keperesidenan, Jakarta Pusat, Selasa (18/2).
Dia menjelaskan sosialisasi dan pembahasan Omnibus Law di parlemen harus berjalan secara paralel sehingga bisa efektif dan efisien. Dia juga menjelaskan seluruh kementerian akan terlibat dalam proses sosialisasi.
Advertisement
Baca Juga
"Masing masing menteri per sektor akan ikut dalam sosialisasi. Dan di setiap berbagai daerah menteri menteri akan turun, sesuai sektormya masing masing," ungkap Airlangga.
Kemudian dia juga menjelaskan, terkait durasi proses sosialisasi Omnibus Law akan mengikuti pembahasan DPR. Jika sesuai target yaitu 100 hari, setelah itu akan dilakukan sosialisasi.
"Semua sosialisasi kan tujuannya mencari masukan dan masukan itu nanti berproses melalui rapat dengar pendapat umum di DPR. Jadi itu dilakukan secara paralel," ungkap Airlangga.
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Profesi Perawat Paling Terdampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (DPP FSP Farkes Reformasi) Idris Idham, menilai bahwa dampak yang ditimbulkan apabila Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja disahkan oleh DPR, maka sektor rumah sakit yang akan menerima dampak besar.
Karena dalam RUU itu terdapat poin-poin yang merugikan kaum pekerja, yakni perubahan jam kerja, sistem kerja, kerja kontrak, outsourcing, upah minimum, dan pesangon.
"Bagi kami, jikalau upah per jam diberlakukan, maka sektor rumah sakit paling bahaya sekali. Pertama, kita lihat diperawat itu ada perawat-perawat yang jam kerjanya bergantian. Nah, jika seandainya itu terjadi maka yang akan menyebabkan outsourcing perawat," kata Idris dalam kegiatan Konferensi Pers KSPI, di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Maka dari itu, akan berkembang perusahaan-perusahaan penyaluran tenaga kerja yang akan sangat berkembang pesat. Seperti halnya penyaluran tenaga kerja asisten rumah tangga. Artinya perusahaan seperti rumah sakit hanya tinggal menelepon apabila membutuhkan tenaga kerja perawat di rumah sakit tersebut. Sehingga yang bekerja di rumah sakit itu, bukan pegawai atau pekerja yang asli dari rumah sakit yang bersangkutan.
Selain itu, dengan poin upah per jam akan menyebabkan dampak bagi perawat yang akan di outsourcing pekerjaannya, karena bebas tidak ada peraturan yang mengikat. "Banyak pekerjaan-pekerjaan yang nantinya digaji per jam, jika upah per jam, maka akan menyebabkan outsourcing, itu yang menjadi bahaya bagi teman-teman kita, dan saat ini ditempat-tempat rumah sakit sudah mengkhawatirkan itu," ungkapnya.
Karena menurutnya, sebelum masalah RUU cipta kerja ini muncul, dirinya bersama beberapa pihak rumah sakit diundang oleh menteri perekonomian untuk membahas tentang masa pemagangan, yang nantinya perawat dihitung kerjanya sebagai pegawai magang."Kita dengan asosiasi profesi rumah sakit kita menolak pemanggangan, karena itu membahayakan," tegasnya.
Demikian, ia menegaskan kembali bahwa pihaknya dari sektor farmasi dan kesehatan secara federasi, siap untuk menolak RUU cipta Kerja Omnibus Law itu. "Bahwa ini mengakibatkan para pekerja sudah gelisah, maka kami melawan," pungkasnya.
Advertisement