Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyebutkan bahwa porsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hanya 1 persen dari total industri asuransi dalam negeri.
"Kalau dilihat porsi Jiwasraya dibanding total industri ansuransi masih kecil, hanya 1 persen. Dampak Jiwasraya dari total, masih kecil sekali," paparnya dalam CNBC Economic Outlook, Rabu (26/02/2020).
Baca Juga
Meski hanya memiliki porsi 1 persen, namun polemik Jiwasraya cukup membuat kesimpangsiuran di masyarakat. Wimboh juga menjelaskan bahwa yang saat ini sedang dikoreksi bukan hanya Jiwasraya, melainkan satu ekosistem keuangan.
Advertisement
"Jangan khawatir, ini akan diselesaikan segera. Bukan hanya di Jiwasraya, tapi di pasar modalnya, ekosistemmnya kita perbaiki," ujar Wimboh.
Terkait dengan holding, OJK akan tunggu surat resmi dari pemeritah, dari BUMN, atau dari Jiwasraya sendiri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Siap Suntik Modal Jiwasraya, Ini Syaratnya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka opsi pemberian suntikan dana atas gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya. Namun, pemberian suntikan dana tersebut setelah adanya laporan final penyelidikan gagal bayar dari Kementerian BUMN.
"Kita nanti melihat proposal yang sifatnya lebih final, termasuk berbagai kemungkinan. Kalau sampai akan ada intervensi dari ultimate shareholder yakni Kemenkeu dalam bentuk apapun, maka itu masuk ke UU APBN," ujarnya di Pasific Place, Jakarta, Rabu (26/2/2020).
BACA JUGA
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sangat selektif terhadap penggunaan uang negara. Sehingga, untuk kasus Jiwasraya dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan terhadap seluruh aset dan ekuitas.
"Uang itu selektif untuk apa saja. Untuk Jiwasraya, secara corporate governance ditangani Kementerian BUMN sebagian BUMN di mana keseluruhan pengelolaan BUN itu di bawah kewenangan BUMN yang bicara corporate governance. Kemenkeu bagian ultimate shareholder," jelasnya.
"Dalam situasi ini, pemerintah melakukan stock taking, berapa kewajiban yang dihadapi dan berapa kemampuan aset dan ekuitas mereka untuk penuhi kewajiban tersebut. Karena adanya gap, maka dilakukan langkah-langkah restrukturisasi terhadap korporasi itu," sambungnya.
Advertisement