Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 283 laporan penipuan sepanjang Januari 2020. Rata-rata modus penipuan yang mengatasnamakan bea cukai ini memanfaatkan media sosial untuk menipu para korban.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC, Syarif Hidayat membeberkan beberapa modus penipuan yang kerap dilakukan oleh pelaku. Salah satunya adalah melalui jual beli online kiriman dalam negeri.
Dalam hal ini, pelaku biasanya menawarkan barang sitaan bea cukai, blackmarket, tanpa pajak atau barang kapal melalui media sosial, baik facebook hingga instagram. Setelah korban mentrasnfer uang, biasanya oknum pelaku lainnya menghubungi korban dengan mengaku sebagai petugas bea cukai.
Advertisement
Baca Juga
Setelah itu, pelaku biasanya menyatakan barang yang dibeli korban ilegal atau tidak dilengkapi PPN dan meminta korban mentrasnfer uang ke pelaku. Biasanya, disertai ancaman akan dijemput polisi atau denda puluhan juta jika tidak di transfer uangnya.
"Sering terjadi modusnya itu-itu saja tapi yang tertipu banyak. Dia akan melalukan komunikasi, menawarkan barang sitaan bea cukai, dengan harga murah beli satu gratis satu," kata dia dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (3/3).
Syarif menyebut modus penipuan lain yang biasa dilakukan oleh pelaku adalah lelang palsu. Dalam hal ini pelaku menawarkan lelang barang sitaan bea cukai melalui media sosial, dengan modus lelang tertutup namun resmi.
Nantinya, calon korban diminta untuk transfer uang ke rekening pribadi pelaku. Rata-rata rekening tujuan tersebut sudah disamarkan menjadi rekening bendahara lelang.
"Akun penipu ditulis pusat lelang eloktronik akal- akalan mereka untuk membuat korban percaya," imbuh dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Modus Penipuan Lain
Dia mengungkapkan, modus penipuan lainnya yang mengatasnamakan bea cuka juga terjadi melalui kiriman dari luar negeri. Biasanya, korban berkenalan dengan pelaku melalui media daring.
Setelah beberapa lama, pelaku memgirimkan barang kepada korban biasanya dalam bentuk barang HP, tas, emas dan benda berharga lainnya. Kemudian, oknum yang mengaku sebagai petugas bea cukai menyatakan bahwa paket ditahan karena kedapatan nilainya melebihi batas pembebasan.
Pada akhirnya, korban diminta untuk mentrasnfer sejumlah uang agar kiriman dapat diteruskan ke penerima. Modus ini paling banyak memakan korban dan kerugian relatif besar karena korban sangat percaya kepada pelaku.
"Modus ini paling banyak memakan korban, rata rata ini motifnya asmara. Rata rata kaum hawa," kata dia.
Sebagai infromasi, berdasarkan catatan DJBC Kementerian keuangan laporan penipuan pada 2018 sebanyak 1.463 orang. Angka ini meningkat, di mana pada 2019 laporan penipuan meningkat sebanyak 1.501 orang. Adapun mayoritas yang terkena modus penipuan adalah perempuan dengan presentase sebesar 70 persen. Sementara sisanya 30 persen laki-laki.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement