Dongkrak Bisnis Pelayaran, Pengusaha Tunggu Terbitnya UU Omnibus Law

Aturan dalam Omnibus Law dianggap cukup memberikan jalan bagi pelayaran nasional untuk semakin berdaya saing.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 04 Mar 2020, 11:30 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2020, 11:30 WIB
Kapal Hantu
Kapal kargo sepanjang 77 meter, MV Alta, terjebak di atas batu di dekat Ballycotton, Cork, Irlandia, Selasa (18/2/2020). "Kapal hantu" yang berlayar tanpa awak selama lebih dari satu tahun hanyut dan terbawa ke pantai selatan Irlandia menyusul sapuan Badai Dennis. (Cathal Noonan/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesian National Shipowners Association (INSA) menanti kepastian pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai akan mendorong iklim bisnis pelayaran nasional.

Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan, aturan dalam Omnibus Law yang juga mencakup sektor pelayaran nasional dianggap cukup memberikan jalan bagi pelayaran nasional untuk semakin berdaya saing.

"Kini kita perlu bersabar menunggu bagaimana proses omnibus law ini di DPR," ujar Carmita dalam sebuah pesan tertulis, Rabu (4/3/2020).

Adapun Pemerintah telah menyerahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ke DPR RI pada 12 Februari 2020 silam. Sembari menunggu kepastian, beragam respon turut diberikan masyarakat terhadap kumpulan aturan baru tersebut, termasuk pada sektor pelayaran.

Menurut Carmelita, tanggapan publik terhadap Omnibus Law di sektor pelayaran boleh dilihat sebagai suatu bentuk perhatian terhadap sektor pelayaran nasional. Namun, ia menyampaikan, respon itu sebaiknya diutarakan setelah proses Omnibus Law Cipta Kerja di DPR selesai .

"Karena saat ini kan masih berproses. Baiknya kita menanti saja dulu proses dan produk regulasi ini nantinya seperti apa," imbuhnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

RUU Cipta Kerja

Kapal Hantu
Warga menaiki kapal kargo sepanjang 77 meter, MV Alta, yang terjebak di atas batu di dekat Ballycotton, Cork, Selasa (18/2/2020). "Kapal hantu" yang berlayar tanpa awak selama lebih dari satu tahun hanyut dan terbawa ke pantai selatan Irlandia menyusul sapuan Badai Dennis. (Cathal Noonan/AFP)

Carmelita lantas memaparkan, adanya perubahan pasal 158 draft RUU Cipta Kerja terkait sektor pelayaran yang banyak mengundang respon publik sebenarnya tidaklah signifikan.

Berdasarkan pengamatannya, perubahan hanya terjadi pada pasal 158 ayat 2 butir a, yakni revisi soal kapal yang dapat didaftarkan dengan ukuran tonase kotor tertentu.

Kebijakan tersebut berubah dari aturan sebelumnya, dimana kapal yang dapat didaftarkan dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh gross tonnage). Sedangkan pada pasal 158 ayat 2 butir b dan c tetap sesuai Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

"Artinya, perubahan pada pasal 158 tidak seperti informasi yang beredar selama ini, dan menurut kami informasi itu kurang tepat," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya