Liputan6.com, Jakarta - Kalangan pengusaha kargo dan logistik mengeluhkan penurunan omzet berkisar antara 30-60 persen akibat mewabahnya virus corona secara global yang berimbas ke dalam negeri.
Jika kondisi ini tak berubah, pengusaha kargo dan logistik lokal terpaksa harus mengurangi jumlah tenaga kerja secara bertahap agar dapat bertahan.
Advertisement
Ketua Ikatan Pengusaha Cargo Nusantara (IPCN) Beni Syarifudin menjelaskan wabah virus corona berdampak luas, ekspor dan impor dari China sempat terhenti. Sebelumnya, pengusaha kargo dan logistik juga terdampak banjir di sejumlah daerah seperti Jabodetabek, Gorontalo, dan Surabaya.
“Akibat wabah virus corona, pengusaha kargo dan logistik menderita penurunan omzet berkisar 30-60 persen. Mulai awal Februari 2020, pengusaha kargo sudah menderita kerugian akibat banjir di sejumlah kota seperti Jabodetabek, Gorontalo, Surabaya dan lainnya. Nah, kemudian ditambah lagi akibat corona yang benar-benar menyulitkan, sebab pengiriman ke China terhenti dan barang masuk dari China juga terhenti. Ada rekan pengusaha kargo yang kehilangan pengiriman 10 ton ke China gara-gara wabah virus corona,” paparnya di Jakarta, Senin (30/3/2020).
Jika penurunan omzet ini tidak kunjung membaik, lanjut dia, dikhawatirkan pengusaha kargo dan logistik terpaksa melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja secara bertahap.
“Kami harus menyesuaikan dengan penurunan omzet. Pengurangan jumlah tenaga kerja bisa sejalan dengan penurunan omzet, tapi secara bertahap,” ujarnya.
Menurut dia, IPCN saat ini menaungi sekitar 200 perusahaan kargo dan logistik dengan jumlah tenaga kerja sekitar 5.000 orang. Karena itu, lanjut dia, pemerintah perlu paham dan sadar dengan kondisi ini.
Beni menjelaskan pemerintah semestinya memperlancar izin dan memberikan kemudahan berusaha bagi pengusaha kargo dan logistik nasional.
“Jangan kebalikannya, justru dipersulit di lapangan dengan adanya peraturan daerah (perda) yang memberatkan. Kedua jangan dihambat. Dan terakhir, aparat berwenang di lapangan mestinya melindungi pengusaha kargo dan logistik nasional,” tuturnya.
Masih Banyak Pungutan Liar
Dia menilai, sektor logistik nasional saat ini juga sangat tertekan dengan masih maraknya pungutan liar (pungli) dari oknum preman daerah. Maraknya pungli itu terjadi di sejumlah kota utama seperti Lampung, Riau, Bengkulu, Aceh, Padang, Medan, dan Pontianak.
“Riau dan Bengkulu yang paling sadis, jika tidak bayar, tidak boleh bongkar muat barang. Terkadang semau mereka, punglinya bisa mencapai Rp 5 juta satu truk, padahal untung perusahaan kargo saja tidak sebanyak itu. Ini kan aneh. Melapor ke Polda juga tidak digubris,” paparnya.
Di sisi lain, kebijakan over dimension over loading (ODOL) dinilai justru diskriminatif dan menghambat perusahaan kargo lokal. “Bagi kami, kebijakan ODOL ini sangat membebani cost dan juga terkesan diskriminatif hanya untuk pengusaha truk lokal. Padahal, truk crane, muatan berat seperti semen, baja, dan lainnya justru tidak dikenai kebijakan ODOL,” paparnya.
Kondisi itu, menurut dia, justru kontradiksi dengan semangat ekonomi kerakyatan. Sebab truk kargo pengusaha lokal mengangkut hasil tani dari masyarakat untuk diantar ke daerah lain. “Misalnya truk mengangkut cabai, sayur-mayur, kenapa dikenai kebijakan ODOL? Coba lihat kalau perusahaan besar dan asing, justru tidak terikat dengan kebijakan ini. Kenapa diskriminatif dan menyulitkan,” tanyanya.
Advertisement