Turun 2,5 Persen, Penerimaan Pajak Baru Capai Rp 241,6 Triliun di Maret 2020

Penyebab penerimaan pajak turun karena PPh Nonmigas yang menurun hingga 3 persen atau hanya Rp137,5 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Apr 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2020, 14:00 WIB
Menkeu Sri Mulyani melantik 2 pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam pelantikan ini Sri Mulyani menggunakan masker dan tetap menjaga jarak. (Dok Kemenkeu)
Menkeu Sri Mulyani melantik 2 pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam pelantikan ini Sri Mulyani menggunakan masker dan tetap menjaga jarak. (Dok Kemenkeu)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi penerimaan pajak hingga Maret 2020 negatif 2,5 persen atau turun jika dibandingkan dengan penerimaan pajak pada tahun lalu. Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Maret 2020 tercatat senilai Rp241,6 triliun.

"Total penerimaan pajak kita negatif 2,5 persen," ujar Sri Mulyani dalam Video Conference di Jakarta, Jumat (17/4).

Sri Mulyani membeberkan sejumlah faktor yang menyebabkan penerimaan pajak menurun pada bulan lalu. Salah satunya adalah penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas yang menurun hingga 3 persen atau hanya Rp 137,5 triliun.

"Penurunan PPh Non migas ini karena adanya relaksasi pembayaran PPh orang pribadi dan turunnya PPh badan karena perusahaan banyak yang mengalami tekanan. Sehingga banyak korporasi melakukan penyesuaian," jelasnya.

Meski ada pelemahan PPh Non Migas, peningkatan justru terjadi pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tumbuh sekitar 2,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tercatat penerimaan PPN sebesar Rp92 triliun.

"Realisasi PPN tersebut angka yang menggambarkan kegiatan ekonomi yang menggeliat dan memperlihatkan adanya akselerasi pada Februari lalu yang kemudian dibayarkan pada Maret," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Relaksasi Bikin Pendapatan Pajak dari PPh Susut pada Maret 2020

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, hasil relaksasi perpajakan membuat penerimaan dari PPh Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi, turun dari Rp 5,21 triliun pada Maret 2019 menjadi hanya Rp 1,72 triliun di Maret 2020.

Seperti diketahui, sebagai stimulus di tengah pandemi, DJP memberikan relaksasi pembayaran PPh Pasal 29 yang seharusnya dibayar maksimal tanggal 25 Maret 2020 dan pelaporan SPT PPh, yang seharusnya disampaikan maksimal 31 Maret 2020, diberi kelonggaran penyampaian sampai dengan 30 Aprl 2020.

"Untuk PPh Badan, bulan Maret juga sudah mulai menunjukkan perlambatan. Bahkan dalam hal ini terlihat pertumbuhan negatif. Pembayaran Pasal 25 PPh Badan ini yang merupakan kontributor terbesar dari penerimaan pajak kita, tumbuhnya negtif 2,1 persen," jelas Sri Mulyani melalui video conference soal APBN KiTa, Jumat (17/4/2020).

Sementara untuk PPN, penerimaan bulan Maret 2020 masih mampu tumbuh 8,35 persen, ditopang penyerahan di bulan Februari 2020 (transaksi di bulan Februari dilaporkan di SPT Masa PPN Masa Maret 2020). Diperkirakan pada bulan-bulan berikutnya, penerimaan PPN akan melemah seiring kebijakan PSBB di beberapa daerah.

"Dengan diterapkannya PSBB yang mengakibatkan pembatasan aktivitas ekonomi dan juga diberlakukannya berbagai paket stimulus pajak per April, kinerja penerimaan pajak ke depannya akan mengalami tekanan yang cukup berat," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani Tunda Penarikan Cukai ke Pengusaha Selama 3 Bulan

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan menunda fasilitas pembayaran cukai akibat tersendatnya logistik barang kena cukai di pasaran karena adanya dampak dari pandemi Virus Corona baru atau COVID-19.

Ketentuan itu tertuang dalam PMK Nomor 30/PMK.04/2020 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.

“Pemesanan pita cukai yang diajukan oleh pengusaha pabrik mulai 9 April sampai 9 Juli 2020 diberikan penundaan pembayaran selama 90 hari atau kurang lebih 3 bulan,” kata Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Syarif Hidayat di Jakarta, Kamis (16/4/2020).

Syarif berharap melalui relaksasi tersebut nantinya mampu membantu cash flow perusahaan sehingga dapat tetap menjalankan usahanya.

Ia mengatakan keberlangsungan industri sangat diperlukan untuk mengatasi terhambatnya penyediaan logistik dan penyerapan tenaga kerja agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Sementara itu, Bea Cukai berkomitmen untuk tetap melayani masyarakat 24 jam/7 hari serta menjalankan fungsi pengawasan untuk melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya dan peredaran barang ilegal.Bagi pengguna jasa maupun masyarakat yang membutuhkan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Contact Center Bea Cukai 1500225 atau melalui live web chat di bit.ly/bravobc.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya