Harga BBM Tak Kunjung Turun Akibat Harga Minyak Masih Fluktuatif?

Dengan peningkatan produksi manufaktur barang dan jasa membuat permintaan dan stok minyak meningkat.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Mei 2020, 18:28 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2020, 18:28 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia diprediksi akan kembali normal dalam 2-3 bulan mendatang, saat pandemi Covid-19 sudah mereda. Naik turun harga minyak yang dinilai membuat pemerintah belum menurunkan harga BBM.

"Based on Covid-19, sejumlah analisis, termasuk kurva di Indonesia maupun dunia, diharapkan memang Juli normal. Harapan tersebut juga seperti disampaikan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19," ujar Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro dikutip dari Antara.

Menurut dia, meski harga minyak dunia mengalami penurunan namun sifatnya masih fluktuatif sehingga sikap pemerintah yang belum menurunkan harga BBM, dinilai sangat tepat.

Sementara itu dengan normalnya kondisi, lanjut Komaidi, otomatis sejumlah negara, seperti Jepang, Korea Selatan dan Cina sudah melakukan ancang-ancang untuk perbaikan proses produksi. Begitu pula dengan negara-negara G-7, terutama di Eropa, yang saat ini masih gigih menangani Covid-19.

"Bahkan yang kami dengar informasinya, China sudah mulai pengadaan minyak dan gas, bahkan batubara. Proses itu dimulai, karena karena industri manufaktur mereka sudah mulai berjalan," katanya.

Dengan peningkatan produksi manufaktur barang dan jasa itulah, tambahnya, otomatis permintaan minyak juga meningkat dan stok saat ini, mulai bisa terserap sehingga harga berangsur normal.

Senada dengan itu Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, penurunan harga memang tidak bisa dilakukan begitu saja, namun harus memperhitungkan banyak faktor.

Faktor tersebut di antaranya biaya yang dikeluarkan Pertamina juga sangat besar terkait dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan sulit.

"Kita tidak bisa membandingkan harga BBM di Indonesia dan Malaysia. Luas wilayah berbeda, biaya distribusi juga berbeda. Jadi, banyak biaya variabel yang dikeluarkan," ujarnya.

Berbagai faktor tersebut, menurut Mamit, tentu memperberat kondisi Pertamina, terlebih saat ini permintaan BBM juga menurun jauh.

Selain itu yang juga harus diperhitungkan karena Pertamina juga tidak hanya bermain di sektor hilir, tapi bermain juga di sektor hulu. Hal itu, tambahnya, juga berbeda dibandingkan dengan pemain swasta lain, sehingga butuh banyak pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Di sisi lain, menurut dia, Pertamina sebenarnya juga sudah menurunkan harga BBM non penugasan pada Februari lalu. Selain itu, meski dalam kondisi sulit karena tekanan pada sektor hulu, BUMN tersebut juga sudah memberikan berkontribusi untuk penanganan Covid-19.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Harga BBM

Ilustrasi Harga Minyak
Ilustrasi Harga Minyak

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menjelaskan alasan pemerintah belum juga menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di tengah penurunan harga minyak dunia. Menurutnya, salah satu alasan pemerintah adalah harga minyak dunia dan kurs yang belum stabil.

"Pemerintah masih menjaga harga tetap karena harga minyak dunia dan kurs masih tidak stabil serta dapat turun," ujar Menteri Arifin saat memberi keterangan dalam rapat kerja virtual bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Senin (4/5/2020).

Menyikapi kondisi ini, badan usaha telah melakukan aksi korporasi antara lain memberikan diskon terhadap pelanggan. "Dan dipikirkan juga para nelayan yang menggunakan solar dan LPG di daerah yang memang kesulitan biaya kerjanya," jelasnya.

Pemerintah terus memantau perkembangan harga minyak dunia yang belum stabil atau memiliki volatilitas yang cukup tinggi. Selain itu, pemerintah juga menunggu pengaruh dari pemotongan produksi OPEC+ sekitar 9,7 juta barel per hari pada Mei – Juni 2020.

"Selain itu kita juga mengamati rencana pemotongan sebesar 7,7 juta barel per hari pada Juli hingga Desember 2020 serta 5,8 juta barel per hari pada Januari 2021 hingga April 2022," papar Menteri Arifin.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya