Liputan6.com, Jakarta - Dampak penyebaran wabah virus corona (Covid-19) telah menjalar ke berbagai sektor industri, termasuk penerbangan. Banyak pesawat komersial kini berhenti beroperasi untuk mengangkut penumpang, baik di lingkup global maupun nasional.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, ada sekitar 240 ribu penerbangan di dunia telah dibatalkan akibat pandemi ini. Jumlah tersebut diperkirakan masih akan terus bertambah, lantaran data yang diperoleh berasal dari periode Januari dan Februari 2020.
"Jumlah penerbangan (di seluruh dunia) yang dibatalkan adalah 240 ribu," ujar Sri Mulyani dalam rapat virtual dengan Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, dikutip Rabu (6/5/2020).
Advertisement
Tak hanya dunia, penerbangan di Indonesia juga turut terkena dampak besar. Itu tercermin dari jumlah penerbangan yang mengalami penurunan.
Saat ini, kata Sri Mulyani, hanya tersisa sekitar 70 penerbangan saja yang melayani rute domestik maupun internasional. Angka ini turun tajam dari total 79 ribu penerbangan yang ada di Indonesia.
"Penerbangan Indonesia sendiri dari 79 ribu sekarang tinggal 70 penerbangan. Jadi pasti semua lembaga atau perusahaan penerbangan mengalami tekanan yang sangat luar biasa," ungkap dia.
Berikut rangkuman Liputan6.com sejumlah kerugian yang dialami pebisnis maskapai selama pandemi corona:
Harga Tiket Amblas
Kondisi tersebut membuat harga tiket pesawat di berbagai wilayah di Indonesia turun hingga 24 persen. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), tarif angkutan udara pada periode Maret 2020 terpangkas sehingga menyebabkan kelompok transportasi mengalami deflasi sebesar 0,42 persen.
"Kelompok pengeluaran transportasi mengalami deflasi 0,42 persen, cukup besar dikarenakan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan larangan mudik sehingga permintaan menurun," kata Kepala BPS Suhariyanto beberapa waktu lalu.
Suhariyanto menyampaikan, penurunan harga tiket pesawat tertinggi terjadi di Manado, yakni sebesar 24 persen, serta Lhokseumawe yang turun 20 persen.
Secara spesifik, data BPS menunjukan, jumlah penumpang angkutan udara domestik pada Maret 2020 tercatat turun menjadi 4,6 juta orang, atau turun 20,84 persen dibanding Februari 2020.
Kemudian, jumlah penumpang tujuan luar negeri turun 50,44 persen menjadi 558,7 ribu orang. Selama Januari-Maret 2020, jumlah penumpang domestik sebanyak 16,7 juta orang atau turun 10,12 persen, dan jumlah penumpang internasional sebanyak 3,4 juta orang atau turun 24,15 persen dibanding periode yang sama di 2019.
Imbasnya, pendapatan pada maskapai penerbangan nasional diperkirakan menurun besar. "Industri penerbangan kita sudah turun 30-40 persen dan itu dampaknya sangat besar," ucap Pengamat Industri Penerbangan Chappy Hakim.
Â
Rumahkan Karyawan
Situasi sulit tersebut membuat sejumlah maskapai telah melakukan langkah antisipasi. Salah satunya dengan merumahkan karyawan seperti pilot, awak kabin, teknisi, hingga pramugari.
Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiratmadja menuturkan, saat ini sudah ada beberapa maskapai yang terpaksa harus merumahkan karyawannya.
"Sekarang ini ada beberapa maskapai yang merumahkan (karyawannya) karena kegiatan operasinya menurun. Kalau dilihat dari banyak pesawat-pesawat yang parkir di airport, itu pasti akan sangat tidak efektif bagi perusahaan jika karyawan masih harus hadir ke kantor," urainya.
Adapun karyawan yang paling banyak dirumahkan yakni yang terlibat dalam kegiatan produksi maskapai. Mulai dari bagian mekanik pesawat, pilot, hingga pramugari.
Untuk menyelamatkan industri penerbangan agar tetap eksis ke depannya, maka INACA sudah dan akan kembali meminta sejumlah keringanan maupun insentif kepada pemerintah.
"Yang kami harapkan adalah penundaan pembayaran PPh, penangguhan bea masuk impor suku cadang, penangguhan biaya bandara dan navigasi yang dikelola BUMN, pemberlakuan diskon biaya bandara yang dikelola Kementerian Perhubungan, dan perpanjangan jangka waktu berlakunya pelatihan simulator maupun pemeriksaan kesehatan bagi awak pesawat," papar Denon.
Jika tidak ada respon positif dari pemerintah, Denon memastikan bahwa pihak maskapai bisa melakukan aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
"Dampaknya bukan hanya di industri penerbangan itu sendiri, tapi juga untuk industri pendukungnya baik hilir maupun hulu seperti bengkel pesawat, ground handling, dan agen perjalanan yang terlibat," ungkap dia.
Â
Advertisement
Beralih ke Angkutan Kargo
Merujuk pada situasi tersebut, sejumlah maskapai yang tadinya berfokus pada penerbangan komersial kini mulai melakukan transformasi bisnis menjadi angkutan kargo selama masa pandemi corona.
Direktur Utama PT AirAsia Indonesia Tbk Veranita Yosephine Sinaga mengungkapkan, pesawat kargo bahkan menjadi lini bisnis andalan baru ketika maskapai mengistirahatkan seluruh angkutan komersialnya.
"Yang sifatnya berdasarkan kondisi tertentu seperti kargo bisnis, itu tetap kita operasionalkan seperti biasa, bahkan lebih besar dibanding biasa," ujar dia.
Meski secara jumlah tidak terlalu banyak, wanita yang akrab disapa Vera ini mengatakan, pesawat kargo yang dimiliki pihaknya kini bisa dipergunakan maksimal selama masa pandemi.
"Total kita mengoperasikan 28 pesawat sebelum Covid-19. Sekarang kurang dari 10 yang bisa beroperasi. Tapi pesawatnya bisa beroperasi macem-macem, utilisasinya beda-beda," terangnya.
Menurut Vera, wabah virus corona secara tak langsung justru membuka mata maskapai terhadap potensi bisnis baru di angkutan kargo.
"Jadi ini menjadi pengalaman baru juga, kita jadi lebih paham dinamika industri kargo. Ini membuka kesempatan baru buat AirAsia yang tadinya hanya fokus penumpang. Kargo ternyata industri yang besar, sekarang kita bisa maksimal (di sini)," tuturnya.