Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengakui adanya tumpang tindih dalam distribusi bantuan sosial (bansos), yang dipicu akurasi data penerima bantuan masih menjadi masalah yang harus terus diperbaiki.
Namun, hal ini dinilainya masih lebih baik dibandingkan jika masyarakat tidak mendapatkan bantuan sama sekali. "Apakah ada tumpang tindih? Ya, ada, tapi itu lebih baik daripada tidak dapat (bantuan sosial). Memang dalam data, sistem penjaminan sosial kita harus lebih reliable," ujar dia di Jakarta, Jumat (8/5/2020).
Baca Juga
Dirinya juga menyatakan, 55 persen masyarakat Indonesia telah menerima bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah di tengah pandemi Corona yang tersebar dalam Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako hingga subsidi listrik.
Advertisement
"Sebanyak 55 persen penduduk Indonesia sudah ter-cover entah dalam bentuk bantuan sembako, BLT maupun yang ada di kartu sembako di Jabodetabek," jelas dia.
Adapun berdasarkan data Kemenkeu, hingga 6 Mei 2020, realisasi penyaluran PKH telah mencapai Rp 16,56 triliun. Untuk program BPNT, realisasinya telah mencapai RP 14,1 triliun.
Kemudian untuk distribusi bansos paket sembako di DKI Jakarta penyalurannya sudah mencapai Rp 284,1 miliar ke hampir 950 ribu KK. Sementara untuk penyaluran bansos tunai, realisasinya mencapai Rp Rp 3,489 triliun.
Ridwan Kamil Pertanyakan Dana Bansos Jabar Lebih Kecil dari Provinsi Lain
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mempertanyakan terkait besaran bantuan dana sosial penanganan Covid-19 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Salah satunya dana desa yang diberikan dinilai tidak mewakili jumlah penduduk di Jabar.Â
"Anggaran sedikit (dana desa) penduduk kita banyak, sementara provinsi lain penduduknya sedikit anggarannya lebih banyak. Maka menolong orangnya akan lebih berkualitas," kata dia melalui video conference, Jumat (8/5/2020).
Pria yang akrab disapa Kang Emil mengatakan, saat ini jumlah warganya yang layak sebagai penerima manfaat bantuan sosial berkisar 38 juta jiwa.
Untuk itu, pemerintah pusat diharapkan dapat mengevaluasi soal anggaran bantuan yang diberikan kepada pemerintah daerah agar tepat sasaran.
Apalagi pandemi ini menghancurkan seluruh lini pembangunan warga Jabar, misalnya kesehatan, ekonomi dan sosial. Sehingga uluran bantuan sosial pemerintah dangat diperlukan untuk meringankan beban ekonomi warganya.
Emil pun mendorong pemerintah untuk melahirkan kebijkan fiskal yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia. Seperti menyalurkan anggaran bantuan sosial berdasarkan jumlah penduduk di suatu wilayah, bukan luasannya.
"Proporsi penduduk itu tidak pernah dijadikan patokan dan terasanya itu pada saat pandemi covid-19," keluh dia.
Advertisement