DPR: Jangan Alihkan Tugas Penyangga Likuiditas Pada Bank BUMN

Adanya wacana melibatkan bank BUMN atau Himbara dalam menyangga likuiditas bank sistemik mengundang tanggapan dari DPR RI.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 10 Mei 2020, 20:04 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2020, 19:46 WIB
Jelang Pidato Kenegaraan Presiden
Petugas menata Gedung Nusantara atau Gedung Kura-Kura di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/8/2019). Persiapan itu berlangsung jelang pidato presiden dalam Sidang Tahunan MPR, Sidang Bersama DPR dan DPD serta Sidang Paripurna DPR. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Adanya wacana melibatkan bank BUMN atau Himbara dalam menyangga likuiditas bank sistemik mengundang tanggapan dari DPR RI.

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menganggap itu bukan tugas dan tanggung jawab Himbara. Itu adalah tugas Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang harus menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19. 

Dia menambahkan harus ada aturan yang jelas jika Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tetap dipaksakan dan harus menjadi bank penyangga likuiditas bank sistemik.

"Setidaknya harus ada aturan dan peraturan yang jelas misalnya sumber pendanaan harus dari penempatan pemerintah (bukan dari DPK bank Himbara). Lalu, porsi penempatan dana ke Himbara harus lebih besar dibanding ke swasta," dalam keterangannya di Jakarta, akhir pekan lalu.

Yang juga tak kalah penting lanjut Heri, sifat dari dana talangan ini adalah chanelling (penerusan) sehingga bila banknya gagal, bukan menjadi kerugian bank Himbara.

"Kemudian, direksinya juga harus diberi perlindungan hukum dalam menjalankan fungsi sebagai pengelola penyangga likuiditas tersebut," ujarnya.

Menurut Heri tugas untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional sebenarnya sudah tepat melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dibawah koordinasi Bank Indonesia yang saat ini sudah berjalan baik.

Hanya saja perlu diatur ulang agar tidak ada kesalahan di kemudian hari apalagi setelah  pandemi virus Corona (COVID-19) selesai di Indonesia. 

"Perbankan plat merah yang tergabung dalam Himbara adalah objek kebijakan. Ia tak boleh masuk ke dalam ranah regulator KSSK," jelasnya.

Pilihan terbaik biarlah bank berjalan seperti sekarang membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ekonomi berjalan dan regulator menjamin likuiditas bank aman pada era pandemi Covid-19. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sebelumnya

Gedung Parlemen bersolek jelang Pidato Kenegaraan Presiden
Pekerja mempercantik ruangan rapat Paripurna I dengan hiasan merah dan putih di Gedung Kura-Kura Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/8). Gedung DPR sudah siap menyambut perhelatan dalam rangkaian HUT ke-71 Republik Indonesia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Heri menilai pengawasannya yang selama ini dinilai lemah, peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diserukan agar dikembalikan saja ke Bank Indonesia (BI).

Perannya tak jelas ketika Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ingin membawa perbankan plat merah jadi penyangga likuiditas untuk menghadapi pandemi virus Corona (Covid-19).

Perbankan plat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) adalah objek kebijakan. Ia tak boleh masuk ke dalam ranah regulator KSSK. Ini yang dikritik keras oleh Heri.

"Jika terjadi, perbankan Himbara diseret masuk ke dalam ranah regulator KSSK khususnya terkait perbankan, ini memberikan indikasi tidak bekerjanya fungsi pengawasan, pengaturan, dan perlindungan yang dilakukan OJK. Nampaknya bisikan OJK terlalu manis ke Presiden, sehingga tidak berlebihan kalau fungsi OJK dilebur kembali ke Bank Indonesia," tutur politisi Partai Gerindra ini.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya