4 Kebijakan OJK Perkuat Dunia Usaha dan Perbankan Hadapi Corona

OJK telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di tengah pandemi virus corona

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 15 Mei 2020, 13:40 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2020, 13:40 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di tengah pandemi virus corona. Kebijakan ini dinilai mampu mendukung dunia usaha sekaligus sektor keuangan.

Ada pun kebijakan OJK itu di antaranya tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 di industri perbankan serta POJK Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.

Setidaknya ada empat kebijakan pokok yang telah digelontorkan OJK dalam masa pandemi saat ini. Yaitu kebijakan untuk meredam volatilitas di pasar keuangan dalam menjaga kepercayaan investor dan stabilisasi pasar; memberi napas bagi sektor riil dan informal untuk dapat bertahan di masa pandemi virus corona melalui relaksasi restrukturisasi kredit/pembiayaan.

Selain itu, OJK juga memberikan relaksasi bagi industri jasa keuangan agar tidak perlu membentuk tambahan cadangan kerugian kredit macet akibat dampak COVID-19. OJK juga memberikan ruang likuiditas yang memadai untuk menopang kebutuhan likuiditas perbankan.

Terakhir, OJK melakukan resolusi pengawasan industri jasa keuangan yang lebih efektif dan cepat melalui Cease and Desist Order dan Supervisory actions/resolutions lainnya.

Menanggapi hal ini, Ekonom PT Bank Danamon Tbk Wisnu Wardhana menjelaskan, kelima kebijakan OJK tersebut sangat membantu sektor perbankan. Utamanya terkait restrukturisasi kredit bagi nasabah yang terkena dampak COVID-19.

“Keduanya membantu terjaganya likuiditas, baik di sektor keuangan maupun para debitur. Sehingga stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan juga terjaga,” kata Wisnu saat dihubungi di Jakarta, Kamis (14/5/2020).

Wisnu menegaskan, kebijakan yang relatif baru itu sudah memberikan dampak positif pada sektor keuangan. Meskipun persentase debitur yang menggunakan fasilitas itu baru sekitar 5 persen.

“Meskipun secara persentase atau volume yang mempergunakan fasilitas ini sekitar 5 persen dari target, namun perlu diingat bahwa umur dari aturan relaksasi ini masih relatif baru. Kalau dilihat dalam waktu singkat sudah dapat 5 persen, saya pikir efektif,” jelas dia.

Secara keseluruhan, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan OJK, ditambah dengan kebijakan fiskal dan moneter dinilai mampu menenangkan pasar keuangan. Khususnya kekhawatiran terhadap risiko likuiditas di perbankan.

“Terlebih dari itu, relaksasi aturan-aturan tersebut memberikan ketenangan kepada pasar, terutama dari kekhawatiran risiko likuiditas,” tambahnya.

 

Saling Melengkapi

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Senada dengan Wisnu, Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah mengatakan, empat fokus kebijakan OJK tersebut dapat saling melengkapi dengan kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Kebijakan ini mampu mendorong dunia usaha dan memperkuat industri keuangan.

“Dengan kebijakan ini OJK ikut membantu memperkuat daya tahan dunia usaha, sekaligus sektor keuangan dalam menghadapi wabah COVID-19. Selama terjadinya wabah COVID-19, dunia usaha dan lembaga keuangan, utamanya perbankan, mengalami tekanan likuiditas,” ujar Piter.

Piter menilai, kelima kebijakan OJK itu pun mampu memperkuat dunia usaha. Utamanya kebijakan restrukturisasi kredit dan perbankan tak perlu menambahkan cadangan kerugian kredit macet.

“Dengan melakukan relaksasi restrukturisasi kredit melalui kebijakan relaksasi ini, dunia usaha terbantu yang pada akhirnya juga memperkuat perbankan,” katanya.

Meski demikian, Piter mengakui restrukturisasi kredit saja tak cukup untuk sebagian pelaku usaha. Untuk itu, diperlukan kebijakan lain dari pemerintah maupun bank sentral yang bisa memperkuat dunia usaha.

“Memang untuk beberapa perusahaan yang kesulitan likuiditasnya begitu besar, restrukturisasi kredit saja tidak cukup, perlu bantuan lainnya. Tapi arah kebijakannya sudah benar,” tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya