Bansos Corona Tak Tepat Sasaran, KPK Salahkan Pemda

Dalam kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-29, KPK bertindak untuk melakukan koordinasi dan monitoring.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Mei 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2020, 10:00 WIB
FOTO: Bantuan Sosial Pemerintah Pusat Siap Disalurkan
Pekerja memindahkan paket bansos di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Penyaluran bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat miskin terdampak virus corona (Covid-19), nyatanya menuai polemik. Pasalnya, realisasi di lapangan dinilai rawan tak tepat sasaran. Mulai dari kecurigaan adanya data fiktif, hingga perubahan situasi sosial daerah yang tidak diperbarui. Sehingga data orang miskin berpotensi tidak akurat.

Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, menjelaskan bahwa yang paling sulit dari realisasi bansos ini adalah pada koordinasinya, dimana jumlah penerima seharusnya diperbarui setiap periode tertentu.

Menurut Pahala, dalam kebijakan pemerintah terkait penanganan covid-19, termasuk implementasi Rp 405 triliun untuk masyarakat terdampak, KPK bertindak untuk melakukan koordinasi dan monitoring, dan bukan pencegahan potensi korupsi.

"Jadi dalam penanganan covid-19 ini yang Rp 405 triliun, masuk ke tempat saya (KPK) sebagai koordinasi dan monitoring daripada pencegahannya," kata dia dalam diskusi daring Syndicate Forum, Jumat (15/5/2020) malam.

"Koordinaasi di negara kita ini memang penyakit," cetus Pahala.

Menurutnya, dari berbagai subsidi atau bansos yang telah diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin, seharausnya sudah ada basis datanya. Sehingga, jika semua data itu solid, kata Pahala, tidak perlu lagi membuat pendataan baru untuk penyeluran bansos covid-19.


Pemda Lalai dalam Akurasi Data

FOTO: Melihat Proses Pengemasan Bantuan Sosial Pemerintah Pusat
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah pusat menyalurkan paket bansos selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dalam hal ini, Pahala menilai Pemda telah lalai dalam memberikan data yang akurat terkait masyarakat miskin. Pasalnya, banyak daerah yang tidak memperbarui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)-nya, sehingga berpotensi adanya data fiktif.

"Saya menggaris bawahi, Pemerintah daerah itu lalai. Jadi itu harusnya di-update DTKS oleh Dinas Sosial setahun 2 kali, tahun lalu dinaikkan setahun 3 kali, sekarang setahun 4 kali," kata dia.

Sejak 2018, lanjutnya, hanya ada sekitar 280 Pemda yang melakukan update, sisanya tidak ada pembaruan sama sekali.

"Jadi orang miskinnya di situ aja terus. Satu, belum tentu ada NIK-nya, kedua, belum tentu dia masih miskin. Itu kewajiban Pemda (untukmeng-update)," bebernya.

Namun demikian, Pahala juga mengungkapkan adanya kemajuan dalam pendataan ini, yakni internal Kementerian Sosial yang menggabungkan data PKH dengan DTKS, "itu kemajuan,"

"Kemnajuan kedua, pemadanan dengan dukcapil berjalan di tingkat pusat, di tingkat daerah tinggal dipastikan saja updating ini," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya