Defisit Transaksi Berjalan Kuartal I Turun di Bawah 1,5 Persen

Turunnya Defisit Transaksi Berjalan dipengaruhi oleh menurunnya impor.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 19 Mei 2020, 15:45 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2020, 15:45 WIB
Persiapan Uang Tunai Bi
Petugas melakukan pengepakan lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Imbas pandemi covid-19, Bank Indonesia (BI), mencatat defisit transaksi berjalan pada kuartal I menurun menjadi di bawah 1,5 persen dari angka yang tercatat pada kuartal ke IV 2019, yakni 2,8 persen dari PDB.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan bahwa kondisi ini dipengaruhi oleh menurunnya impor, sejalan melambatanya permintaan domestik. Sehingga meminimalkan dampak berkurangnya ekspor akibat kontraksi pertubuhan ekonomi dunia.

Sementara itu, lanjutnya, transaksi modal dan finansial menalami penurunan signifikan pada kuartal I 2020 karena besarnya aliran modal keluar akibat kepanikan pasar global terhadap pandemi coviid-19.

"Aliran modal asing kembali masuk mulai bulan April 2020, didorong oleh meredanya ketidakpastian pasar keuangan global. Serta tingginya daya saing aset keuangan domestik dan tetap baiknya prospek perekonomian indonesia," kata Perry, Selasa (19/5/2020).

Sementara itu, investasi portofolio sejak April hingga 14 mei 2020, mencatat nett inflow sebesar USD 4,1 miliar, setelah pada triwulan I 2020 tercatat nett outflow mencapai USD 5,7 miliar.

Selama Masih Jadi Negara Berkembang, Transaksi Berjalan RI Bakal Tetap Defisit

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Endy Dwi Tjahjono, dalam acara  capacity building bagi wartawan ekonomi di Labuan Bajo, Senin (9/12/2019).
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Endy Dwi Tjahjono, dalam acara capacity building bagi wartawan ekonomi di Labuan Bajo, Senin (9/12/2019).

Bank Indonesia (BI) menyatakan transaksi berjalan bisa surplus jika Indonesia sudah masuk kategori negara maju. Sebab, saat itu dengan pendapatan per kapita yang tinggi, Indonesia bisa membiayai pembangunan sendiri tanpa bergantung besar pada modal ataupun barang asing.

"Selama masih menjadi negara berkembang, Indonesia akan tetap membutuhkan modal asing," ujar Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Endy Dwi Tjahjono, saat ditemui di Labuan Bajo, Senin (9/12/2019).  

Saat ini, menurutnya, pemerintah sudah berada di jalur yang tepat terkait kebijakannya dalam mengatasi defisit transaksi berjalan. Diantara menggalakan program biodiesel dengan target B100 bertujuan menekan impor migas, memproduksi sendiri baterai mobil listrik, dan lain sebagainya.

"Kita punya nikel besar. Kalau itu bisa berhasil maka RI akan menjadi pusat produksi baterai listrik. Ketiga tentu produksi dari mobil listriknya sendiri. Mudah-mudahan ke depan kalau bisa menjadi pusat mobil listrik itu bisa membantu," tuturnya.

  

Perbaiki Sektor Jasa

Ekonom BNI, Ryan Kiryanto.
Ekonom BNI, Ryan Kiryanto (Foto: Waliyadin/Liputan6.com)

SVP Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI), Ryan Kiryanto, menambahkan upaya pemerintah dalam memajukan industri pariwisata sudah benar.

Selain biodiesel, industri pariwisata menjadi salah satu alat efektif dalam memperbaiki defisit transaksi berjalan karena mendatangkan devisa.

"Catatan Bank Dunia itu manage your natural asset itu bicara wisata atau tourism," ucapnya.

Selain itu, cara lain yang bisa dilakukan ialah memperbaiki sektor jasa Tanah Air. Salah satunya dengan mendatangkan diaspora untuk bekerja di Indonesia alih-alih mempekerjakan pekerja asing.

"Optimalkan SDM domestik. Diaspora suruh pulang sehingga tidak perlu bayar upah pakai Dolar," tuturnya.

Reporter: Harwanto Bimo Pratomo

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya