Liputan6.com, Jakarta Pencairan insentif fiskal untuk sektor kesehatan baru mencapai Rp 1,35 triliun. Hal tersebut disebabkan oleh keterlambatan proses penagihan, proses verifikasi klaim biaya perawatan Covid-19 oleh BPJS Kesehatan. Selain itu, proses revisi anggaran juga membuat pencairan insentif ini belum besar.
"Awal juni ini kita mulai lakukan monitoring dari pelaksanaan program penanganan Covid ini," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Selasa (16/6/2020).
Baca Juga
Pemerintah sendiri menargetkan stimulus kesehatan sebesar sebesar Rp 87,55 triliun di bidang kesehatan. Saat ini pemerintah mulai mericek anggaran belanja penanganan Covid-19, termasuk insentif kesehatan.
Advertisement
Dia melanjutkan, pemerintah akan terus berupaya memperbaiki sistem penyaluran insentif kesehatan agar lebih cepat tersalurkan. Sementara insentif untuk biaya klaim perawatan pasien masih dalam tingkat verifikasi yang belum di proses pihak rumah sakit.
"Bidang kesehatan implementasinya kecil meski anggaran Rp 87,5 triliun kita lihat implementasinya perlu diperbaiki baik insentif tenaga kesehatan yang masih terkendala. Biaya klaim dan pembayaran pasien masih verifikasi," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Realisasi Stimulus Fiskal Masih Tersendat
Sebelumnya, program stimulus fiskal untuk penanganan Corona Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) banyak menghadapi tantangan. Salah satunya di level operasional dan proses administrasi.
"Awal Juni ini kita mulai melakukan monitoring dari pelaksanaan program-program penanganan covid-19 ini," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam APBN Kita, Selasa (26/6/2020)
Di bidang kesehatan, Sri Mulyani membeberkan bahwa implementasi masih sangat kecil meskipun anggarannya sudah dinaikkan menjadi Rp 87,5 triliun.
Menurutnya, masih banyak yang perlu untuk diperbaiki, baik itu untuk insentif tenaga kesehatan, biaya klaim perawatan pasien juga dari sisi proses verifikasi dan dari sisi proses penanganan kasus, baik itu di BNPB sebagai gugus tugas, di Kementerian Kesehatan, maupun di daerah.
"Jadi ada gap antara realisasi keuangan dan fisik, dengan anggaran yang disediakan, maupun dari sisi pelaksanaannya. KIta harap ini dapat segera diakselerasikan baik oleh gugus tugas, Kementerian Kesehatan, maupun daerah," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Menkeu menyebutkan bahwa program perlindungan sosial mengalami kemajuan sangat signifikan, yakni terealisasi sebanyak 28,63 persen.
"Sampai saat ini sudah 28,63 persen dari keseluruhan alokasi belanja di bidang bansos yang senilai Rp 203,9 triliun," kata dia.
"Namun ini masih perlu untuk dilakukan perbaikan dan sudah cukup memberi banyak manfaat di masyarakat," sambung Sri Mulyani.
Untuk insentif dunia usaha sudah terealisasikan 6,8 persen dengang jumlah penerima insentif yang belum maksimal. Menurut Menkeu, dalam implementasi ke depannya, diperlukan sosialisasi yang lebih masif dan melibatkan stakeholders terkait.
Sementara lainya, termasuk UMKM, Pembiayaan Korporasi, dan Sektoral & Pemda, masing-masing realisasinya yakni 0,06 persen, 0 persen, dan 3,65 persen. "Yang melalui perbankan maupun lembaga keuangan lain kita masih perlu untuk bekerja sama dengan OJK dari sisi penyiapan data dan infrastruktur IT-nya agar operasionalnya bisa berjalan secara cepat dan tetap akuntabel," pungkas Menkeu.
Advertisement