Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan untuk Kementerian dan Lembaga (K/L) agar memberikan kesempatan yang luas kepada pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan usahanya dan memberikan kelonggaran dan juga berbagai kebijakan yang tidak membebani pelaku usaha untuk melakukan perizinan.
Namun demikian, Direktur Tertib Niaga, Ditjen PKTN, Sihard Hadjopan Pohan membeberkan dalam dalam pelaksanaanya juga harus ada kepatuhan dari pelaku usaha dan juga untuk mengikuti ketentuan Perundang-undangan, khususnya Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag).
Baca Juga
“Dengan ditetapkannya Permendag 51/2020 dilatarbelakangi diperlukannya pemeriksaan yang lebih komprehensif untuk meningkatkan pemeriksaan tata niaga impor setelah melalui kawasan pabean,” ujar Pohan dalam sosialisasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 51/2020 secara virtua, Selasa (7/7/2020).
Advertisement
Pohan menyebutkan bahwa pelaksanaan Permendag pendahulunya yakni Permendag 28/2018 masih ditemukan banyak pelaku usaha yang belum secara transparan melakukan self declaration, sehingga fungsi pengawasan belum bisa maksimal.
Untuk itu, melalui Permendag 51/2020 ini diharapkan dapat dilakukan pengawasan yang lebih maksimal, tentu dengan kerjasama dari pelaku usaha.
“Adanya kepatuhan dari para importir yang tentunya sudah kita berikan kemudahan-kemudahan baik dari sisi Kementerian Perdagangan maupun instansi lain, bea cukai maupun dari instansi lain,”
“Dengan mewajibkan para pelaku usaha untuk mengikuti atau menyampaikan informasi yang benar mengenai data terkait dengan impor dan juga peraturan ini diikuti dengan pemeriksaan atas kesesuaian dan juga dilakukan pengawasan dan juga diikuti dengan apabila ada pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan akan ada sanksi, baik administratif tentunya yang dilakukan oleh peraturan kementerian perdagangan dan aturan perundang-undangan lain dna juga dapat dikenakan juga mengenai ketentuan sanksi pidana,” sambungnya menjabarkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Larangan Bagi Importir
Secara mendasar, pungkas Pohan, perbedaan antara Permendag 51/2020 dengan Permendag 28/2018, yakni kewajiban pemenuhan persyaratan impor, yaitu mencantumkan data persyaratan impor dalam dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) berupa nomor dan tanggal atas dokumen persetujuan impor dan atau laporan surveyor sesuai dengan masing-masing lartas yang telah diberlakukan tata niaga impor di masing-masing komoditi yang telah diatur di tingkat peraturan menteri perdagangan.
Selain itu, juga kewajiban bagi importir untuk mencantumkan jumlah volume barang dalam PIB sesuai dengan aturan yang tercantum dalam persetujuan impor.
Pelarangan bagi importir untuk mengimpor barang dengan jumlah ataupun volume yang melebihi jumlah atau volume yang tercantum dalam persetujuan impor.
Sementara “sebagai langkah penegakan hukumnya adalah adanya pengaturan pemberian sanksi administrasi terkait dengan ketidakpatuhan terhadap pencantuman nomor tanggal persetujuan impor dan atau laporan surveyors serta jumlah dan atau volume sesuai dengan persetujuan impor pada dokumen pib,” jelas Pohan.
Advertisement
Gelombang Kedua Pandemi di Negara Lain Sangat Pengaruhi Ekspor Impor Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pergerakan ekspor-impor Indonesia yang terus mengalami penurunan di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Ekspor pada Mei 2020 tercatat turun 28,95 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan impor defisit lebih dalam sekitar 42,20 persen dari April 2029.
Catatan ekspor pada Mei 2020 tersebut menjadi yang terendah sejak 2016, sementara impor menjadi yang terburuk sejak 2009.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro menilai, wabah pandemi gelombang dua (second wave) di berbagai negara yang tidak merata turut berpengaruh terhadap ekspor- impor atau neraca perdagangan domestik dan global.
"Jadi persoalan utama dari ekonomi global sekarang bahwa phase-nya itu tidak merata. Jadi ada yang mulai lebih awal seperti China, terus kemudian masih ada yang trouble yang akhirnya berdampak kepada ekspektasi perlambatan ekonomi," tuturnya dalam sesi teleconference, Rabu (17/6/2020).
"Dan ketidaksamaan ini otomatis memang akan memukul neraca perdagangan di berbagai negara, termasuk juga di Indonesia," Andry menegaskan.
Jika melihat dari beberapa indikator pertumbuhan ekonomi nasional, ia menganggap sektor ekspor-impor memang menjadi yang paling lemah. Menurutnya, kedua bidang tersebut juga masih akan terdampak ke depannya.
"Apalagi kalau kita lihat kemarin data ekspor-impornya, memang lebih banyak dari penurunan impor lebih dalam dibandingkan dengan ekspornya," ujar dia.
Untuk ekspor, ia melihat masih ada secercah harapan lantaran beberapa negara seperti China kini telah melonggarkan aturan pembatasan sosialnya.
"Ekspornya sendiri sebenarnya masih ada peluang di beberapa permintaan untuk yang komoditas, karena China sendiri sudah mulai sejak pelonggaran ada permintaan dari komoditasnya. Itu masih relatif baik," tukas Andry.