Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan, aktivitas ekonomi di suatu negara saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Apalagi dalam kondisi krisis seperti masa pandemi Corona COvid-19 ini, yang membuat hampir seluruh sektor ekonomi terluka.
Sementara pemerintah telah membuat kebijakan agar daya beli masyarakat meningkat, permintaan di lapangan juga harus diciptakan agar siklus ekonomi bisa berjalan.
"Saya kemarin ketemu Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), mereka (pengusaha) bilang, kalau ekonomi belum buka, kalau saya minta kredit, lalu hotel dibuka ada yang menginap nggak? Kalau restoran buka ada yang datang enggak? Nah, ini harus terintegrasi," ujar Wimboh dalam wawancara di sebuah stasiun televisi, Jumat (10/7/2020).
Advertisement
Wimboh bilang, jika kredit sudah dikucurkan kepada dunia usaha utamanya UMKM, tapi tidak ada orang yang melakukan aktivitas ekonomi, tentu tidak akan ada perubahan.
"Kalau pegawainya suruh masuk, menyupir bus, tapi nggak ada penumpangnya lebih rugi, mendingan nggak usah operasi sementara," kata Wimboh Santoso.
Oleh karenanya, pemerintah saat ini sudah membuka aktivitas ekonomi secara perlahan dengan protokol kesehatan yang ketat. Harapannya, ekonomi akan bangkit jika permintaan berangsur meningkat.
Sementara untuk perbankan, tidak ada masalah dalam menyalurkan kredit kepada calon debitur. Bank-bank BUMN sudah mendapat penempatan dana Rp 30 triliun. Lalu, penyaluran kredit modal kerja kepada UMKM juga dijamin oleh BUMN penjaminan yaitu Askrindo dan Jamkrindo.
"Jadi nggak usah khawatir oleh NPL (Non Performing Loan/kredit macet)," kata Wimboh Santoso.
Untuk debitur, OJK juga sudah mengeluarkan aturan keringanan pembayaran cicilan kredit atau restrukturisasi kredit. Stimulus ini diharapkan bisa meningkatkan daya beli masyarakat.
OJK: Restrukturisasi Kredit Bank Capai Rp 740,79 Triliun per 29 Juni 2020
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan restrukturisasi kredit per 29 Juni 2020 telah menjangkau 6,56 juta debitur dari 100 bank yang telah mengimplementasikan restrukturisasi dengan baki debet sebesar Rp 740,79 triliun.
Seperti sebelumnya, UMKM masih mendominasi dengan 5,29 juta debitur dengan baki debet senilai Rp 317,29 triliun. Total realisasi UMKM ini mengalami peningkatan dibandingkan Mei, yakni sebesar 101,578 juta atau 1,96 persen debitur dengan nominal realisasi meningkat Rp 9,467 triliun atau 3,08 persen dari realisasi Mei sebesar Rp 307,828 triliun.
“Sementara untuk debitur non-UMKM, total realisasinya 1,27 juta debitur dengan baki debet sebesar Rp 423,5 triliun,” melansir keterangan OJK, Selasa (7/7/2020).
Adapun realisasi restrukturisasi kredit UMKM ini, terbanyak terjadi di wilayah Jawa Timur yang mencapai 865.449 debitur dengan total baki debet sebesar Rp 46,825 triliun.
Sementara untuk total debitur terbanyak terjadi di Jawa Barat yang mencapai 1.489.986 debitur dengan baki debet sebesar 98,952 triliun.
Untuk perusahaan pembiayaan, realisasi restrukturisasi kredit sampai dengan 30 JUni 2020, sebanyak 3.740.837 kontrak dari 4.418.088 kontrak permohonan telah disetujui untuk restrukturisasi dengan nilai Rp 133,84 triliun. Sedangkan sisanya, sekitar 451.655 kontrak masih dalam proses.
Advertisement