Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana sebesar Rp 36,69 triliun sampai dengan 14 Juli 2020. Pembelian ini melalui skema lelang utama, Greenshoe option dan Private Placement.
Dengan partisipasi Bank Indonesia (BI) dalam pembelian SBN dari pasar perdana ini, pemerintah memiliki keleluasaan untuk merealisasikan APBN.
“Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia diperkuat dengan akselerasi stimulus fiskal pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam video konferensi, Kamis (16/7/2020).
Advertisement
Sinergi tersebut termasuk peran Bank Indonesia (BI) dalam pendanaan APBN 2020 melalui pembelian SBN dari pasar perdana. Pembelian ini melalui mekanisme pasar maupun secara langsung (private placement).
Realisasi pembelian SBN di pasar perdana ini sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia masing-masing tanggal 16 April 2020 dan 7 Juli 2020.
“Sinergi kebijakan moneter dan fiskal tersebut sebagai bagian upaya bersama untuk mempercepat implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional, dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi,” lanjut Perry.
Ke depan, sambungnya, Bank Indonesia (BI) terus memastikan kecukupan likuiditas dan berkomitmen mendukung pendanaan APBN 2020 sebagai bagian dari upaya mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Total SBN yang Dipegang BI Capai Rp 443 Triliun
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana sebesar Rp 1,18 triliun untuk seri PBS jangka panjang melalui lelang utama pada minggu ketiga di Mei 2020.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, pembelian SBN oleh BI di pasar perdana ini setelah terbitnya UU 2/2020. Sebelumnya, BI membeli Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) jangka pendek di bawah 1 tahun.
Hal ini diperbolehkan karena SBSN ini langka, sementara BI perlu instrumen moneter untuk mengendalikan keuangan syariah.
"Kalau UU 2/2020, BI belinya SBSN yang di atas 1 tahun, itu pasar perdana yang utama maupun yang GSO itu Rp 20,3 triliun, private placement Rp 3,7 triliun. Jadi totalnya Rp 23,982 triliun," jelas Perry, Kamis (28/5/2020).
Selain melalui pasar perdana, BI juga melakukan pembelian melalui pasar sekunder untuk stabilisasi pasar senilai Rp 166,204 triliun.
"Secara total, baik yang sudah kami beli di sekunder, maupun primer di pasar perdana, termasuk yang Undang-Undang Nomor 2/2020, jumlahnya BI tahun ini adalah Rp 200,254 triliun," paparnya.
Sehingga, lanjut Perry, posisi kepemilikan SBN oleh BI per 26 Mei mencapai Rp 443,48 triliun.
Advertisement
Repo
Salah satu operasi moneter yang dimaksudkan Perry adalah berupa repurchase agreement, yakni ketika terjadi kontraksi maka BI dapat menggunakan SBN sebagai underline untuk transaksi reverse repo.
"Dengan underline SBN kita menyerap kelebihan likuiditas dari bank-bank yang kelebihan likuiditas. Tapi kalau bank-bank yang punya kekurangan likuiditas, mereka datang ke BI untuk melakukan transaksi repurchase agreement," ujarnya.
"Begitu kami terima SBN, kami menambah likuiditas, itu adalah ekspansi, dan kontraksi secara totalnya bisa stabil kondisi likuiditas di pasar uang dan perbankan," sambung Perry.
Sementara untuk below the line, adalah bagaimana BI mendukung untuk menyediakan likuiditas kepada perbankan melalui repo SBN untuk pendanaan restrukturisasi kredit dalam pemulihan ekonomi nasional.
Jika SBN tidak mencukupi, bank dapat mengajukan penempatan dana kepada pemerintah, yang di antaranya berasal dari pembelian SBN oleh BI.