Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2020 turun hingga minus 5,51 persen. Angka tersebut jauh merosot di bawah konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2020 sebesar 2,83 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pelemahan terdapat pada seluruh komponen konsumsi rumah tangga. Hanya dua yang tumbuh melambat, yaitu komponen perumahan dan pelengkapan rumah tangga serta komponen kesehatan dan pendidikan.
"Apa yang terjadi pada konsumsi rumah tangga, sehingga mengalami kontraksi yang dalam sebesar 5,51 persen. Seluruh komponen rumah tangga mengalami kontraksi," ujar Suhariyanto di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Advertisement
Pertumbuhan negatif paling dalam terlihat pada restoran dan hotel. Penjualan eceran juga mengalami kontraksi pada seluruh kelompok penjualan, antara lain makanan, minuman, dan tembakau.
"Penjualan wholesale mobil penumpang dan sepeda motor juga mengalami kontraksi. Jumlah penumpang angkutan rel, laut dan udara terkontraksi. Nilai transaksi uang elektronik, kartu debit dan kartu kredit terkontraksi," jelasnya.
Komponen yang Tumbuh
Dua komponen rumah tangga yang masih tumbuh tetapi melambat adalah perumahan dan perlengkapan rumah tangga. Hal tersebut terlihat dari konsumsi listrik yang meningkat dibanding biasanya.
"Di sana bisa terlihat bahwa volume penjualan listrik PLN ke rumah tangga itu masih tumbuh 11,99 persen. Sementara kesehatan dan pendidikan indikatornya adanya klaim bruto BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan," ucapnya.
Advertisement
Sebelumnya
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, bahkan memperkirakan ekonomi pada kuartal II ini akan terkontraksi hingga 3,88 persen.
“Kuartal II diperkirakan ekonomi akan tumbuh minus 3,26 sampai 3.88 persen,” ujar Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (4/7/2020).
Bhima menyebut, penyebab ambruknya pertumbuhan ekonomi di antaranya pelemahan konsumsi rumah tangga. Padahal, selama ini kelompok pengeluaran ini menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi domestik.
“Perlambatan konsumsi rumah tangga dan lambatnya realisasi stimulus disertai rendahnya aktivitas manufaktur jadi penyebab utama anjloknya perekonomian pada kuartal II,” kata dia.
Di sisi lain, Bhima menilai penanganan pandemi Covid-19 yang lambat dan kebingungan kebijakan kesehatan, memperparah kepercayaan konsumen untuk berbelanja. “Padahal, tanpa adanya penanganan pandemi yang optimal, sulit mengharapkan adanya pemulihan ekonomi dalam waktu singkat,” kata dia.