Peningkatan Belanja APBN Belum Berbanding Lurus dengan Kesejahteraan

APBN seharusnya wujud pengelolaan kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Agu 2020, 16:10 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2020, 16:10 WIB
Suasana Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun 2020-2021
Anggota DPR menghadiri pembukaan masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Pembukaan masa persidangan I ini dalam rangka penyampaian pidato Presiden RI mengenai RUU APBN 2021. (Pool/Biro Pemberitaan Parlemen)

Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Anggaran APBN naik sangat besar dalam 10 tahun terakhir tetapi kesejahteraan masyarakat belum mengalami kenaikan yang serupa.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dolfie Ofp menjelaskan, besaran belanja APBN pada 2010 sampai dengan 2019 mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat. Menurutnya peningkatan itu belum sejalan dengan meningkatnya kualitas kehidupan rakyat Indonesia.

"Jika kita bandingkan dengan tahun 2010, belanja (APBN) kita hanya Rp1.009 triliun, dan sekarang naik lebih dua kali lipatnya yakni Rp 2.309 triliun. Pertanyaannya, jika BPK sudah mengaudit serta melakukan pemeriksaan, bagaimana laporan keuangan pemerintah pusat, apakah sudah sesuai atau belum dengan standar akuntansi pemerintah. Menurut kami adalah tugas DPR untuk menilai, apakah belanja negara itu sudah efektif dan efisien dalam memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat," ujar Dolfie di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (26/8/2020).

Dia memaparkan, amanat Undang-Undang Dasar menyebutkan, APBN merupakan wujud pengelolaan kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apalagi anggaran belanja sudah di alokasikan untuk anggaran dan program, baik untuk sekolah, infrastruktur, bansos, penyediaan obat, bea siswa, dan lain sebagainya dan menghabiskan anggaran sebesar Rp2.309 triliun untuk berbagai macam belanja.

"Kalau kita ikuti undang-undang fakir miskin tentang tujuh kebutuhan dasar, mulai dari pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, hingga pelayanan sosial, dari aspek pangan, apakah rakyat Indonesia sekarang pangannya sudah memenuhi gizi yang cukup," tukas politikus PDI Perjuangan itu.

Dari aspek kesehatan, lanjut Dolfie, apakah saat ini akses terhadap pelayanan kesehatan sudah mudah bagi rakyat Indonesia. "Sudah punya kartu BPJS Kesehatan saja belum tentu mendapatkan pelayanan kesehatan," tandasnya.

Dia menambahkan, di bidang pendidikan, apakah sekarang akses untuk mendapatkan pendidikan, baik tingkat sekolah dasar, menengah, ataupun perguruan tinggi juga sudah mudah bagi rakyat Indonesia. Menurutnya, hal-hal seperti itu harus bisa ditunjukkan Pemerintah agar DPR yakin bahwa belanja-belanja tersebut memang sudah efektif.

"Hal-hal inilah yang mungkin kami perlu mendapatkan penjelasan, bahwa alokasi program dan belanja APBN yang meningkat dari sebelumnya pada tahun 2010 sebesar Rp1.009 triliun dan di tahun 2019 menjadi Rp2.309 triliun juga meningkatkan kualitas kehidupan rakyat," tegasnya.

Untuk itu, dia mendorong pemerintah untuk menjelaskan peningkatan efektivitas belanja negara sudah dilakukan. Apalagi capaian Kemenkeu secara berturut-turut telah mendapatkan hasil memuaskan yakni opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari pemerintah.

"Bahwa pengelolaannya menurut BPK telah sesuai dengan asas-asas standar akuntansi pemerintah, hal itu kita apresiasi, tetapi kualitas belanjanya apakah telah meningkatkan derajat kehidupan rakyat. Pentingnya penjelasan lebih lanjut ini supaya kita bersama bisa mengevaluasi bahwa alokasi program dan anggaran yang dilakukan selama ini benar-benar efektif efisien, dan tepat sasaran, tepat manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat," pungkasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan video pilihan berikut ini:

Komisi XI DPR Sepakati Laporan APBN 2019 dari Pemerintah

Suasana Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun 2020-2021
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin tiba di lokasi pembukaan masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Pembukaan masa persidangan I ini dalam rangka penyampaian pidato Presiden RI mengenai RUU APBN 2021. (Pool/Biro Pemberitaan Parlemen)

Sebelumnya, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati hasil laporan Kementerian Keuangan atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi XI DPR RI, Dito Gaminduto dalam hasil putusan rapat di Ruang Komisi XI, Gedung Parlemen, Jakarta.

 

"Komisi XI dapat menerima laporan Kementerian Keuangan atas pelaksanaan APBN 2019," kata Dito saat membacakan hasil putusan rapat, Rabu (26/8).

Dalam keputusan rapat tersebut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga berjanji akan mengoptimalkan kualitas belanja Kementerian Keuangan yang lebih baik dan ditujukan dengan indikator-indikator capaian yang semakin baik.

Di sisi lain, penatausahaan pituang negara juga akan dioptimalkan berdasarkan prinsip-prinsip akuntabilitas dan tata kelola berdasarkan Standar Operating Procedure (SOP) yang efektif, transparan dan tepat waktu.

Kemudian, pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau badan lainnya dipergunakan untuk mendapatkan manfaat sosial, ekonomi, dan memperkuat kontribusinya lada penguatan ekonomi nasional.

"Menteri Keuangan akan memberikan jawaban tertulis atas pernyataan dan tanggapan pimpinan dan anggota Komisi XI DPR RI maksimal 7 hari kerja," tandas Dito.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya