Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada bulan Agustus sebesar 0,94 persen (ytd) dan 1,34 persen (yoy). Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu IV Agustus 2020 juga terjadi deflasi sebesar 0,04 persen (mtm).
"Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu IV Agustus 2020, perkembangan harga pada bulan Agustus 2020 diperkirakan deflasi sebesar 0,04 persen (mtm)," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko dalam siaran persnya, Jakarta, Jumat (28/8).
Baca Juga
Onny mengatakan emas perhiasan masih menjadi komoditas tertinggi yang menyumbang inflasi sebesar 0,11 persen (mtm). Lalu disusul minyak goreng sebesar 0,02 persen (mtm) dan cabai merah sebesar 0,01 persen. (mtm).
Advertisement
Sementara itu , penyumbang utama deflasi pada periode laporan antara lain berasal dari komoditas daging ayam ras sebesar -0,15 persen (mtm) dan bawang merah sebesar -0,08 persen (mtm). Lalu jeruk, tomat dan telur ayam ras masing-masing sebesar -0,02 persen(mtm).
Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.
Begitu juga dengan melakukan langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Termasuk menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Inflasi Minggu Kedua Agustus 2020 Sebesar 0,01 Persen
Bank Indonesia (BI) melaporkan inflasi minggu kedua Agustus 2020 sebesar 0,01 (mtm). Sehingga diperkirakan inflasi bulan ini secara tahun kalender sebesar 0,99 persen (ytd) dan secara tahunan sebesar 1,39 persen (yoy).
"Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu II Agustus 2020, inflasi Agustus 2020 diperkirakan sebesar 0,01 persen (mtm)," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko dalam siaran pers, Jakarta, Jumat (14/8)
BACA JUGA
BTN Tawarkan Bunga KPR 4,17 Persen di Pameran Virtual Ada pun penyumbang utama inflasi berasal dari komoditas emas perhiasan sebesar 0,11 persen (mtm), cabai merah sebesar 0,02 persen (mtm), minyak goreng dan ikan kembung masing-masing sebesar 0,01persen (mtm).
Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi, yaitu daging ayam ras sebesar -0,15 persen (mtm), bawang merah sebesar -0,06 persen (mtm), telur ayam ras, jeruk, dan tomat sebesar -0,02 persen (mtm).
Onny mengatakan Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.
Lalu menentukan langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Termasuk menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Upaya Pemerintah Jaga Inflasi Stabil 3 Persen di 2021
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus berkomitmen untuk menjaga tingkat inflasi di level yang terukur. Pada tahun 2021 nanti, target inflasi dipatok pada tingkat 3 persen.
Diantaranya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pemerintah akan menjaga administered prices dan volatile food.
"Selama ini kami sudah memberikan perhatian luar biasa dan anggaran tentang ketahanan pangan untuk menjadi salah satu prioritas yang sangat tinggi," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, Jumat (14/8/2020).
Selain mendukung ketahanan pangan, pemerintah juga berupaya untuk menjaga stabilitas harga. Yakni dengan cara menjaga ketersediaan pasokan pangan serta kelancaran distribusi.
Kedepannya, perkembangan inflasi ini dipengaruhi oleh upaya pemulihan ekonomi nasional. Termasuk pemulihan demand dan daya beli dari masyarakat.
Pemerintah melihat, adanya tambahan likuiditas di masyarakat bisa mendorong naiknya permintaan. Sehingga saat ini pemerintah tak segan menggelontorkan berbagai stimulus guna memantik daya beli masyarakat.