Liputan6.com, Jakarta - Di era serba digital saat ini, akan ketinggalan zaman jika tidak memanfaatkan digitalisasi untuk berusaha. Mau tidak mau dengan perkembangan industri 4.0 dan transformasi digital menjadi kata kunci agar detak jantung bisnis tetap hidup, termasuk untuk UMKM.
Apalagi dengan adanya pandemi covid-19 semakin sulit untuk melakukan aktivitas di luar rumah, karena kita harus mengikuti kebijakan Pemerintah yaitu jaga jarak (social distancing). Maka dari itu, momentum pandemi ini sangat tepat untuk memanfaatkan teknologi digital.
Lalu seberapa penting UMKM harus go digital?
Advertisement
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) Rully Indrawan, mengatakan banyak keuntungan yang akan diperoleh UMKM yang dengan cerdas mampu bertransformasi memanfaatkan digitalisasi.
“Saya kira penting karena 3 alasan, yakni pertama, karena kondisi saat ini yang memang di mana ada sosial distancing, bertemu tatap muka menjadi aktivitas yang dihindari sebisa mungkin maka suka tidak suka digital adalah jawabannya,” kata Rully kepada Liputan6.com, Minggu (6/9/2020).
Keuntungan kedua, yakni tercipta efisiensi yang semakin memudahkan pelaku UMKM untuk menjalankan bisnisnya, seperti efisiensi biaya transportasi, pergudangan, bahkan promosi cukup dilakukan melalui media sosial Facebook, Instagram, dan Twitter, serta lainnya.
Ketiga, digitalisasi itu dibutuhkan untuk memperluas jaringan marketing, sehingga bisa merambah ke berbagai daerah bahkan negara lain, terkait produk-produk tertentu dan akses untuk pemasaran semakin bisa diperluas.
Meskipun saat ini dari 64 juta UMKM di Indonesia baru 13 persen atau 8 juta UMKM yang masuk ke ranah digital. Sisanya masih menjadi PR berbagai pihak termasuk Kementerian Koperasi dan UKM untuk mendorong UMKM segera menyeluruh go digital.
Kata Rully, sebab masih banyak permasalahan yang dialami UMKM di Indonesia, terkait infrastruktur, kemampuan menguasai teknologi dan kemampuan beradaptasi yang dinilai masih kurang.
Oleh karena itu, pihaknya berupaya menjalin Kerjasama dengan berbagai pihak baik Kementerian, Lembaga, asosiasi, akademisi, komunitas usaha, dan platform-platform digital seperti Marketplace Shopee, Blibli, Tokopedia, Bukalapak, Grab, Smesco, dan sebagainya.
“Saya kira Kemenkop UKM tidak bisa berjalan sendiri kita berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan Lembaga lain, seperti Kominfo dan lembaga-lembaga Pendidikan Tinggi, dan kelompok-kelompok usaha yang sudah memanfaatkan teknologi seperti platform-platform besar,” ujarnya.
Bahkan Kemenkop UKM mengubah konsep Smesco bukan hanya sebagai trading tapi juga sebagai pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai pusat perubahan, dimana di digital menjadi bagian yang penting, seperti pelatihan-pelatihan, pendampingan, konsultasi, terus ditingkatkan.
“Kemudian berbagai supporting berbagai produk lain kita mencoba skema produk-produk kita memasuki bisnis platform, sehingga produk-produk UMKM bisa dikenal lebih luas lagi. Itulah upaya-upaya yang saat ini sedang dikembangkan,” ungkapnya.
Dengan begitu diharapkan UMKM yang belum masuk dalam ekosistem bisnis digital, bisa terdorong dan akhirnya dengan mantap memanfaatkan teknologi digital dengan baik.
Sejauh ini, Kemenkop UKM mencatat sejak pandemi terjadi, penjualan di e-commerce naik hingga 26 persen atau mencapai 3,1 juta transaksi per hari. Tentu saja itu kabar baik, Rully mengatakan di Kemenkop UKM hingga akhir 2020 menargetkan 2 juta UMKM agar masuk dalam platform digital.
“Harapan kita tahun ini pelaku UMKM bisa meningkat sebesar 2 juta UMKM yang memanfaatkan digital,” pungkasnya.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri Teten: UMKM Harus Siap Hadapi Resesi
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan dalam 1-2 tahun ke depan kekuatan ekonomi Indonesia akan bertumpu pada ekonomi domestik.
“Dalam kondisi resesi dunia harus kita hadapi. Karena ini bukan hanya Indonesia saja tapi dunia. Saya kira dalam 1-2 tahun ke depan kekuatan ekonomi akan bertumpu pada ekonomi domestik, saya kira ini menguntungkan UMKM,” kata Teten dalam acara Inspirato Sharing Session ‘Memulai Usaha di Era Krisis’, Rabu (2/9/2020).
Sehingga, sisi pembiayaan dan supply chain-nya harus dibentuk agar UMKM di Indonesia lebih siap dalam menghadapi resesi global.
Oleh karena itu, kata Teten, Pemerintah berkomitmen untuk terus mengevaluasi program PEN agar bisa menggerakkan ekonomi domestik. Dimana ekonomi domestik didominasi oleh UMKM.
Menurutnya, di tengah krisis seperti ini berbeda dengan krisis tahun 1998, dimana UMKM tampil menjadi pahlawan ekonomi. Karena saat itu banyak usaha besar di sektor keuangan yang tumbang justru penyelamatnya UMKM.
“Saat ini justru yang terdampak UMKM, meski begitu Pemerintah tetap UMKM sebagai penyangga, paling tidak angka kemiskinan dan pengangguran tidak terlalu dalam,” katanya.
Lantaran pelaku UMKM terganggu dari sisi supply dan demand, mereka tak sanggup bayar cicilan ke bank, produksi terganggu, distribusi juga. Maka dari itu Pemerintah mencari solusi untuk UMKM salah satunya dari sisi pembiayaan untuk UMKM yang Bankable dan Unbankable.
“Yang sudah bankable sudah memberikan restrukturisasi pinjaman selama 6 bulan dan subsidi bunga untuk 6 bulan dan kita evaluasi lagi kalau memang keadaan ekonomi masih terpuruk akan kita perpanjang,” jelasnya.
Sementara untuk yang unbankable kita baru saja menyalurkan untuk 12 juta usaha mikro yang unbankable masing-masing Rp 2,4 juta, dari total Rp 22 triliun, baru tercapai 40 persen.
Advertisement
Menteri Teten: Peternak Ayam Harus Bentuk Koperasi, Biar Efisien
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyarankan peternak unggas khususnya ayam yang sebagian besar adalah UMKM untuk berkoperasi, agar bisa mencapai skala bisnis, lebih efisien dalam proses produksinya.
"Peternak ayam yang umumnya UMKM merupakan salah satu motor penggerak ekonomi rakyat. Pemerintah berkomitmen melindungi dan membantu mereka untuk bisa tumbuh melalui koperasi, karena saat ini peternak perorangan atau skala kecil akan susah bersaing di pasar," kata Teten usai meresmikan UKM Rumah Produksi Ayam Kampung Olahan dengan merek NatChick di Bogor, Selasa (1/9/2020).
Ia mencontohkan kekuatan koperasi agribisnis di Belanda dan Selandia Baru. Memperkuat koperasi peternakan, termasuk perunggasan memang harus dilakukan agar usaha mereka dapat lebih berkembang.
Teten juga mengapresiasi pada PT SUI sebagai industri peternakan ayam lokal atau ayam kampung, yang mau mengembangkan UKM rumah produksi ayam kampung olahan ini, dan merangkul UMKM lain dalam pemasarannya sebagai reseller. Apalagi dalam pemasarannya sudah menggunakan aplikasi.
" Hal ini memberikan peluang usaha pada rakyat untuk menjadi pelaku UMKM. Saya sudah mencicipi olahan ayam kampungnya, rasanya enak banget. Apalagi olahan ayamnya banyak aneka bumbu rempah rempah dan ini juga peluang baru bagi UMKM untuk bisa memasarkan hasil rempah-rempahnya," ujarnya.
Menurutnya langkah yang dilakukan PT SUI menggandeng UMKM ini sudah benar, karena peternakan ayam dan makanan olahan ayam merupakan domainnya UMKM, terlebih yang dikembangkan adalah ayam kampung.
" Sejarah ayam itu kan awalnya dari tiga wilayah yaitu Indonesia Hindustan dan China. Namun industri ayam modern kini dikuasai oleh negara negara besar seperti di eropa dan Amerika,” katanya.
Selain itu, Teten melihat potensi pasar bagi UMKM peternak ayam kampung, masih sangat besar. Sebagai sumber protein hewani , konsumsi perkapita ayam di Indonesia tercatat 12 -13 kilogram perkapita pertahun, yang masih lebih rendah dibanding Malaysia yang mencapai 38-40 kg per tahun.
Peningkatan konsumsi ayam ini dapat memacu penyerapan ayam peternak rakyat yang berlimpah. Apalagi dalam beberapa waktu terakhir Indonesia mengalami kondisi kelebihan pasokan ayam akibat suplai day old chicken (DOC) impor yang berlebih, sehingga membuat harga ayam peternak anjlok.
Untuk itu apabila peningkatan konsumsi dapat terealisasi dengan baik, maka dampaknya bakal menstabilisasi kembali harga ayam peternak, dan akan terjadi keseimbangan yang berkelanjutan antara produksi dengan konsumsi secara nasional.