Mendag Minta Kominfo Blokir Situs Dagang Online yang Langgar Aturan

Permohonan pemblokiran situs dagang online itu diajukan agar pihak konsumen dapat semakin terlindungi di tengah krisis pandemi Covid-19.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 03 Sep 2020, 11:10 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2020, 11:10 WIB
Ilustrasi Belanja Online
Ilustrasi belanja online (dok. Pixabay.com/HutchRock/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) telah meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir situs-situs perdagangan online yang melanggar ketentuan.

Direktur Jenderal PKTN Kemendag Veri Anggrijono mengatakan, permohonan itu diajukan agar pihak konsumen dapat semakin terlindungi di tengah krisis pandemi Covid-19. Namun, ia tak menyebut rincian berapa situs dagang online yang dinilai melanggar aturan dan diminta dicabut izin usahanya.

"Terhadap pelaku-pelaku usaha yang melakukan pelanggaran, kami merekomendasikan kepada Kominfo untuk men-take down website-website yang melakukan kegiatan usaha di luar ketentuan," ujar Veri dalam sesi teleconference, Kamis (3/9/2020).

Adapun bentuk pelanggaran utama bagi pelaku usaha e-commerce yang disoroti Kemendag yakni tidak memiliki izin usaha. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Lebih lanjut, Veri menyampaikan, Kemendag terus meningkatkan pelayanan terhadap konsumen. Salah satu caranya yakni dengan menyediakan portal pengaduan melalui Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) serta Direktorat Pemberdayaan Konsumen.

"Apabila bukti pengaduan sudah cukup dan dapat ditindaklanjuti, kami dapat melakukan tindakan pemberian sanksi baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Jadi kita tahu di UU Perlindungan Konsumen (Nomor 8/1999) ada sanksi administratif maupun sanksi pidana," jelasnya.

Di sisi lain, Veri menyatakan, Kemendag juga tetap mempersilakan pelaku e-commerce untuk melakukan kegiatan dagang secara virtual. Dengan catatan, mereka tetap mengikuti regulasi yang telah ditetapkan.

"Kami tidak melarang pelaku usaha jualan di e-commerce. Tapi kami harap tetap ikuti ketentuan dan peraturan yang berlaku. Sanksi tetap diberikan, bahkan kalau didapat pelanggaran yg berulang kami tingkatkan proses pidananya," pungkasnya.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020


Belanja Online Laku Keras saat Pandemi Covid-19, Toko Fisik Terancam Tutup?

[Bintang] Minta Cashback, Modus Penipuan Baru di Online Shop!
Buat yang suka belanja di online shop, hati-hati dengan modus penipuan baru yang meminta cashback. (Ilustrasi: Pexels.com)

Pandemi Covid-19 banyak mengubah kebiasaan masyarakat dalam berbagai aktivitas, termasuk berbelanja.

Kebijakan beberapa negara untuk melakukan pembatasan sosial untuk memitigasi penyebaran virus Corona Covid-19 membuat banyak oleh memilih untuk belanja online. Dampaknya, tidak ada transaksi tatap muka seperti yang umunya terjadi sebelum pandemi.

Di sisi lain, situasi ini juga mendorong akselerasi perekonomian digital. Dimana para penjual mau tidak mau harus beralih pada strategi baru untuk mengikuti perkembangan pola konsumsi masyarakat ke arah digital.

Namun demikian, apakah perubahan ini akan menggerus pasar konvensional, dan benar-benar mengubah kebiasaan konsumen untuk benar-benar mengandalkan belanja secara online?

Profesor pemasaran di Bentley University Massachusetts, Lan Xia, mengatakan "Kita semua telah melihat-lihat pada suatu titik, melewati toko untuk melihat-lihat, tanpa niat untuk membeli," ujarnya dilansir dari BBC, Rabu (1/7/1010).

Xie menambahkan, dengan berbelanja secara konvensional di toko fisik, memungkinkan seseorang untuk membeli produk yang sebelumnya tidak ia inginkan. Terlebih, konsumen akan memperoleh pengalaman emosional terhadap produk yang berwujud.

Dalam temuannya, Xie juga menyebutkan bahwa alasan seseorang tertarik untuk menelusuri gerai tertentu dikarenakan desain dan pengalaman yang ditawarkan saat mengunjungi gerai tersebut.

“Tetapi dengan semua pembatasan ini akibat Covid-19 ini, konsumen akan membutuhkan alasan yang sangat bagus untuk pergi ke mal. Orang-orang akan mulai menemukan tempat lain untuk mengisi hubungan sosial itu,” kata Xie.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya