Tutup Defisit APBN, Sri Mulyani Izinkan BI Beli SBN di Pasar Perdana hingga 2022

Burden sharing antara pemerintah dengan BI dilakukan dalam menghadapi situasi dan kondisi luar biasa (extraordinary) akibat Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Sep 2020, 20:20 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2020, 20:20 WIB
FOTO: Sri Mulyani Bahas Program PEN Bersama Komisi XI DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020). Rapat di antaranya membahas perkembangan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sehubungan dengan kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit APBN, strategi pembiayaan mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang disusun berlandaskan pada prinsip untuk tetap menjaga posisi Bank Indonesia selaku otoritas moneter serta Kementerian Keuangan selaku otoritas fiskal.

Burden sharing atau berbagi beban dengan Bank Indonesia akan dilakukan hingga 2022. Bank Indonesia bertindak sebagai pembeli siaga (stand by buyer) dalam lelang SBN melalui pasar perdana.

"Hal ini dilakukan sesuai UU 2/2020 yaitu sampai 2022. Dengan demikian, Pemerintah dan BI tetap menjaga disiplin kebijakan fiskal dan moneter, serta menjaga mekanisme pasar yang kredibel dan menjaga kepercayaan para investor pada instrumen Surat Berharga Negara," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers online, Jakarta, Jumat (4/9).

Adapun burden sharing dengan BI dilakukan dalam menghadapi situasi dan kondisi luar biasa (extraordinary) akibat Covid-19. Burden sharing telah disepakati dan dijelaskan dalam pembahasan dengan DPR (Komisi XI dan Badan Anggaran).

Sebelum diperpanjang untuk 2022, dalam menangani kondisi dampak pandemi Covid-19 yang luar biasa pada 2020, Pemerintah dan BI bersepakat membagi beban untuk belanja bidang kesehatan, bantuan sosial, belanja mendukung pemulihan daerah dan sektoral.

Belanja tersebut dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang tidak melalui lelang (pasar), namun langsung dibeli oleh BI (private placement) dengan beban bunga pemerintah adalah nol persen. Mekanisme extraordinary ini adalah untuk situasi luar biasa dan hanya dilakukan satu kali saja yaitu tahun 2020.

"Pemerintah tetap fokus dalam memusatkan perhatian pada penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi serta menjaga stabilitas sistem keuangan dengan menggunakan seluruh instrumen dan kebijakan fiskal dan kebijakan-kebijakan struktural lainnya yang dilakukan secara akuntabel, efektif dan transparan dalam menghadapi tantangan extraordinary akibat Covid-19," tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sri Mulyani: KSSK Masih Ada Kendala Soal Koordinasi Kebijakan

30 Wajib Pajak Dapat Penghargaan dari Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi sambutan saat memberikan apresiasi dan penghargaan kepada 30 Wajib Pajak (WP) di Jakarta, Rabu (13/3). Acara ini mengambil tema 'Sinergi Wujud Cinta Negeri'. (Liputan6.com/JohanTallo)

Pengalaman Krisis Keuangan Asia 1997-1998 dan Krisis Keuangan Global 2008 menjadi pengalaman berharga bagi Indonesia. Hal itu melahirkan langkah pembenahan dan reformasi sistem keuangan Indonesia agar menjadi lebih stabil, berdaya tahan, efisien, inklusif, dan tumbuh secara berkelanjutan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pelajaran penting dari situasi krisis sebelum ini dan dalam menghadapi kondisi luar biasa akibat Covid-19 adalah kondisi tekanan akibat krisis akan memunculkan potensi permasalahan pada sistem keuangan yang harus diwaspadai dan dideteksi dini.

"Beberapa tahun terakhir KSSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, BI, OJK dan LPS telah melakukan simulasi krisis atau stress test dan telah mendeteksi beberapa isu dalam menjaga stabilitas sistem keuangan," ujar Sri Mulyani, melalui konferensi pers online, Jakarta, Jumat (4/9/2020).

Meski demikian, kata Sri Mulyani, langkah pembenahan yang dilakukan oleh KSSK masih terkendala beberapa hal. Di antaranya adalah kerjasama, kesamaan pandangan, kepentingan antar lembaga dan landasan hukum.

"Namun langkah pembenahan terkendala baik karena kerjasama, kesamaan pandangan, dan kepentingan antar lembaga masih perlu dibangun dan ditingkatkan, juga adanya kendala landasan hukum yang tidak terpadu," jelasnya.

Pandemi Covid-19 telah menimbulkan tekanan luar biasa terhadap perekonomian dan sektor keuangan. Stabilitas Sistem Keuangan perlu untuk terus dijaga dan diantisipasi dampak berat akibat tekanan Pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung.

Landasan dan proses penanganan permasalahan bank dan lembaga keuangan non-bank terus diperbaiki melalui mekanisme kerjasama antara Pemerintah, BI, OJK, dan LPS yang makin intensif.

'Koordinasi kebijakan oleh lembaga anggota KSSK dan para pemangku kepentingan lainnya sejauh ini berhasil menjaga agar permasalahan pada sektor keuangan tersebut tidak menimbulkan dampak terlalu besar," jelas Sri Mulyani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya