Liputan6.com, Jakarta - Media massa sebagai sarana komunikasi massa, penyebar informasi, dan penyampaian opini, yang layak dan akurat perlu dijaga keberlangsungannya, terutama di masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Penurunan pendapatan iklan dalam beberapa bulan terakhir telah dirasakan media cetak sebagai dampak Covid-19 secara nyata yang menurunkan kemampuan media cetak dalam menyediakan kertas sebagai bahan baku utama penerbitan media cetak.
Advertisement
Dalam rangka menjaga produktivitas media massa, Menteri Keuangan menerbitkan PMK Nomor 125/PMK.010/2020 tentang Pajak Pertambahan Nilai ditanggung Pemerintah (PPN DTP) atas impor dan/atau penyerahan kertas koran dan/atau kertas majalah yang dilakukan oleh perusahaan pers media cetak pada tahun anggaran 2020.
Advertisement
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu menyatakan dalam keterangan resmi, Selasa (15/9/2020), bahwa Perusahaan Pers media cetak yang berhak mendapatkan kemudahan berupa PPN DTP yaitu perusahaan media cetak yang menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi berupa penerbitan surat kabar, jurnal, buletin, dan majalah dengan kode Klasifikasi Lapangan Usaha 58130.
Adapun kertas koran yang atas impor dan/atau perolehannya diberikan kemudahan berupa PPN DTP, merupakan kertas koran yang umumnya dipakai sebagai kertas koran sebagaimana tercantum dalam pos 4801 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2017.
Sedangkan kertas majalah yang dimaksud yaitu jenis kertas yang umumnya merupakan bahan baku kertas sebagaimana tercantum dalam pos 4802, pos 4805, pos 4810, dan pos 4811 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2017.
PPN DTP atas kertas koran dan/atau majalah dapat digunakan setelah PMK ini mulai berlaku hingga 31 Desember 2020. “PMK ini diharapkan dapat membantu perusahaan pers media cetak untuk dapat menjaga produktivitas di masa pandemi Covid- 19,” tutur Febrio.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ada Insentif, Produsen Migas Bebas Pengenaan PPN dan Biaya ASR
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memberikan insentif penundaan penyetoran dana Abandonment and Site Restoration (ASR) ke Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Plt. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan, bahwa relaksasi dana ASR diberikan kepada KKKS yang membutuhkan, setelah sebelumnya KKKS tersebut melakukan evaluasi kemampuan finasial keuangan perusahaan secara mandiri.
Berdasarkan data SKK Migas, dari 43 KKKS yang diberikan penawaran untuk mendapatkan insentif sebanyak 30 KKKS telah menyatakan mengikuti relaksasi di tahun 2020.
“Total pencadangan dana ASR pada Semester I 2020 yang diberikan relaksasi mencapai USD 26 juta dan diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2020 nilai total pemberian relaksasi dana ASR akan mencapai USD 66,6 juta,” kata Susana di Jakarta, Rabu (9/9/2020).
Susana menambahkan, insentif pencadangan dana ASR diberikan agar KKKS dapat menjaga stabilitas kemampuan finansial, sehingga fokus pada upaya-upaya pencapaian produksi migas yang telah ditetapkan.
“KKKS yang telah mengikuti program relaksasi segera kami minta untuk kembali fokus pada kegiatan produksi ataupun kegiatan eksplorasi, yang terpenting investasi di hulu migas tetap berjalan,” ujarnya.
Terdapat sembilan insentif yang diusulkan SKK Migas kepada pemerintah, selain dana ASR, insentif fiskal hulu migas lainnya seperti halnya perpajakan, saat ini masih sedang dalam proses pembahasan dengan kementerian dan lembaga terkait yang berwenang. SKK Migas berharap agar kebijakan pemberian insentif kepada KKKS mampu meningkatkan gairah investasi utamanya di hulu migas.
“Per Agustus 2020, angka investasi di hulu migas mencapai USD 6,12 Miliar atau 44 persen dari target tahun 2020. Besarnya investasi di industri hulu migas tentunya akan mendorong terciptanya multiplier effect di tengah beratnya kondisi ekonomi saat ini. Kami berharap industri ini mampu memberikan dukungan bagi perekonomian daerah dan pelaku usaha, utamanya di sekitar wilayah operasi hulu migas,” papar Susana.
Advertisement