Penipuan Pengangkatan CPNS, 55 Korban Bayar Rp 3,8 Miliar

Melalui pesan singkat Whatsapp, oknum penipuan CPNS menyampaikan kepada korban seolah-olah pembagian NIP dilakukan pada Senin, 9 Desember 2019.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Sep 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2020, 09:00 WIB
Penerimaan PNS Palsu
Ilustrasi penipuan penerimaan PNS untung miliaran rupiah.

Liputan6.com, Jakarta Penipuan berdalih pengangkatan CPNS kembali terjadi. Sebanyak 55 korban menjadi korban penipuan, dan telah mentransfer uang sebesar Rp 3,8 miliar kepada oknum yang mengatasnamakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo.

"Kami baru mendapat laporan, kemudian langsung ditindaklanjuti oleh bapak Menteri (PANRB) didampingi Staf Khusus dengan melaporkan kasus ini kepada Kapolda Metro Jaya. Kita tunggu perkembangan selanjutnya," ujar Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB Andi Rahadian dalam keterangan tertulis, Jumat (18/9/2020).

Andi mengatakan, terdapat 4 nama yang mengaku sebagai orang kepercayaan Menteri PANRB dan meminta sejumlah uang kepada korban. Keempatnya adalah M Sobirun, Pujiani Wahyuni, Rara Amiati dan Eni Suheni.

Melalui pesan singkat Whatsapp, oknum tersebut menyampaikan kepada korban sebagai peserta CPNS bahwa seolah-olah pembagian Nomor Induk Pegawai (NIP) untuk pusat dilakukan pada Senin, 9 Desember 2019.

Pembagian dikatakan bertempat di kantor departemen atau lembaga masing-masing yang mendapat jatah CPNS khusus. Peserta diminta menggunakan baju putih lengan panjang dan celana hitam dengan membawa nomor register.

Sementara peserta yang belum mendapatkan nomor register harus membawa tanda pengenal. Peserta yang mendapatkan nomor register adalah peserta seleksi tahun formasi 2018.

Bahkan oknum memberikan penjelasan bahwa usulan dari pemerintah daerah seringkali bermasalah dengan nomor register.

Selain itu, masih satu rangkaian dari kasus penipuan tersebut, juga ditemukan bukti terdapat surat palsu yang seolah-olah ditandatangani Menteri PANRB.

Di dalam surat palsu tersebut, dijelaskan bahwa menindaklanjuti hasil rapat 26-27 Oktober 2019, para menteri telah menyepakati bahwa jadwal pembagian SKB diputuskan Kamis, 31 Oktober 2019.

Dalam surat palsu itu juga tertulis Menteri PANRB menegaskan kepada seluruh peserta dan orang tua peserta bahwa program CPNS tersebut legal dan bukan penipuan serta hal tersebut menjadi tanggung jawab Menteri PANRB.

Dijelaskan bahwa seluruh peserta CPNS sudah memiliki NIP dan SK, maka diimbau untuk tidak mendaftar formasi CPNS kembali karena pembagian SK tertunda hanya sampai akhir bukan Oktober dan administrasi tidak dapat dikembalikan. Bagi peserta daerah sudah disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota setempat.

Menurut penjelasan Andi, saat ini proses seleksi CPNS tahun formasi 2019 tengah dalam tahap seleksi kompetensi bidang (SKB).

Dia mengingatkan kembali kepada masyarakat agar tidak mudah percaya kepada orang yang memberikan janji untuk dapat diangkat menjadi ASN melalui jalur CPNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), terutama dengan meminta sejumlah uang.

"Modus tersebut patut diduga sebagai penipuan. Jika ada informasi terkait rekrutmen CPNS, dimohon untuk lebih waspada dan melakukan konfirmasi ke Kementerian PANRB terlebih dahulu," imbuhnya.

Saksikan video di bawah ini:

Cek Kabar Terbaru Perpres Gaji dan Tunjangan PPPK 2019

Banner Infografis Seleksi Pegawai PPPK 2019
Banner Infografis Seleksi Pegawai PPPK 2019. (Liputan6.com/Triyasni)

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memberikan penjelasan terkait Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Gaji dan Tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB Andi Rahadian mengatakan, sekitar 51 ribu tenaga honorer yang telah lulus seleksi PPPK tahun 2019 sangat menanti terbitnya Rancangan Perpres Gaji dan Tunjangan. Namun, proses perumusan Perpres ini memerlukan waktu yang cukup lama karena harus mempertimbangkan berbagai aturan lain.

"Salah satu aturan yang harus dipertimbangkan adalah PP Nomor 80/2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah," jelas Andi dalam keterangan tertulis, Kamis (17/9/2020).

Andi menyampaikan, dalam PP tersebut disebutkan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi PNS dan anggota TNI/Polri yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Karena PP tersebut tidak menyebutkan tentang PPPK, maka hal ini akan berpotensi mengurangi gaji dan tunjangan PPPK yang seharusnya diterima sama dengan gaji pegawai negeri sipil (PNS)," ungkapnya.

Berbagai alternatif solusi ditawarkan agar standar besaran gaji dan tunjangan yang diterima PPPK sama seperti gaji dan tunjangan PNS. Oleh karenanya diambil alternatif memberikan besaran gaji berbeda (lebih besar) daripada besaran gaji pokok PNS, sehingga ketika dikenakan PPh maka gaji yang diterima PPPK akan sama dengan gaji pokok PNS.

Lebih lanjut, Andi mengabarkan, saat ini Rancangan Perpres Gaji dan Tunjangan PPPK sudah memasuki fase akhir, yakni tahap memperoleh paraf dari pimpinan kementerian/lembaga yang terkait. Dalam kaitan ini, Menteri PANRB telah memberikan parafnya, dan menyampaikan kembali ke Sekretariat Negara untuk disirkulasikan kembali ke Menteri terkait lainnya.

"Kementerian PANRB berharap Rancangan Perpres tentang Gaji dan Tunjangan PPPK dapat segera ditetapkan dalam waktu dekat dan dapat dilanjutkan dengan proses berikutnya, sehingga PPPK yang sudah lulus seleksi pada tahun 2019 dapat segera memperoleh kepastian," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya