Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak bergerak variatif pada perdagangan Jumat (Sabtu waktu Jakarta) setelah seorang komandan Libya mengatakan blokade ekspor minyak negara akan dicabut selama sebulan. Sementara penurunan pasar ekuitas AS juga membebani kontrak berjangka.
Namun, patokan minyak mentah AS dan Brent mengalami kenaikan secara mingguan setelah Arab Saudi menekan sekutu untuk tetap pada kuota produksi, Badai Sally memangkas produksi AS, dan bank-bank termasuk Goldman Sachs memperkirakan defisit pasokan.
Baca Juga
Dikutip dari CNBC, harga minyak mentah Brent turun 55 sen menjadi USD 42,75 per barel. Namun mengalami kenaikan 7,4 persen sepanjang pekan ini.
Advertisement
Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate, patokan minyak AS, naik 14 sen atau 0,3 persen ke level USD 41,11 per barel.
Harga minyak jatuh pada hari Jumat setelah komandan Libya timur Khalifa Haftar mengumumkan akan mencabut blokade produksi minyaknya selama satu bulan. Blokade memangkas produksi Libya menjadi lebih dari 100 ribu barel dari sekitar 1,2 juta barel dari hari sebelumnya.
Tidak jelas seberapa cepat Libya dapat meningkatkan produksi minyaknya. Harga minyak berjangka juga mengikuti indeks saham AS, yang turun secara luas.
“Masih ada kekhawatiran permintaan akan semakin buruk," kata Phil Flynn, Analis di Price Futures Group, Chicago.
Namun, pada hari Kamis, panel kunci untuk Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya mendesak untuk kepatuhan yang lebih baik dengan pemotongan produksi minyak di tengah penurunan harga minyak mentah.
Pangeran Arab Saudi Abdulaziz bin Salman mengatakan pada pertemuan pada hari Kamis bahwa kelompok produsen OPEC+ dapat mengadakan pertemuan luar biasa pada Oktober jika pasar minyak memburuk karena permintaan yang lemah dan meningkatnya kasus virus corona, menurut sumber OPEC+.
“Aliansi menunjukkan kekuatan dan meyakinkan pasar bahwa jika tindakan lebih lanjut diperlukan untuk mendisiplinkan sub-pelanggar dan menyeimbangkan pasar, itu akan dilakukan,” kata Bjornar Tonhaugen, Kepala Pasar Minyak Rystad Energy.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Prediksi Harga Minyak
Goldman Sachs memperkirakan defisit pasar sebesar 3 juta barel per hari pada kuartal IV dan menegaskan kembali targetnya untuk Brent mencapai USD 49 pada akhir tahun dan USD 65 pada kuartal ketiga 2021.
Bank Swiss UBS juga menunjukkan kemungkinan kekurangan pasokan, memperkirakan Brent akan naik menjadi USD 45 per barel pada kuartal IV dan menjadi USD 55 pada pertengahan 2021.
Di Teluk Meksiko, produsen AS mulai me-reboot rig setelah penutupan lima hari karena Badai Sally.
Advertisement