Transformasi Digital Perbankan Harus Diiringi Perubahan Pola Pikir dan Perilaku

Perlambatan ekonomi global akibat pandemi Covid-19 menjadi tantangan baru bagi industri perbankan.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Sep 2020, 20:15 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2020, 20:15 WIB
Ilustrasi bank
Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi global akibat pandemi Covid-19 menjadi tantangan baru bagi industri perbankan. Kondisi ini menuntut perbankan untuk melakukan transformasi ke sistem digital secara end to end.

Digitalisasi bukan hanya mengadopsi teknologi tercanggih yang menggantikan sistem konvensional. Sebaliknya, digitalisasi juga perlu diikuti dengan perubahan pola pikir dan perubahan perilaku dalam berbisnis.

"Bukan hanya proses bisnis, mengadopsi teknologi tercanggih dan menggantikan yang sudah ada. Makna ini juga perubahan maindset dan diikuti perubahan perilaku," kata Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta dalam Webinar bertajuk Transformation In Financial Industry: Shifting Of Service Into Digital Platform In The Era Of New Normal, Jakarta, Selasa (22/9).

Teknologi digital ini juga harus dibarengi dengan cara meningkatkan keamanan, layanan sampai dengan sumber daya manusia yang mumpuni sebagai penyeimbang digitalisasi. Ada tiga pandangan penting yang perlu ditanamkan agar proses digitalisasi ini menghasilkan pencapaian maksimal.

Pertama, mindset perbankan dalam berinovasi dan menciptakan produk harus berdasarkan keinginan pelanggan atau nasabah. Di era digital ini, kompetisi tidak hanya menuntut ragam produk barang dan jasa yang variatif.

Lebih dari itu, kenyamanan pelanggan juga perlu menjadi pertimbangan utama. Industri perbankan atau jasa keuangan lainnya perlu memberikan keunggulan kompetitif dalam personalisasi layanan.

"Maka harus berubah sesuai dengan kebutuhan konsumen dan konsumen sentris," kata Filianingsih.

Kedua, produk yang ditawarkan tidak boleh hanya standar, tetapi harus sesuai dengan kebutuhan konsumen. Produk perbankan tidak bukan lagi berorientasi pada nilai tambah.

Semisal layanan yang selama ini hanya dinikmati nasabah plantinum, kini harus juga bisa dinikmati semua nasabah.

"Mindset perbankan dalam berinovasi dan menciptakan produk serta layanan keuangan harus mengedepankan kebutuhan nasabah atau konsumen atau consumer centric," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bukan untuk Berkompetisi

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Asisten Gubernur Bank Indonesia ini mengatakan saat ini bukan saatnya antar industri saling berkompetisi dengan sengit. Sebaliknya, antar industri harus saling berkolaborasi. Adanya kolaborasi ini telah terbukti meningkatkan transaksi perbankan yang naik hingga 20 persen.

"Persaingan bukan satu lawan satu, tapi kolaborasi dengan semua pihak dan persaingan sehat," kata dia.

Ketiga, stabilitas finansial yang harus bergerak sesuai dengan upaya menjaga stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam kelancaran sistem pembayaran.

Dalam hal ini Filianingsih mengatakan perbankan harus merencanakan agar berkembang secara optimal. Prinsip kehati-hatian tetap harus dikedepankan dan dipertahankan.

"Kita yakini bisa menjaga daya saing dan sebagai lembaga intermediasi perbankan masih bisa terjaga," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya