Liputan6.com, Jakarta Presiden Bank Dunia David Malpass menyatakan, pihaknya tengah mengupayakan persetujuan pendanaan vaksin Covid-19 untuk negara miskin dan berkembang kepada dewan Bank Dunia. Nilainya mencapai USD 12 milliar atau sekitar Rp 179,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.939 per USD).
Dalam wawancara khusus dengan Reuters, Malpass bilang pendanaan ini merupakan bagian dari perjanjian pembiayaan bantuan Covid-19 sebesar USD 160 miliar. Dengan dana ini, negara miskin dan berkembang diharapkan bisa memperoleh vaksin dalam beberapa bulan mendatang.
"Tujuan kami ialah agar mengubah arah dampak pandemi ini terhadap negara-negara berkembang, berpenghasilan rendah dan menengah," ujar Malpass, dikutip dari Reuters, Rabu (30/9/2020).
Advertisement
Malpass berharap, dewan bisa mempertimbangkan rencana tersebut pada awal Oktober. Bank Dunia ingin memastikan negara-negara miskin dan berkembang memiliki biaya untuk mengamankan pasokan obat dan alat kesehatan agar bisa memenuhi permintaan.
Tanpa vaksin yang cukup, ekonomi negara-negara miskin beresiko runtuh dan meningkatkan kemiskinan. Bank Dunia juga sudah meminta agar negara-negara kaya yang punya "kelebihan dosis vaksin" bisa memberikan vaksin tersebut ke negara yang lebih membutuhkan.
Selain itu, upaya pembiayaan Bank Dunia ini juga diharapkan bisa membangkitkan pabrikan agar bisa meningkatkan produksi vaksin untuk negera miskin dan berkembang.
“Ini adalah sinyal pasar bagi pabrikan bahwa akan ada pembiayaan yang tersedia untuk negara berkembang dan akan ada permintaan. Kami akan mulai meminta pabrikan untuk mulai membuat alokasi untuk negara-negara ini," ujar Malpass.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bank Dunia Sebut Pandemi Covid-19 Ciptakan Kemiskinan Baru
Bank Dunia menyebutkan, pandemi Covid-19 telah memukul perekonomian di Kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Dalam Laporan Ekonomi Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik yang dirilis Selasa (29/9/2020), Covid-19 diprediksi akan menyebabkan kenaikan angka kemiskinan.
"Guncangan Covid-19 secara mengejutkan meningkatkan angka kemiskinan hingga 38 juta di tahun 2020," demikian dikutip dari laporan Bank Dunia, Rabu (30/9/2020).
Dalam laporan tersebut, diprediksi angka kemiskinan di kawasan ini akan naik pertama kalinya dalam 20 tahun.
"Kawasan ini dihadapkan kepada serangkaian tantangan yang belum pernah dihadapi sebelumnya dan pemerintah menghadapi pilihan yang sulit," ujar Wakil Presiden Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa dalam pernyataannya.
Sebanyak 33 juga orang diprediksi akan tetap berada di garis kemiskinan, lalu tambahan 5 juta orang yang sebelumnya tidak masuk kategori miskin akan masuk ke kelompok tersebut.
Adapun, proyeksi ini didasarkan pada pengelompokan masyarakat dengan standar pendapatan kurang dari USD 5,5 per hari atau sekitar Rp 82 ribu per hari (kurs Rp 14.925 per USD).
Bank Dunia menjelaskan, kemiskinan ini menjadi salah satu dampak dari triple shock atau "tiga guncangan" sosial ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19.
"Penyakit, ketidakamanan pangan, kehilangan pekerjaan dan penutupan sekolah dapat menyebabkan erosi sumber daya manusia dan kehilangan pendapatan yang berlangsung seumur hidup," kata Bank Dunia.
Untuk menekan hal itu, Bank Dunia menyarankan beberapa opsi, misalnya dengan berinvestasi pada kapasitas pengujian dan penelusuran dan memperluas cakupan perlindungan sosial yang meliputi masyarakat miskin dan sektor informal.
"Dengan dampak terbesar dirasakan oleh keluarga miskin, karena mereka memiliki lebih sedikit akses kepada fasilitas layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan keuangan," paparnya.
Advertisement