Syarat Impor Ikan Ketat, KKP Perkuat Kerjasama Internasional

KKP optimistis produk perikanan Indonesia bisa bersaing di pasar internasional meski syarat impor di negara tujuan kian ketat.

oleh Athika Rahma diperbarui 02 Okt 2020, 11:30 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2020, 11:30 WIB
Semester I 2018, Ekspor Perikanan Alami Peningkatan
Nelayan memindahkan ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Kamis (26/10). Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor produk perikanan tercatat sebanyak 510.050 ton pada semester I-2018. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis produk perikanan Indonesia bisa bersaing di pasar internasional meski syarat impor di negara tujuan kian ketat. Tidak hanya meningkatkan kualitas produk dan menggencarkan promosi, KKP juga terus memperkokoh jalinan perundingan perdagangan internasional.

Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Machmud menjelaskan, Indonesia sudah menjalin perjanjian perdagangan internasional di bidang perikanan dengan beberapa negara. Seperti Australia, Chile, dan Hongkong.

Manfaat yang didapat dari perjanjian ini salah satunya pengurangan tarif bea masuk. Di pasar internasional, bea masuk ini dipengaruhi oleh 2 komponen yaitu tarif Most Favoured Nation (MFN) dan Generalized System of Preference (GSP).

"Margin kita 5 persen saja, sudah sulit bersaing dengan produk perikanan negara lain yang harganya lebih murah," terang Machmud dalam keterangan resmi, Jumat (2/10/2020).

Machmud mengakui, butuh win-win solution dalam menjalankan perundingan ini karena setiap negara punya kepentingan masing-masing, makanya bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Adapun perundingan perdagangan internasional di bidang perikanan yang tengah proses saat ini di antaranya dengan Turki, Peru, Mozambik, Maroko, Iran, dan Uni Eropa.

"Ini suka duka bagaimana kita melakukan perundingan, di negara lain ada yang sampai 20 tahun. Mudah-mudahan di 2020 ini yang dengan Uni Eropa bisa selesai, setelah prosesnya 2016 lalu. Sehingga kita bisa dapat manfaatnya seperti apa, tindak lanjutnya seperti apa," terang Machmud.

Pejabat KKP itu juga menyebut, persyaratan ketat impor di negara tujuan menjadi tantangan bagi pemerintah dan juga pelaku usaha perikanan di Indonesia. Dari 63.364 unit pengolahan ikan (UPI) yang ada, 62.389 atau setara 98 persen diantaranya berskala UMKM.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

4 Poin Persyaratan

Ekspor Perikanan Melonjak 24 Persen
Pedagang mengecek ikan di Pelelangan ikan Muara Baru, Jakarta, Sabtu (6/7/2019). Angka ini mengalami kenaikan 24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai Rp32 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Persyaratan meliputi 4 poin, yakni kualitas dan keamanan produk (Quality and Safety), keberlanjutan (Sustainability), sertifikasi dari pihak ketiga (Third Party Certification), dan asal usul produk serta pengolahannya (Traceability).

"Dalam membina teman-teman UMKM ini, perlu kerja sama antara pemerintah dan swasta. Supaya apa yang dihasilkan bisa masuk pasar internasional dan berdaya saing," ujar Machmud.

Selain cara-cara di atas, KKP juga aktif mengikuti pameran. Tujuannya tidak sebatas promosi, sekaligus menjadi ajang bertukar informasi.

"Tahun ini memang tidak ada karena pandemi. Tapi 2021 mudah-mudahan sudah kita bisa mulai lagi. Ada target-target dalam setiap pameran, sehingga kita bisa mencapai apa yang kita inginkan," pungkasnya.

Sebagai informasi, nilai ekspor perikanan Indonesia sebesar USD 2,4 miliar atau naik 6,9 persen dibanding semester I tahun lalu. Amerika, Tiongkok, Jepang, ASEAN, dan Uni Eropa merupakan pasar pengimpor terbesar dengan lima komoditas paling digemari adalah udang, tuna cakalang, cumi, sotong, gurita, rajungan kepiting dan rumput laut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya