KSBSI akan Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK

KSBSI menyoroti 4 poin yang memang berpegang teguh pada hak sebenarnya layak didapatkan buruh yaitu upah, kontrak kerja, outsourcing (alih daya) dan pesangon.

oleh Tira Santia diperbarui 11 Okt 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2020, 18:00 WIB
FOTO: Aksi Longmarch Mahasiswa Tolak UU Cipta Kerja
Mahasiswa Universitas Indraprasta atau Unindra menggelar longmarch menolak UU Cipta Kerja di Jalan TB Simatupang, Jakarta, Rabu (7/10/2020). Sekitar 200 mahasiswa Unindra longmarch sebagai bentuk kekecewaan atas pemerintah dan DPR yang telah mengesahkan UU Cipta Kerja. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, serikat buruh akan mengajukan Uji Materi kepada Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja.

“Memang kita akan ke MK tapi sekarang kita aksi-aksi dengan desakan agar Jokowi sampai mengeluarkan Perppu. Saya melihat tidak banyak lagi yang menyerukan itu. Jadi kami akan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, tapi kan MK juga orangnya Pemerintah, kecuali semua elemen bersama-sama uji materi dan saya yakin betul bisa kita dapatkan,” kata Elly kepada Liputan6.com, Minggu (11/10/2020).

Lantaran saat ini banyak draft UU Cipta Kerja yang berseliweran tidak resmi, kendati begitu pihaknya tetap membaca draft yang didapatkan, karena menurutnya tidak beda jauh dengan draft yang asli yang sudah disahkan.

“Waktu saya dengan menteri-menteri bilang, draft yang berseliweran itu draft siapa karena mau anggota DPR pun kita tanya mereka katakan belum jadi UU tapi kenapa disahkan, dan kita sekarang berkutat dengan apa yang kita dapatkan,” ujarnya.

Elly menegaskan pihaknya mengkritisi dan menyoroti 4 poin yang memang berpegang teguh pada hak sebenarnya layak didapatkan buruh, yaitu terkait upah, kontrak kerja, outsourcing (alih daya) dan pesangon.

“Nah, keempat itu tidak boleh di kotak katik tapi justru itu yang hilang semuanya. Saya kira kawan-kawan buruh di baca saja draftnya khusus ketenagakerjaan, tidak boleh baca sebagian karena untuk cuti-cuti masih ada, lalu misalnya UMP di hapus itu tidak benar, memang ada tapi esensinya yang hilang, serikat buruh harus tahu jangan sampai di cap buruk,” tegasnya.

Lanjutnya, ia menilai penurunan pesangon tidak jelas, yang semula 32 kali menjadi 25 kali (19 dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP yang akan dikelola BPJS Ketenagakerjaan).

“Lalu, 6 kali itu apa apakah 6 bulan gaji atau apa kita tidak tahu? lalu soal kontrak, memang benar seperti UU semula tapi jadi bisa dikontrak seumur hidup, lalu untuk apa lagi pesangon kalau kontrak-kontrak terus, berarti kalau dikontrak 1-2 tahun berarti dia tidak bisa mendapatkan pesangon yang ada,” jelasnya.

Demikian pihaknya tidak akan tinggal diam saja menunggu keputusan, melainkan akan terus mendesak Pemerintah khususnya Presiden untuk mengeluarkan Perpu, jika tidak berhasil maka serikat Pekerja atau buruh akan mengajukan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK.

Cegah Polemik, Pemerintah Diminta Segera Keluarkan Draft Final UU Cipta Kerja

Elemen Buruh Tolak RUU Omnibus Law
Elemen Buruh melakukan aksi di depan Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Rabu (12/2/2020). Dalam aksinya mereka menolak draft Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, mengaku bingung atas pernyataan pemerintah terkait maraknya hoaks atas Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Menyusul pemerintah masih enggan menyampaikan draf final UU anyar kepada publik.

"Kalau hoax, mana draf finalnya. Tolong sesegera mungkin disampaikan secara resmi, mana draf final yang resmi disampaikan oleh DPR," ujar Enny dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (10/10/2020).

 

Untuk itu, dia menilai seharusnya saat ini pemerintah dapat segera menyampaikan draf Undang-Undang Cipta Kerja kepada masyarakat luas. Imbasnya dapat menciptakan keterbukaan informasi publik sekaligus memperkuat pernyataan pemerintah terkait adanya hoaks.

"Ini harus dibuka. Supaya yang kita perdebatkan sesuatu yg konstruktif. Bukan hanya masyarakat menganggap itu pencitraan atau masyarakat yang dianggap anarki dan ada agenda politik," terangnya.

Lebih jauh, dia juga mengkritisi transparansi oleh DPR RI ataupun pemerintah selama proses penyusunan, pembahasan, sampai pengesahan UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu. Lalu, klaim atas pelibatan semua pihak terkait juga dianggap hanya untuk pencitraan semata.

"Jadi, paradoks adalah kalau tujuannya semulia itu, mengapa pembahasannya seolah sembunyi-sembunyi. Kesannya kayak gerabak-gerubuk," tandasnya.

Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan UU Cipta Kerja dibentuk untuk membantu tugas para pencari kerja dan menciptakan lapangan kerja, perlindungan buruh, hingga pemberantasan korupsi dan pungli. Dia menilai saat ini isi UU Cipta Kerja banyak yang tidak benar salahnya satunya terkait pesangon.

"UU Cipta Kerja dibentuk justru untuk membantu tugas untuk menciptakan lapangan pekerjaan, perlindungan buruh, penyederhanaan birokrasi serta memberantas korupsi dan pungli," kata kata Mahfud, Kamis (8/10).

Dia meluruskan dalam UU tersebut terdapat beberapa peraturan yang dinilai kabar bohong. Mulai dari pesangon, cuti kerja hingga PHK.

"Sekarang ramai karena banyak hoaks. Di UU tidak ada pesangon itu tidak benar, pesangon ada. Dibilang tidak ada cuti, hoaks di sini ada. Dibilang mempermudah PHK, itu tidak benar. Justru sekarang PHK harus dibayar sebelum putus pengadilan," ungkap Mahfud.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya