Dahlan Iskan Sebut Cipta Kerja jadi Undang-Undang Set Set Wuet

Dahlan Iskan menilai rampungnya UU Cipta Kerja cukup cepat.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Okt 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2020, 10:00 WIB
Senyum Dahlan Iskan Seusai Diperiksa Kasus Korupsi
Mantan Dirut PT PLN Dahlan Iskan memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jumat (5/6/2015). Dahlan diperiksa sebagai saksi terkait korupsi proyek pembangunan 21 Gardu Listrik Jawa-Bali-Nusa Tenggara.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyampaikan draft final Undang-Undang (UU) Cipta Kerja kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditandatangani.

Menteri BUMN Kabinet Indonesia Bersatu II, Dahlan Iskan menilai rampungnya UU Cipta Kerjacukup cepat. Ia bahkan tak menyangka UU ini akan dijadikan senjata bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5 persen pada 2021.

“Kecepatan membuat UU ini mengagumkan. Cara meredam penentang UU ini juga menunjukkan nyali yang tinggi,” ujar Dahlan dilansir dari laman resminya, disway.id, Sabtu (17/10/2020).

Dahlan mengatakan, mestinya pemerintah juga dapat menyelesaikan aturan turunan dari UU Cipta Kerja ini dengan cepat. Mengingat hanya ada sekitar 43 peraturan turunan dari beleid sapu jagad tersebut, antara lain 38 Peraturan Pemerintah dan lima Peraturan Presiden.

“Ternyata, UU inikah yang diandalkan ketika pemerintah merencanakan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 sebesar 4 sampai 5 persen? Waktu itu saya tidak menghitung bahwa UU Cipta Kerja ini bisa dikebut secara SSW –set-set wuet.” kata Dahlan.

Dahlan menekankan pada implementasi dari UU Cipta Kerja ini, apakah nantinya akan sesuai dengan ekspektasi atau tidak. “Kalau kita tidak berhasil membuat pertumbuhan ekonomi tinggi maka kelelahan membuat UU ini tidak terbayarkan,” kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Terkuak, Ini Penyebab Pemerintah Ngotot Sahkan UU Cipta Kerja

FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil buka suara penyebab 33 perusahaan relokasi asal China yang enggan berinvestasi ke Indonesia. Dimana 33 perusahaan itu lebih memilih investasi ke Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Thailand.

Menurutnya, tidak ada satu pun perusahaan relokasi asal China itu memilih Indonesia sebagai tempat berinvestasi karena masalah perzinan yang tumpang tindih. Pihaknya mencatat, setidaknya ada 79 regulasi yang dianggap tidak ramah bagi sektor investasi.

"Dari 33 perusahaan relokasi asal China ga ada yang masuk Indonesia. Salah satunya karena regulasi kita paling rumit. Ada 79 undang-undang yang saling bertentangan dan menganggu investasi," papar dia dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10).

Untuk itu, sambung Sofyan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera melakukan evaluasi untuk memangkas banyak aturan yang dianggap tidak ramah bagi pengembangan sektor investasi dalam negeri. Yakni dengan menghadirkan Undang-Undang Cipta Kerja.

"Sehingga Presiden ada kewenangan membuat UU baru untuk membereskan peraturan yang selama ini bertentangan. Maka lahirlah omnibus law," jelasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku kecewa karena perusahaan asing lebih memilih berinvestasi di negara lain ketimbang Indonesia. Dia mendapat laporan dari Bank Dunia bahwa 33 perusahaan yang keluar dari China, justru berinvestasi ke negara-negara tetangga.

"23 (perusahaan) memilih (investasi) di Vietnam, 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Enggak ada yang ke kita," jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas antisipasi perkembangan perekonomian di Kantor Presiden Jakarta, Rabu (4/9).

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meyakini ada persoalan serius sehingga para investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Jokowi menyebut perusahaan asing tersebut memilih Vietnam lantaran waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan perizinan hanya dua bulan.

"Kita bisa bertahun-tahun, penyebabnya hanya itu, tidak ada yang lain. Oleh sebab itu, saya suruh kumpulkan regulasi-regulasi ya itu (untuk sederhanakan)," kata Jokowi.

Menteri ATR Sebut UU Cipta Kerja Perbaiki 79 Regulasi yang Hambat Investasi

Sofyan Djalil
Menteri Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil menyambut baik pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada 5 Oktober lalu. Menurutnya, UU anyar ini akan menyinkronkan 79 peraturan perundang-undangan yang selama ini menghambat iklim investasi.

"Dalam UU Cipta Kerja ini akan memperbaiki 79 UU yang tumpang tindih. Maka iklim investasi akan lebih mudah," ujar dia dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10).

Sofyan mengatakan, selama ini mengurus perizinan berusaha di dalam negeri sangatlah tidak mudah. Diantaranya karena regulasi yang tumpang tindih, sehingga membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.

"Karena negeri kita dirantai berbagai aturan. Penuh dengan aturan regulasi tumpang tindih, ada Permen PP, Perda dan lainnya," tegasnya.

Padahal, sambung dia, Indonesia terus dihadapkan pada persoalan ketenagakerjaan. Dimana lapangan kerja yang tersedia saat ini tidak mampu menyerap tingginya angka pencari kerja baru, termasuk kelompok pengangguran yang terus bertambah di tengah pandemi Covid-19.

"Pada saat ini lebih dari 7 juta orang nganggur. Kemudian ada 2,7 juta tenaga baru dan 3,5 juta pengangguran terdampak Covid-19. Tidak kah tersentuh nurani kita," paparnya.

Oleh karena itu, dia meminta polemik atas pengesahan UU Cipta Kerja dapat segera diselesaikan. Sehingga percepatan penyusunan berbagai aturan dapat segera diselesaikan oleh pemerintah.

"Nanti kalau tidak puas atau ada aturan silahkan bisa disampaikan ke Mahkamah Konstitusi. Kalau tidak puas dengan aturan turunan atau PP silahkan sampaikan ke pemerintah dengan baik," tutupnya

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya