Lindungi Sumber Daya Perikanan, Indonesia Kirim Notifikasi Aturan Impor ke WTO

notifikasi kepada WTO merupakan wujud transparansi sekaligus implementasi kesepakatan bersama negara-negara anggota WTO.

oleh Athika Rahma diperbarui 22 Okt 2020, 12:06 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2020, 12:06 WIB
Semester I 2018, Ekspor Perikanan Alami Peningkatan
Nelayan memindahkan ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Kamis (26/10). Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor produk perikanan tercatat sebanyak 510.050 ton pada semester I-2018. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berkomitmen melindungi sumber daya hayati ikan Indonesia dan lingkungan perairan dari introduksi agen–agen, organisme atau mikroorganisme berbahaya yang dapat berpindah tempat melalui lalu lintas perdagangan.

Upaya perlindungan tersebut dilakukan lewat persiapan draf notifikasi regulasi impor yang mengatur berbagai jenis ikan dan penyakit ikan berbahaya yang dicegah masuk ke wilayah teritori Indonesia melalui kegiatan importasi oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).

"Ini salah satu kewajiban negara anggota untuk memberikan informasi kepada Sekretariat WTO (World Trade Organisation) mengenai peraturan yang akan berpengaruh terhadap lalu lintas perdagangan komoditas, utamanya importasi," kata Kepala BKIPM Rina saat rapat Koordinasi Notifikasi WTO Sanitary and Phytosanitary (SPS) bidang Perikanan ditulis Kamis (22/10/2020).

Rina bilang, notifikasi kepada WTO merupakan wujud transparansi sekaligus implementasi kesepakatan bersama negara-negara anggota WTO.

Dalam kesepakatan tersebut tertulis, setiap kebijakan terkait bidang perdagangan yang termaktub dalam undang-undang, peraturan, maupun regulasi wajib dilakukan melalui prosedur yang transparan sehingga anggota WTO lainnya dapat mengetahuinya.

"Dalam mendukung dan mendorong kegiatan ekspor sekaligus mencegah introduksi agen–agen atau organisme berbahaya, BKIPM senantiasa menerapkan prinsip-prinsip SPS secara konsisten, salah satunya adalah prinsip transparansi melalui kegiatan notifikasi," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Karantina Ikan (Puskari) Riza Priyatna menegaskan, regulasi yang akan dinotifikasi ke WTO merupakan wujud peran BKIPM dalam mendukung kedaulatan NKRI melalui tugas dan fungsi di bidang KIPM.

Setelah draf peraturan yang berisi daftar penyakit ikan berbahaya dicegah masuk ke Indonesia dinotifikasi dan diumumkan melalui Sekretariat WTO, maka setiap negara yang akan melakukan ekspor ikan ke Indonesia harus menjamin bahwa komoditas mereka bebas dari penyakit ikan yang ada di dalam daftar peraturan tersebut.

"Negara-negara mitra Indonesia wajib mematuhi peraturan tersebut," kata Riza.

Adapun draf notifikasi terdiri dari 28 penyakit karena virus, 5 bakteri, 3 jamur pathogen dan 6 parasit. Rincian tersebut termasuk penyakit yang masih menghantui industri udang yaitu Covert Mortality Nodavirus (CMNV), Decapod Iridescent Virus I (DIV I) dan Vibrio Parahaemolitycus (Vp AHPND) penyebab penyakit Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease.

Rencananya, notifikasi daftar penyakit ikan ini akan disampaikan kepada WTO melalui National Notification Body Indonesia.

"Saat ini BKIPM telah ditunjuk sebagai National Enquiry Point Indonesia untuk bidang SPS Perikanan sehingga semakin memperkuat peran dan fungsi BKIPM dalam memajukan sektor kelautan dan perikanan Indonesia," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lewat UU Cipta Kerja, KKP Ajak Nelayan Biak Gabung dengan Koperasi

Udang hasil tangkapan nelayan, di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC). (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Udang hasil tangkapan nelayan, di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC). (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Transformasi ekonomi nelayan menjadi kata kunci dalam peningkatan kehidupan masyarakat perikanan yang lebih sejahtera. Guna mencapai tujuan tersebut, Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan Perikanan (PDSPKP), Artati Widiarti memastikan jajarannya terus mengedukasi masyarakat nelayan untuk bertransformasi dari kelompok usaha bersama (KUB) menjadi koperasi.

"Data Dinas Perikanan Kabupaten Biak Numfor menyebutkan total nelayan di wilayah tersebut sekitar 6.019 orang, baru sekitar 18 persen yang tergabung dalam koperasi nelayan," kata Artati di Jakarta, Selasa (20/10).

Artati menambahkan, keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) diharapkan bisa menjadi pendorong peningkatan rasio partisipasi masyarakat untuk berkoperasi sekaligus berkontribusi terhadap perekonomian. Terlebih dalam regulasi tersebut nantinya akan ada penyederhanaan syarat pembentukan dan kemudahan pengelolaan koperasi.

Sementara di Biak Numfor, juga terdapat Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) yang berperan penting untuk menjadi penghubung proses bisnis kelautan dan perikanan berbasis masyarakat.

"Kita mendorong para nelayan membentuk kelompok-kelompok usaha berupa koperasi atau badan usaha lainnya," urainya.

Dikatakannya, SKPT Biak juga telah membangun model bisnis perikanan dengan sistem terintegrasi meliputi koperasi perikanan di wilayah sentra-sentra nelayan dan bermitra dengan pengelola gudang beku.

Hingga saat ini, tercatat 4 koperasi di wilayah tersebut, yakni Koperasi Koiros ditujukan untuk nelayan Biak Utara, Koperasi Syaloom untuk nelayan Biak Selatan, Koperasi Flotim Mina Mandiri untuk nelayan Biak Timur dan Koperasi Manna untuk nelayan Biak Barat.

Sementara untuk 1 koperasi yang berada di Pulau Numfor yaitu Koperasi Barakas baru akan diinisiasi untuk bisa terlibat dalam model bisnis yang sedang dikembangkan.

"Koperasi yang dikembangkan ini memiliki unit bisnis perikanan, dimana di dalamnya beranggotakan nelayan," sambung Artati.

Pada 14-15 Oktober 2020, Ditjen PDSPKP pun mempertemukan Dinas Perikanan Kabupaten Biak Numfor dan penyuluh perikanan dengan sejumlah nelayan untuk berdiskusi pengembangan kelembagaan koperasi perikanan di Kabupaten Biak Numfor.

Dalam pertemuan tersebut, Ditjen PDSPKP juga menghadirkan pengelola Koperasi Perikanan Projo Mino, Fakhrudin Al Rozi. Pria yang berdomisili di Kabupaten Bantul ini telah berhasil membangun koperasi perikanan dan direncanakan melakukan ekspor perdana pada 29 Oktober 2020.

“Kami terus menerus melakukan kegiatan pendampingan kepada nelayan Biak secara persuasif,” ujar Artati.

  

100 Kapal

6 Kapal Asing Pencuri Ikan Menunggu Diledakan
Kapal-kapal itu terlihat sangat besar dan telah dilengkapi berbagai teknologi mumpuni dibandingkan kapal nelayan Indonesia. (Liputan6.com/Richo Pramono)

Sementara Kadis Perikanan Kabupaten Biak Numfor, Effendi Ingirisa memaparkan, pada tahun 2018-2019, KKP melalui SKPT Biak telah memberikan 100 kapal penangkap ikan berukuran 3 GT dan paket alat tangkap untuk 4 Koperasi. Paket tersebut kemudian disalurkan kepada nelayan yang bersedia menjadi anggota koperasi.

Hasilnya, dalam sekali melaut nelayan mampu menangkap ikan sebanyak 100 kg. Selanjutnya hasil tangkapan tersebut dijual ke koperasi dan melalui koperasi dijual ke gudang beku terintegrasi yang berada di PPI Fandoi.

"Harapannya, model bisnis yang dikembangkan SKPT Biak dapat berhasil diterapkan di seluruh nelayan yang bergabung dalam koperasi. Sehingga dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan nelayan," kata Effendi.

Kendati telah mengembangkan sistem terintegerasi, Effendi mengaku perlu penguatan kelembagaan koperasi serta sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya